1 . JUDUL
2. Latar Belakang Permasalahan
Dalam rangka menghadapi era globalisasi saat ini dan dalam kondisi masyarakat sekarang, seringkali ditemukan beberapa masalah yang menyebabkan banyak perusahaan mengalami kegagalan, baik yang disebabkan oleh ketidakmampuan beradaptasi dengan kemajuan teknologi maupun yang disebabkan oleh kurang baiknya hasil kerja dari sumber daya manusia yang ada pada perusahaan tersebut, padahal harus diakui manusia adalah faktor penting yang turut menentukan keberhasilan suatu perusahaan. Oleh karena itu, keberhasilan suatu perusahaan atau organisasi sangat ditentukan oleh kegiatan pendayagunaan sumber daya manusia yaitu orang-orang yang menyediakan tenaga, bakat kreativitas dan semangat bagi perusahaan serta memegang peranan penting dalam fungsi operasional perusahaan.
Perusahaan tidak mungkin terlepas dari tenaga kerja manusia, walaupun aktivitas perusahaan itu telah mempunyai modal yang cukup besar dan teknologi modern, sebab bagaimanapun majunya teknologi tanpa ditunjang oleh manusia sebagai sumber dayanya maka tujuan perusahaan tidak akan tercapai, dengan demikian maka sumber daya manusia sangat penting untuk diberikan arahan dan bimbingan dari manajemen perusahaan pada umumnya dan manajemen sumber daya manusia pada khususnya.
Untuk dapat mengikuti segala perkembangan yang ada dan tercapainya tujuan suatu perusahaan maka perlu adanya suatu motivasi agar pegawai mampu bekerja dengan baik, dan salah satu motivasi itu adalah dengan memenuhi keinginan-keinginan pegawai antara lain: gaji atau upah yang baik, pekerjaan yang aman, suasana kerja yang kondusif, penghargaan terhadap pekerjaan yang dilakukan, pimpinan yang adil dan bijaksana, pengarahan dan perintah yang wajar, organisasi atau tempat kerja yang dihargai masyarakat atau dengan mengupayakan insentif yang besarannya proporsional dan juga bersifat progresif yang artinya sesuai dengan jenjang karir, karena insentif sangat diperlukan untuk memacu kinerja para pegawai agar selalu berada pada tingkat tertinggi (optimal) sesuai kemampuan masing-masing.
Dengan menurunnya produktivitas dan semangat kerja pegawai maka insentif perlu ditingkatkan untuk menunjang kinerja pegawai dalam meningkatkan hasil produksi.
Permasalahan yang terjadi pada PT Kutai Timber Indonesia Kota Probolinggo dalam masalah pemberian insentif yaitu kurangnya perhatian pimpinan terhadap pemberian insentif kepada pegawai, hal ini dapat dilihat dari kurangnya semangat kerja pegawai dalam melaksanakan tugas dan tanggung jawab sehingga kinerja pegawai menurun.
Berdasarkan pertimbangan di atas, maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul: “PENGARUH INSENTIF TERHADAP KINERJA KARYAWAN PADA PT KUTAI TIMBER INDONESIA KOTA PROBOLINGGO”.
3. Perumusan Masalah
Dalam proposal ini penulis ingin membahas tentang hubungan insentif (beserta dampaknya) terhadap kinerja karyawan pada PT Kutai Timber Indonesia Kota Probolinggo, dan oleh karena itu berdasarkan latar belakang permasalahan dan agar pembahasan dan pemecahan masalah tidak menyimpang, maka penulis merumuskan permasalahan sebagai berikut:
1. Bagaimana pemberian insentif pada PT Kutai Timber Indonesia Kota Probolinggo agar kinerja pegawai meningkat?
2. Bagaimana kinerja karyawan pada PT Kutai Timer Indonesia Kota Probolinggo?
3. Seberapa besar pengaruh pemberian insentif yang dilakukan PT Kutai Timber Indonesia Kota Probolinggo terhadap kinerja karyawan?
4. Tujuan Penelitian
Adapun tujuan mengadakan penelitian yang bertajuk “Pengaruh Insentif terhadap Kinerja Karyawan pada PT Kutai Timber Indonesia” adalah:
1. Untuk mengetahui bagaimana pemberian insentif pada Kantor PT Kutai Timber Indonesia Kota Probolinggo agar kinerja karyawan meningkat.
2. Untuk mengetahui bagaimana kinerja karyawan pada PT Kutai Timber Indonesia Kota Probolinggo.
3. Untuk mengetahui seberapa besar pengaruh pemberian insentif yang dilakukan PT Kutai Timber Indonesia Kota Probolinggo terhadap kinerja karyawan.
5. Kegunaan Penelitian
Sedangkan kegunaan yang dapat diambil dari penelitian adalah sebagai berikut:
1. Untuk Penulis
Menambah wawasan penulis karena dapat mengimplementasikan ilmu yang diperoleh selama kuliah, serta penulis dapat melakukan analisis secara nyata untuk mengetahui peranan dari kebijaksanaan pemberian insentif terhadap kinerja pegawai.
2. Untuk Pihak Perusahaan
Untuk pihak perusahaan, diharapkan dengan adanya penelitian ini dapat memperoleh masukan-masukan yang positif dan membangun, yang dapat diterapkan perusahaan dalam usaha meningkatkan kinerja pegawai.
3. Untuk Pihak Lain
Bagi pihak-pihak lain yang turut membaca karya tulis ini agar dapat menambah wawasan dan pengetahuan sesuai dengan topik penulisan dan sebagai sumbangan pemikiran tentang pengetahuan di bidang sumber daya manusia khususnya tentang insentif dan kinerja.
6. Kerangka Pemikiran
Insentif adalah semua pendapatan atau balas jasa yang berbentuk uang atau berupa barang langsung atau tidak langsung yang diterima pegawai sebagai imbalan atas jasa yang diberikan kepada perusahaan/instansi. Di mana insentif yang diberikan perusahaan/instansi adalah sebagai salah satu usaha yang dilakukan untuk meningkatkan kinerja pegawai. Pemberian insentif yang tepat di samping untuk meningkatkan kinerja pegawai, dimaksudkan pula untuk membuat pegawai memiliki kesetiaan bekerja di instansi dan dapat menstabilkan perputaran tenaga kerja khususnya di PT Kutai Timber Indonesia Kota Probolinggo.
Dengan adanya insentif, PT Kutai Timber Indonesia Kota Probolinggo mengharapkan dapat meningkatkan kinerja pegawai, menurunkan tingkat absensi maupun perputaran tenaga kerja, sehingga hal tersebut dapat mendorong pegawai bekerja dengan lebih giat, semangat dan penuh rasa tanggung jawab terhadap pekerjaannya.
Untuk mendorong manusia mau bekerja dengan semangat tinggi, memberikan tenaga dan pemikiran guna kelancaran kegiatan PT Kutai Timber Indonesia Kota Probolinggo, diperlukan usaha dari Kantor Bagian Sumber Daya Manusia PT KTI kota Probolinggo untuk menggerakkan pegawai baik dalam bentuk bimbingan maupun bentuk lainnya seperti:
1. Insentif tambahan perjam
2. Insentif tambahan harian
3. Tambahan Uang lembur
4. Asuransi
5. Kesehatan
6. Liburan
7. Kelengkapan sarana dan prasarana.
Sedangkan kerangka pemikiran untuk kinerja dalam penelitian ini adalah:
1. Pengetahuan
2. Skill
3. Attitude
4. Situasi kerja
5. Tanggung jawab
6. Pelatihan
7. Perilaku pegawai
8. Keluarga
9. Kondisi ekonomi.
7. Hipotesis
Hipotesis merupakan jawaban sementara atau pendapat yang kebenarannya masih rendah atau kadar kebenarannya masih belum meyakinkan, karena jawaban yang diberikan baru didasarkan pada teori yang relevan sedangkan kebenaran pendapat tersebut perlu diuji atau dibuktikan. (Moh. Nazir, 2000: 15)
Berdasarkan perumusan masalah dan kerangka pemikiran di atas maka hipotesis yang penulis ajukan yaitu: jika insentif dilaksanakan dengan sebaik-baiknya dimungkinkan akan meningkatkan kinerja pegawai.
8. TINJAUAN PUSTAKA
8.1 Pengertian, Fungsi, Peranan dan Unsur Manajemen Sumber Daya Manusia
8.1.1 Pengertian Manajemen Sumber Daya Manusia
Manusia sebagai tenaga kerja merupakan inti atau menjadi asset setiap perusahaan, karena manusialah yang akan menentukan peranan sumber daya lainnya yang diikutsertakan dalam proses produksi. Manajemen sumber daya manusia merupakan bagian dari manajemen, di mana manajemen sumber daya manusia ini menitikberatkan perhatiannya pada masalah-masalah manusia dalam hubungan kerja dengan tugas-tugasnya tanpa mengabaikan faktor-faktor produksi lainnya, sehingga manajemen sumber daya manusia diartikan sebagai pendayagunaan, penilaian, pemberian balas jasa dan pengelolaan terhadap setiap individu anggota organisasi.
Tugas manajemen yang paling penting adalah mengatur dan mengelola faktor manusia seoptimal mungkin agar dapat diperoleh hasil yang efektif dan efisien dengan jalan menyusun, mengembangkan dan melaksanakan program pembangunan sumber daya manusia yang sesuai dengan kebutuhan perusahaan.
Manajemen yang khusus untuk menangani dan mengelola unsur manusia disebut manajemen sumber daya manusia. Dengan mempelajari dan menerapkan manajemen sumber daya manusia diharapkan tujuan organisasi dapat tercapai secara efisien dan efektif.
Jadi manajemen sumber daya manusia mengandung arti pengakuan terhadap pentingnya peran manusia pada organisasi sebagai sumber daya yang vital dalam pencapaian tujuan-tujuan organisasi, pemanfaatan berbagai fungsi dan kegiatan personalia untuk menjamin bahwa mereka digunakan secara efektif dan efisien agar dapat bermanfaat bagi individu, organisasi/perusahaan dan masyarakat.
Pelaksanaan Pemberian Insentif dalam rangka meningkatkan kinerja adalah suatu aspek dari manajemen sumber daya manusia, untuk itu perlu diketahui definisi atau pengertian dari manajemen sumber daya manusia untuk dapat lebih memahami maksud dan tujuan dari penelitian ini.
Menurut Malayu S.P Hasibuan (2001: 10), mengemukakan bahwa manajemen sumber daya manusia:
“Manajemen sumber daya manusia adalah ilmu dan seni mengatur hubungan dan peranan tenaga kerja agar efektif dan efisien membantu mewujudkan tujuan perusahaan, pegawai, dan masyarakat”.
Lebih lanjut menurut Hadari Nawawi (2001: 40), menegaskan bahwa sumber daya manusia:
“Sumber daya manusia adalah potensi yang merupakan asset dan berfungsi sebagai modal non-material atau non-finansial di dalam organisasi bisnis, yang dapat diwujudkan menjadi potensi nyata (real) secara fisik dan non fisik dalam mewujudkan eksistensi perusahaan”.
Ditegaskan pula oleh Mutiara S. Pangabean (2002: 15), mengatakan bahwa manajemen sumber daya manusia adalah:
“Manajemen sumber daya manusia merupakan suatu proses yang terdiri dari perencanaan, pengorganisasian, pemimpin dan pengendalian kegiatan-kegiatan yang berkaitan dengan analisis pekerjaan, evaluasi pekerjaan, pengadaan, pengembangan, kompensasi, promosi, dan pemutusan hubungan kerja guna mencapai tujuan yang telah ditetapkan”.
Menurut Sedarmayanti (2001: 6), mengemukakan bahwa definisi manajemen sumber daya manusia adalah:
“Manajemen sumber daya manusia adalah penarikan (recruitment), seleksi, pengembangan, pemeliharaan dan penggunaan sumber daya manusia untuk mencapai tujuan individu atau organisasi”.
Dari berbagai definisi para ahli manajemen sumber daya manusia di atas dapat disimpulkan bahwa manajemen sumber daya manusia adalah suatu proses kegiatan yang dilakukan oleh pimpinan untuk memperoleh, mempertahankan dan mengembangkan tenaga kerja, baik dari segi kualitas maupun kuantitas dengan memperhatikan sifat dan hakekat manusia sebagai anggota organisasi bersangkutan secara tepat dan efisien atau dengan kata lain keberhasilan pengelolaan suatu organisasi beserta aktivitasnya sangat ditentukan oleh kegiatan pendayagunaan sumber daya manusia.
Jadi pada dasarnya, manajemen sumber daya manusia lebih memfokuskan pembahasannya mengenai peranan manusia dalam mewujudkan tujuan yang optimal. Manajemen yang mengatur unsur manusia ini ada yang menyebutnya dengan manajemen personalia. Sebenarnya pengertian manajemen personalia tidak ada yang diterima secara umum, karena masing-masing pakar mengemukakan pengertian mereka masing-masing.
Perbedaan dari manajemen sumber daya manusia dan manajemen personalia yaitu:
1. Manajemen sumber daya manusia dikaji secara makro, Manajemen Personalia dikaji secara mikro.
2. Manajemen sumber daya manusia menganggap pegawai adalah kekayaan (aset utama organisasi), jadi harus dipelihara dengan baik. Sedangkan manajemen personalia menganggap bahwa pegawai adalah faktor produksi, jadi harus dimanfaatkan secara produktif.
3. Manajemen sumber daya manusia pendekatannya secara modern, sedangkan manajemen personalia pendekatannya secara klasik.
8.1.2 Fungsi-fungsi Manajemen Sumber Daya Manusia
Secara umum fungsi-fungsi operasional manajemen sumber daya manusia menurut Mutiara S. Pangabean (2002: 16) adalah sebagai berikut:
1. Pengadaan Tenaga Kerja
Fungsi pengadaan tenaga kerja yang dikenal juga sebagai fungsi pendahuluan terdiri dari analisis pekerjaan, perencanaan tenaga kerja, penarikan, dan seleksi.
a. Analisis pekerjaan
Analisis pekerjaan merupakan suatu proses penyelidikan yang sistematis untuk memahami tugas-tugas, keterampilan, dan pengetahuan yang dibutuhkan untuk melaksanakan pekerjaan dalam sebuah organisasi.
b. Perencanaan tenaga kerja
Perencanaan tenaga kerja adalah suatu proses penyediaan tenaga kerja dalam kuantitas dan kualitas yang diperlukan oleh sebuah organisasi pada waktu yang tepat agar tujuannya dapat dicapai.
c. Penarikan tenaga kerja
Penarikan tenaga kerja merupakan sebuah proses yang bertujuan untuk memperoleh sejumlah calon pegawai yang memenuhi persyaratan (berkualitas). Proses ini diawali dengan pemahaman akan adanya lowongan, tugas-tugas yang dikerjakan, kualifikasi dan sistem kompensasi yang berlaku, sehingga adalah wajar jika proses ini merupakan langkah lanjutan dari analisis pekerjaan dan perencanaan kerja maupun langkah-langkah yang diperlukan dalam penetapan sistem kompensasi, seperti evaluasi pekerjaan dan survey upah dan gaji.
d. Seleksi
Proses penarikan dan seleksi penerimaan pegawai bertujuan untuk mendapatkan pegawai yang dapat membantu tercapainya tujuan perusahaan atau usaha untuk memperoleh jumlah tenaga kerja yang diperlukan untuk mencapai tujuan organisasi.
Sasaran dari pengadaan adalah untuk memperoleh sumber daya manusia dalam jumlah dan kualifikasi sumber daya manusia yang tepat bagi organisasi. Pengadaan yang berhasil akan menghasilkan penerimaan organisasi atau seseorang yang merasakan pekerjaannya.
2. Pengembangan Pegawai
Pengembangan pegawai dapat dilakukan melalui orientasi, pelatihan, dan pendidikan. Pada hakikatnya yang ditujukan untuk menyesuaikan persyaratan atau kualifikasi yang dibutuhkan untuk melaksanakan pekerjaannya dengan kualifikasi yang dimiliki pegawai sekarang.
Orientasi dapat hanya berupa pengenalan sederhana dengan pegawai lama, atau dapat merupakan proses panjang yang meliputi pemberian informasi mengenai kebijaksanaan-kebijaksanaan personalia, prosedur kerja, gambaran umum atau sejarah, sifat perusahaan, dan manfaat-manfaat yang diperoleh pegawai baru. Dengan kata lain, tahap orientasi merupakan kegiatan pengenalan dan penyesuaian pegawai baru dengan organisasi seperti pelatihan dan pendidikan.
3. Perencanaan dan Pengembangan Karir
Hal ini terdiri dari atas pengertian karir, perencanaan karir, dan pengembangan karir. Karir dapat didefinisikan sebagai suatu rangkaian aktivitas kerja yang terpisah, tetapi berhubungan dan memberikan kesinambungan, keteraturan, dan arti kehidupan bagi seseorang. Perencanaan karir adalah suatu proses yang memungkinkan seseorang memilih tujuan karir dan mengenali cara atau jalur untuk mencapai tujuan tersebut. Pengembangan karir adalah suatu pendekatan formal yang diambil dan digunakan organisasi untuk menjamin agar orang-orang dengan kecakapan dan pengalaman yang layak yang tersedia ketika dibutuhkan.
4. Penilaian Kinerja
Penilaian prestasi merupakan sebuah proses yang ditujukan untuk memperoleh informasi tentang kinerja pegawai. Informasi ini dapat digunakan sebagai input dalam melaksanakan hampir semua aktivitas manajemen sumber daya manusia lainnya, yaitu promosi, kenaikan gaji, pengembangan, dan pemutusan kerja.
5. Kompensasi
Merupakan segala bentuk penghargaan (outcomes) yang diberikan oleh organisasi kepada pegawai atas kontribusi (inputs) yang diberikan kepada organisasi. Kompensasi terdiri atas gaji pokok, insentif dan kesejahteraan pegawai.
6. Keselamatan dan Kesehatan Kerja
Keselamatan kerja meliputi perlindungan pegawai dari kecelakaan di tempat kerja, sedangkan kesehatan merujuk kepada kebebasan pegawai dari penyakit secara fisik mental.
7. Pemutusan Hubungan Kerja
Pemutusan hubungan kerja dapat didefinisikan sebagai pengakhiran hubungan antara pekerja dan pengusaha sehingga berakhir pula hak dan kewajiban di antara mereka. Hal ini dapat disebabkan oleh berbagai macam alasan.
Dari beberapa penjelasan di atas penulis dapat menyimpulkan secara garis besar bahwa fungsi-fungsi operasional manajemen sumber daya manusia merupakan suatu kegiatan pengadaan tenaga kerja, pengembangan pegawai, perencanaan dan pengembangan, penilaian, kompensasi, keselamatan dan kesehatan, pemutusan hubungan kerja. Fungsi-fungsi operasional manajemen sumber daya manusia tersebut selalu digunakan oleh semua organisasi atau perusahaan dalam menjalankan suatu aktivitas keorganisasian. Untuk itu perlu sekali diketahui bahwa salah satu dari fungsi operasional tersebut tidak dipakai maka suatu organisasi akan mengalami kepincangan.
8.1.3 Peranan Manajemen Sumber Daya Manusia
Manajemen adalah fungsi yang berhubungan dengan upaya mewujudkan hasil tertentu kegiatan orang lain. Hal ini berarti bahwa sumber daya manusia mempunyai peran penting dan dominan dalam manajemen. Manajemen sumber daya manusia mengatur dan menetapkan program kepegawaian yang mencakup berbagai masalah sebagaimana dikemukakan oleh Sedarmayanti (2001: 4) mengemukakan sebagai berikut:
1. Penetapan jumlah, kualitas dan penempatan tenaga kerja yang efektif sesuai dengan kebutuhan organisasi berdasarkan job description, job specification, job requirement dan job evaluation.
2. Penetapan penarikan, seleksi dan penempatan pegawai berdasarkan azas the right man it the right place and the right man on the right job.
3. Penetapan program kesejahteraan, pengembangan, promosi dan pemberhentian.
4. Peramalan penawaran dan permintaan sumber daya manusia pada masa yang akan datang.
5. Perkiraan keadaan perekonomian pada umumnya dan perkembangan suatu organisasi pada khususnya.
6. Pemantauan dengan cermat Undang-undang Perburuhan, dan kebijaksanaan pemberian balas jasa organisasi.
7. Pemantauan kemajuan teknik dan perkembangan serikat buruh.
8. Pelaksanaan pendidikan, latihan dan penilaian prestasi pegawai.
9. Pengaturan mutasi pegawai.
10. Pengaturan pensiun, pemberhentian dan pesangonnya.
Dari uraian tersebut di atas dapat disimpulkan bahwa sumber daya manusia sangat menentukan bagi terwujudnya organisasi, tetapi untuk memimpin manusia merupakan hal yang cukup sulit. Tenaga kerja selain diharapkan mampu, cakap, terampil, juga hendaknya berkemauan dan mempunyai kesungguhan untuk bekerja efektif dan efisien. Kemampuan dan kecakapan akan kurang berarti jika tidak diikuti oleh moral kerja dan kedisiplinan pegawai dalam mewujudkan tujuan.
8.1.4 Unsur-unsur Manajemen Sumber Daya Manusia
Manajemen hanya merupakan alat untuk mencapai tujuan yang diinginkan. Manajemen yang baik akan memudahkan terwujudnya tujuan perusahaan, pegawai, dan masyarakat. Dengan manajemen daya guna dan hasil guna unsur-unsur manajemen akan dapat ditingkatkan.
Adapun unsur-unsur manajemen itu terdiri dari beberapa elemen yang disingkat dengan 6 M menurut Malayu S. P Hasibuan (2001: 5) antara lain:
1. Man
Man merupakan keseluruhan sumber daya manusia yang ada dalam suatu organisasi yang mempunyai peran yang sangat penting.
2. Money
Money merupakan alat bantu berupa alat pembayaran untuk kelancaran operasional baik intern maupun ekstern.
3. Method
Method merupakan suatu cara menggunakan semua sistem agar efektif dan efisien untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan.
4. Machine
Manajemen akan berfungsi jika produksi berjalan, maka machine disini adalah merupakan proses produksi suatu produk dari bahan mentah ke bahan jadi.
5. Material
Material adalah segala sesuatu yang berhubungan dengan peralatan dan perlengkapan untuk mendukung kegiatan operasional.
6. Market
Pangsa pasar yang ada untuk menjual produk yang dihasilkan melalui sistem distribusi yang dipakai.
Dari uraian mengenai unsur-unsur manajemen tersebut di atas maka penulis dapat menyimpulkan bahwa keenam unsur manajemen tersebut harus dilakukan atau dilaksanakan bersama-sama, bila dalam salah satu kegiatan unsur manajemen tersebut ada yang tidak terpenuhi maka kegiatan tidak akan berjalan dengan baik. Dalam suatu organisasi atau perusahaan unsur 6 M selalu berhubungan satu dengan yang lainnya sehingga unsur-unsur tersebut tidak bisa terpisahkan.
8.2 Pengertian Insentif
Insentif sebagai sarana motivasi yang mendorong para pegawai untuk bekerja dengan kemampuan yang optimal, yang dimaksudkan sebagai pendapatan ekstra di luar gaji atau upah yang telah ditentukan. Pemberian insentif dimaksudkan agar dapat memenuhi kebutuhan para pegawai dan keluarga mereka. Istilah sistem insentif pada umumnya digunakan untuk menggambarkan rencana-rencana pembayaran upah yang dikaitkan secara langsung atau tidak langsung dengan berbagai standar kinerja pegawai atau profitabilitas organisasi.
Kompensasi dan insentif mempunyai hubungan yang sangat erat, di mana insentif merupakan komponen dari kompensasi dan keduanya sangat menentukan dalam pencapaian tujuan dan sasaran organisasi secara keseluruhan.
Insentif dapat dirumuskan sebagai balas jasa yang memadai kepada pegawai yang prestasinya melebihi standar yang telah ditetapkan. Insentif merupakan suatu faktor pendorong bagi pegawai untuk bekerja lebih baik agar kinerja pegawai dapat meningkat.
Untuk memperoleh pengertian yang lebih jelas tentang insentif, di bawah ini ada beberapa ahli manajemen mengemukakan pengertian mengenai insentif.
Menurut Malayu S.P Hasibuan (2001: 117), mengemukakan bahwa:
“Insentif adalah tambahan balas jasa yang diberikan kepada karyawan tertentu yang prestasinya di atas prestasi standar. Insentif ini merupakan alat yang dipergunakan pendukung prinsip adil dalam pemberian kompensasi”.
Menurut Anwar Prabu Mangkunegara (2002: 89), mengemukakan bahwa:
“Insentif adalah suatu bentuk motivasi yang dinyatakan dalam bentuk uang atas dasar kinerja yang tinggi dan juga merupakan rasa pengakuan dari pihak organisasi terhadap kinerja karyawan dan kontribusi terhadap organisasi (perusahaan).”
Sedangkan menurut Mutiara S. Pangabean (2002: 77), mengemukakan bahwa:
“Insentif merupakan imbalan langsung yang dibayarkan kepada karyawan karena prestasi melebihi standar yang ditentukan. Dengan mengasumsikan bahwa uang dapat mendorong karyawan bekerja lebih giat lagi, maka mereka yang produktif lebih menyukai gajinya dibayarkan berdasarkan hasil kerja”.
Menurut T. Hani Handoko (2002: 176), mengemukakan bahwa:
“Insentif adalah perangsang yang ditawarkan kepada para karyawan untuk melaksanakan kerja sesuai atau lebih tinggi dari standar-standar yang telah ditetapkan”.
Jadi menurut pendapat-pendapat para ahli di atas dapat penulis simpulkan, bahwa insentif adalah dorongan pada seseorang agar mau bekerja dengan baik dan agar lebih dapat mencapai tingkat kinerja yang lebih tinggi sehingga dapat membangkitkan gairah kerja dan motivasi seorang pegawai, jadi seseorang mau bekerja dengan baik apabila dalam dirinya terdapat motivasi, yang menjadi masalah adalah bagaimana pula menciptakan gairah kerja dan motivasinya, sebab walaupun motivasi sudah terbentuk apabila tidak disertai dengan gairah kerjanya maka tetap saja pegawai tersebut tidak akan bisa bekerja sesuai yang diharapkan.
Di mana pada prinsipnya pemberian insentif menguntungkan kedua belah pihak. Perusahaan mengharapkan adanya kekuatan atau semangat yang timbul dalam diri penerima insentif yang mendorong mereka untuk bekerja dengan lebih baik dalam arti lebih produktif agar tujuan yang ingin dicapai oleh perusahaan/instansi dapat terpenuhi sedangkan bagi pegawai sebagai salah satu alat pemuas kebutuhannya
8.2.1 Jenis-jenis Insentif
Jenis-jenis insentif dalam suatu perusahaan/instansi, harus dituangkan secara jelas sehingga dapat diketahui oleh pegawai dan oleh perusahaan tersebut dapat dijadikan kontribusi yang baik untuk dapat menambah gairah kerja bagi pegawai yang bersangkutan.
Menurut ahli manajemen sumber daya manusia Sondang P. Siagian (2002: 268), jenis-jenis insentif tersebut adalah:
1. Piece work
Piece work adalah teknik yang digunakan untuk mendorong kinerja kerja pegawai berdasarkan hasil pekerjaan pegawai yang dinyatakan dalam jumlah unit produksi.
2. Bonus
Bonus adalah Insentif yang diberikan kepada pegawai yang mampu bekerja sedemikian rupa sehingga tingkat produksi yang baku terlampaui.
3. Komisi
Komisi adalah bonus yang diterima karena berhasil melaksanakan tugas dan sering diterapkan oleh tenaga-tenaga penjualan.
4. Insentif bagi eksekutif
Insentif bagi eksekutif ini adalah insentif yang diberikan kepada pegawai khususnya manajer atau pegawai yang memiliki kedudukan tinggi dalam suatu perusahaan, misalnya untuk membayar cicilan rumah, kendaraan bermotor atau biaya pendidikan anak.
5. Kurva “kematangan”
Adalah diberikan kepada tenaga kerja yang karena masa kerja dan golongan pangkat serta gaji tidak bisa mencapai pangkat dan penghasilan yang lebih tinggi lagi, misalnya dalam bentuk penelitian ilmiah atau dalam bentuk beban mengajar yang lebih besar dan sebagainya.
6. Rencana insentif kelompok
Rencana insentif kelompok adalah kenyataan bahwa dalam banyak organisasi, kinerja bukan karena keberhasilan individual melainkan karena keberhasilan kelompok kerja yang mampu bekerja sebagai suatu tim.
Berdasarkan pengertian di atas, maka penulis dapat menyimpulkan bahwa jenis-jenis insentif adalah:
a. Insentif material
Dapat diberikan dalam bentuk:
1) Bonus
2) Komisi
3) Pembagian laba
4) Kompensasi yang ditangguhkan
5) Bantuan hari tua.
b. Insentif non-material
Dapat diberikan dalam bentuk:
1) Jaminan sosial
2) Pemberian piagam penghargaan
3) Pemberian promosi
4) Pemberian pujian lisan atau tulisan.
Jelas bahwa insentif yang memadai akan mendorong semangat dan gairah kerja pegawai, sehingga pegawai akan terus menjaga dan meningkatkan hasil kerjanya ada akhirnya akan meningkatkan keuntungan itu sendiri dalam mencapai tujuan dan sasaran yang ditetapkan, sehingga instansi dan pegawai diharapkan lebih solid dalam membangun kebersamaan menuju kemajuan perusahaan/instansi.
8.2.2 Tujuan Pemberian Insentif
Tujuan pemberian insentif adalah untuk memenuhi kepentingan berbagai pihak, yaitu:
1. Bagi perusahaan:
a) Mempertahankan tenaga kerja yang terampil dan cakap agar loyalitasnya tinggi terhadap perusahaan.
b) Mempertahankan dan meningkatkan moral kerja pegawai yang ditunjukkan akan menurunnya tingkat perputaran tenaga kerja dan absensi.
c) Meningkatkan produktivitas perusahaan yang berarti hasil produksi bertambah untuk setiap unit per satuan waktu dan penjualan yang meningkat.
2. Bagi pegawai:
a) Meningkatkan standar kehidupannya dengan diterimanya pembayaran di luar gaji pokok.
b) Meningkatkan semangat kerja pegawai sehingga mendorong mereka untuk berprestasi lebih baik.
Setiap orang apabila ditawarkan suatu ganjaran yang memberikan hasil yang cukup menguntungkan bagi mereka, maka ia akan termotivasi untuk memperolehnya. Alat motivasi yang kuat itu adalah dengan memberikan ‘insentif”.
Pemberian insentif terutama insentif material dimaksudkan agar kebutuhan materi pegawai terpenuhi, dengan terpenuhinya kebutuhan materi itu diharapkan pegawai dapat bekerja lebih baik, cepat dan sesuai dengan standar perusahaan sehingga output yang dihasilkan dapat meningkat daripada input dan akhirnya kinerja pegawai dapat meningkat.
Jadi pemberian insentif merupakan sarana motivasi yang dapat merangsang ataupun mendorong pegawai agar dalam diri mereka timbul semangat yang lebih besar untuk berprestasi bagi peningkatan kinerja.
8.2.3 Sistem Pelaksanaan Pemberian Insentif
Pedoman penyusunan rencana insentif oleh Gary Dessler dalam bukunya yang diterjemahkan oleh Agus Dharma dapat juga dijadikan bahan acuan, antara lain:
a. Pastikan bahwa usaha dan imbalan langsung terkait
Insentif dapat memotivasi pegawai jika mereka melihat adanya kaitan antara upaya yang mereka lakukan dengan pendapatan yang disediakan, oleh karena itu program insentif hendaklah menyediakan ganjaran kepada pegawai dalam proporsi yang sesuai dengan peningkatan kinerja mereka. Pegawai harus berpandangan bahwa mereka dapat melakukan tugas yang diperlukan sehingga standar yang ditetapkan dapat tercapai.
b. Buatlah rencana yang dapat dipahami dan mudah di kalkulasi oleh pegawai
Para pegawai diharapkan dapat mudah menghitung pendapatan yang bakal diterima dalam berbagai level upaya dengan melihat kaitan antara upaya dengan pendapatan. Oleh karena itu program tersebut sebaiknya dapat dimengerti dan mudah di kalkulasi.
c. Tetapkanlah standar yang efektif
Standar yang mendasari pemberian insentif ini sebaiknya efektif, di mana standar dipandang sebagai hal yang wajar oleh pegawai. Standar sebaiknya ditetapkan cukup masuk akal, sehingga dalam upaya mencapainya terdapat kesempatan berhasil 50-50 dan tujuan yang akan dicapai hendaknya spesifik, artinya tujuan secara terperinci dan dapat diukur karena hak ini dipandang lebih efektif.
d. Jaminlah standar anda
Dewasa ini, para pegawai sering curiga bahwa upaya yang melampaui standar akan mengakibatkan makin tingginya standar untuk melindungi kepentingan jangka panjang, maka mereka tidak berprestasi di atas standar sehingga mengakibatkan program insentif gagal. Oleh karena itu penting bagi pihak manajemen untuk memandang standar sebagai suatu kontrak dengan pegawai anda begitu rencana itu operasional.
e. Jaminlah suatu tarif pokok per jam
Terutama bagi pegawai pabrik, pihak perusahaan disarankan untuk menjamin adanya upah pokok bagi pegawai, baik dalam per jam, hari, bulan dan sebagainya agar mereka tahu bahwa apapun yang terjadi mereka akan memperoleh suatu upah minimum yang terjamin.
Jika suatu insentif yang diinginkan berjalan dengan efektif maka harus memenuhi kondisi-kondisi sebagai berikut:
a. Pekerjaan-pekerjaan individu mestilah tidak begitu tergantung terhadap pekerjaan lainnya.
b. Basis yang kompetitif dan memadai terhadap gaji dan tunjangan-tunjangan dasar pada puncak di mana insentif dapat menghasilkan pendapatan variabel.
c. Dampak signifikan individu atau kelompok atas kinerja hasil-hasil yang penting.
d. Hasil-hasil yang dapat diukur.
e. Standar produksi terhadap mana program insentif didasarkan haruslah disusun dan dipelihara secara cermat.
f. Begitu standar produksi selesai disusun, standar tersebut haruslah dikaitkan terhadap tingkat gaji.
g. Rentang waktu yang masuk akal.
h. Komitmen manajemen terhadap program-program adalah vital bagi kesuksesannya.
i. Iklim organisasional yang sehat dan positif di mana perjuangan terhadap keunggulan individu dan kelompok didorong.
8.2.4 Indikator-indikator Pemberian Insentif
Beberapa cara perhitungan atau pertimbangan dasar penyusunan insentif antara lain sebagai berikut:
1. Kinerja
Sistem insentif dengan cara ini langsung mengkaitkan besarnya insentif dengan kinerja yang telah ditunjukkan oleh pegawai yang bersangkutan. Berarti besarnya insentif tergantung pada banyak sedikitnya hasil yang dicapai dalam waktu kerja pegawai. Cara ini dapat diterapkan apabila hasil kerja diukur secara kuantitatif, memang dapat dikatakan bahwa dengan cara ini dapat mendorong pegawai yang kurang produktif menjadi lebih produktif dalam bekerjanya. Di samping itu juga sangat menguntungkan bagi pegawai yang dapat bekerja cepat dan berkemampuan tinggi. Sebaliknya sangat tidak favourable bagi pegawai yang bekerja lamban atau pegawai yang sudah berusia agak lanjut.
2. Lama Kerja
Besarnya insentif ditentukan atas dasar lamanya pegawai melaksanakan atau menyelesaikan suatu pekerjaan. Cara perhitungannya dapat menggunakan per jam, per hari, per minggu ataupun per bulan. Umumnya cara yang diterapkan apabila ada kesulitan dalam menerapkan cara pemberian insentif berdasarkan kinerja. Memang ada kelemahan dan kelebihan dengan cara ini, antara lain sebagai berikut:
a. Kelemahan
Terlihatnya adanya kelemahan cara ini sebagai berikut:
1) Mengakibatkan mengendornya semangat kerja pegawai yang sesungguhnya mampu berproduksi lebih dari rata-rata.
2) Tidak membedakan usia, pengalaman dan kemampuan pegawai.
3) Membutuhkan pengawasan yang ketat agar pegawai sungguh-sungguh bekerja.
4) Kurang mengakui adanya kinerja pegawai.
b. Kelebihan
Di samping kelemahan tersebut di atas, dapat dikemukakan kelebihan-kelebihan cara ini sebagai berikut:
1) Dapat mencegah hal-hal yang tidak atau kurang diinginkan seperti: pilih kasih, diskiminasi maupun kompetisi yang kurang sehat.
2) Menjamin kepastian penerimaan insentif secara periodik
3) Tidak memandang rendah pegawai yang cukup lanjut usia.
3. Senioritas
Sistem insentif ini didasarkan pada masa kerja atau senioritas pegawai yang bersangkutan dalam suatu organisasi. Dasar pemikirannya adalah pegawai senior, menunjukkan adanya kesetiaan yang tinggi dari pegawai yang bersangkutan pada organisasi di mana mereka bekerja. Semakin senior seorang pegawai semakin tinggi loyalitasnya pada organisasi, dan semakin mantap dan tenangnya dalam organisasi. Kelemahan yang menonjol dari cara ini adalah belum tentu mereka yang senior ini memiliki kemampuan yang tinggi atau menonjol, sehingga mungkin sekali pegawai muda (junior) yang menonjol kemampuannya akan dipimpin oleh pegawai senior, tetapi tidak menonjol kemampuannya. Mereka menjadi pimpinan bukan karena kemampuannya tetapi karena masa kerjanya. Dalam situasi demikian dapat timbul di mana para pegawai junior yang energik dan mampu tersebut keluar dari perusahaan/instansi.
4. Kebutuhan
Cara ini menunjukkan bahwa insentif pada pegawai didasarkan pada tingkat urgensi kebutuhan hidup yang layak dari pegawai. Ini berarti insentif yang diberikan adalah wajar apabila dapat dipergunakan untuk memenuhi sebagian kebutuhan pokok, tidak berlebihan namun tidak berkekurangan. Hal seperti ini memungkinkan pegawai untuk dapat bertahan dalam perusahaan/instansi.
5. Keadilan dan Kelayakan
a. Keadilan
Dalam sistem insentif bukanlah harus sama rata tanpa pandang bulu, tetapi harus terkait pada adanya hubungan antara pengorbanan (input) dengan (output), makin tinggi pengorbanan semakin tinggi insentif yang diharapkan, sehingga oleh karenanya yang harus dinilai adalah pengorbanannya yang diperlukan oleh suatu jabatan. Input dari suatu jabatan ditunjukkan oleh spesifikasi yang harus dipenuhi oleh orang yang memangku jabatan tersebut. Oleh karena itu semakin tinggi pula output yang diharapkan. Output ini ditunjukkan oleh insentif yang diterima para pegawai yang bersangkutan, di mana di dalamnya terkandung rasa keadilan yang sangat diperhatikan sekali oleh setiap pegawai penerima insentif tersebut.
b. Kelayakan
Disamping masalah keadilan dalam pemberian insentif tersebut perlu pula diperhatikan masalah kelayakan. Layak pengertiannya membandingkan besarnya insentif dengan perusahaan lain yang bergerak dalam bidang usaha sejenis. Apabila insentif didalam perusahaan yang bersangkutan lebih rendah dibandingkan dengan perusahaan lain, maka perusahaan/instansi akan mendapat kendala yakni berupa menurunnya kinerja pegawai yang dapat diketahui dari berbagai bentuk akibat ketidakpuasan pegawai mengenai insentif tersebut.
6. Evaluasi Jabatan
Evaluasi jabatan adalah suatu usaha untuk menentukan dan membandingkan nilai suatu jabatan tertentu dengan nilai jabatan-jabatan lain dalam suatu organisasi. Ini berarti pula penentuan nilai relatif atau harga dari suatu jabatan guna menyusun rangking dalam penentuan insentif.
8.3 Pengertian Kinerja
Kata “kinerja” belakangan ini menjadi topik yang hangat di kalangan pengusaha dan kalangan administrator. Kinerja seakan menjadi sosok yang bernilai dan telah dijadikan tujuan pokok pada organisasi/badan usaha, selain profit. Karena dengan laba saja tidak cukup apabila tidak dibarengi dengan efektivitas dan efisiensi.
Kinerja bagian produktivitas kerja, produktivitas berasal dari kata ”Produktif” artinya sesuatu yang mengandung potensi untuk digali, sehingga produktivitas dapatlah dikatakan sesuatu proses kegiatan yang terstruktur guna menggali potensi yang ada dalam sebuah komoditi atau objek. Filosofi produktivitas sebenarnya dapat mengandung arti keinginan dan usaha dari setiap manusia (individu maupun kelompok) untuk selalu meningkatkan mutu kehidupan dan penghidupannya.
Untuk lebih jelasnya berikut ini akan dijabarkan beberapa pengertian mengenai kinerja menurut beberapa ahli.
Menurut Anwar Prabu Mangkunegara (2001: 67) kinerja itu dapat didefinisikan sebagai:
“Hasil kerja secara kualitas dan kuantitas yang dicapai oleh seseorang pegawai dalam melaksanakan tugasnya sesuai dengan tanggung jawab yang diberikan kepadanya.”
Menurut Malayu S.P Hasibuan (2002: 94), pengertian kinerja itu adalah:
“Pengorbanan jasa, jasmani dan pikiran untuk menghasilkan barang-barang atau jasa-jasa dengan memperoleh imbalan prestasi tertentu.”
Sedangkan menurut August W. Smith yang dikutip dalam buku Sedarmayanti (2001: 50) mengemukakan:
“Performance atau kinerja adalah output drive from processes, human or otherwise, jadi dikatakannya bahwa kinerja merupakan hasil atau keluaran dari suatu proses”.
Sedangkan menurut Bernardin dan Russsell yang dikutip oleh Ambar Teguh Sulistiyani dan Rosidah (2003: 224) bahwa kinerja adalah:
“Kinerja merupakan catatan outcome yang dihasilkan dari fungsi pegawai tertentu atau kegiatan yang dilakukan selama periode waktu tertentu. Sedang kinerja suatu jabatan secara keseluruhan sama dengan jumlah (rata-rata) dari kinerja fungsi pegawai atau kegiatan yang dilakukan. Pengertian kinerja di sini tidak bermaksud menilai karakteristik individu tetapi mengacu pada serangkaian hasil yang diperoleh selama periode waktu tertentu”.
Menurut beberapa pengertian di atas penulis dapat menyimpulkan bahwa kinerja mempunyai hubungan erat dengan masalah produktivitas karena merupakan indikator dalam menentukan bagaimana usaha untuk mencapai tingkat produktivitas yang tinggi dalam suatu perusahaan/instansi. Sehubungan dengan hal tersebut maka upaya untuk mengadakan penilaian terhadap kinerja di suatu organisasi merupakan hal yang sangat penting.
Berbicara tentang kinerja personil, erat kaitannya dengan cara mengadakan penilaian terhadap pekerjaan seseorang sehingga perlu ditetapkan standar kinerja atau standard performance.
Ungkapan tersebut menyatakan bahwa standar kinerja perlu dirumuskan guna dijadikan tolak ukur dalam mengadakan perbandingan antara apa yang telah dilakukan dengan apa yang diharapkan, kaitannya dengan pekerjaan atau jabatan yang telah dipercayakan kepada seseorang. Standar termaksud dapat pula dijadikan sebagai ukuran dalam mengadakan pertanggung jawaban terhadap apa yang telah dilakukan.
9. METODOLOGI PENELITIAN
9.1 Rancangan Penelitian
Agar dapat memperoleh data yang menunjang validitas suatu penelitian maka perlu ada metode penelitian sehingga tujuan penelitian yaitu kebenaran objektifitas bdan bersikap ilmiah dapat diperoleh
Menurut Usman dan Purnomo (2003:42) metode penelitian adalah suatu prosedur atau cara-cara untuk mengetahui sesuatu yang mempunyai langkah – langkah sistematis.
Menurut Sudarmayanti dan Hidayat (2002:25) metode penelitian adalah mengemukakan secara teknis tenteng metode – metode yang digunakan dalam penelitian.
Oleh karena itu dibutuhkan rancangan penelitian yang akan membantu dalam proses penelitian untuk menunjang validitas data. Rancangan penelitian bertujuan untuk memberikan suatu pertanggung jawaban terhadap semua langkah yang akan diambil dalam menyelesaikan suatu masalah secara efektif. Rancangan penelitian secara deskriptif dengan menganalisis kepuasan karyawan dilakukan bertujuan untuk mengetahui sejauh mana kualitas pemberian insentif yang memberikan tingkat kepuasan yang diharapkan karyawan. Variabel yang dianalisis adalah dimensi-dimensi kualitas jasa, yaitu tangible, reliability, responsiveness, assurance, dan emphaty dengan menggunakan model analisis Servqual (Service Quality) untuk mengetahui sejauh mana kinerja karyawan yang dihasilkan dari pemberian insentif diperbandingkan dengan harapan karyawan terhadap pemberian insentif.
9.2 Jenis dan Sumber Data
Menurut loftland dalam Moleong (2002:112) sumber data utama dalam penelitian kualitatif adalah kata – kata, tindakan dan selebihnya adalah data tambahan seperti dokumen.
Dalam penelitian ini menggunakan 2 sumber data, yaitu:
1. Data primer
a. Wawancara, yaitu teknik pengumpulan data dengan jalan komunikasi langsung atau Tanya jawab dengan menggunakan daftar pernyataan untuk mendapatkan informasi atau data-data yang berkaitan dengan strategi pemasaran terhadap pihak perusahaan yang menjadi obyek penelitian.
b. Kuisioner, yaitu metode yang digunakan untuk memperoleh data dengan mengajukan daftar pertanyaan kepada pimpinan perusahaan secara tertulis yang harus dijawab oleh pimpinan dan mengajukan daftar pertanyaan kepada responden secara tertulis yang harus dijawab oleh responden yang berkaitan dengan permasalahan yang akan diteliti.
2. Data sekunder
Yaitu data yang diperoleh dari bukti-bukti tertulis, dokomentasi perusahaan, literature, hasil penelitian terdahulu, dan data-data lain, serta dari pihak lain yang berkaitan dengan penelitian ini.
9.3 Populasi dan Sampel
1. Populasi
Menurut Arikunto (2007:90) populasi adalah keseluruhan subjek yang diteliti.Jadi populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri dari obyek yang menjadi kuatitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya. Maka yang menjadi populasi penelitian ini adalah seluruh karyawan PT. KTI Kota Probolinggo
2. Sampel
Sampel adalah kumpulan elemen yang merupakan bagian kecil dari populasi (Arikunto 2007:71). Jenis sampling yang digunakan dalam penelitian ini adalah non probability sampling karena didalam penelitian ini tidak dilakukan pengujian hipotesis tetapi dengan membuat perkiraan tunggal (point istimate). Metode pengambilan sampel yang digunakan adalah purposive sampling, yaitu penentuan sampel, dimana pengambilan elemen-elemen yang dimasukkan didalam sampel dilakukan dengan sengaja, dengan catatan bahwa sampel tersebut represetatif atau mewakili populasi (Arikunto 2007:84).
Sampel dalam penelitian ini dipilih berdasarkan pemahaman pengunjung terhadap obyek penelitian sehingga syarat untuk sampel penelitian ini adalah:
a) Karyawan PT. KTI Kota Probolinggo melakukan absensi minimal 2 kali.
b) Karyawan PT. KTI Kota Probolinggo mengalami tingkat kinerja yang meningkat. Hal ini dilihat dari pekerjaan yang terealisasi dengan cepat.
Mengenai banyaknya sampel Roscoe dalam uma sakaran (2006:166) menyatakan bahwa suatu ukuran sampel lebih dari 30 dan kurang dari 500 adalah tepat dalam kebanyakan penelitian yang mana pada obyek penelitian ini jumlah sampel yang diambil dalam penelitian adalah sebesar 99 responden.
9.4 Teknik Pengukuran
Teknik pengukuran yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan skala likert, dengan mengunakan ukuran ordinal. Skala likert digunakan untuk mengukur sikap, pendapat, dan persepsi seseorang atau sekelompok orang tentang fenomena sosial. Skala likert dalam penelitian ini menggunakan skala lima tingkatan dengan tujuan mengetahui sikap responden terhadap variabel-variabel yang ada.
Untuk instrument perceived atau kinerja diberikan lima penilaian dengan bobot atau skor sebagai berikut : (Likert dalam J. S upranto, 2001 :240)
1. Jawaban a memiliki bobot nilai 5 dengan kriteria Sangat setuju;
2. Jawaban b memiliki bobot nilai 4 dengan kriteria Setuju;
3. Jawaban c memiliki bobot nilai 3 dengan kriteria Cukup Setuju;
4. Jawaban d memiliki bobot nilai 2 dengan kriteria Kurang Setuju;
5. Jawaban e memiliki bobot nilai 1 dengan kriteria Tidak Setuju;
Sedangkan untuk instrumen harapan karyawan diberikan lima penilaian dengan bobot atau skor sebagai berikut.
1. Jawaban a memiliki bobot nilai 5 dengan kriteria Sangat setuju/Sangat penting;
2. Jawaban b memiliki bobot nilai 4 dengan kriteria Setuju/Penting;
3. Jawaban c memiliki bobot nilai 3 dengan kriteria Cukup Setuju/Cukup penting;
4. Jawaban d memiliki bobot nilai 2 dengan kriteria Kurang Setuju/Kurang penting;
5. Jawaban e memiliki bobot nilai 1 dengan kriteria Tidak Setuju/Tidak penting;
9.5 Definisi Operasional Variable
9.5.1 Definisi Operasional Variabel
Definisi operasional dari variabel-variabel penelitian dapat dirumuskan sebagai berikut.
1. Bukti fisik (tangible) adalah penampilan dan kemampuan sarana dan prasarana fisik secara personel pada PT. KTI Kota Probolinggo. Atribut yang termasuk dalam dimensi bukti fisik antara lain:
a. Kondisi kawasan pabrik selalu bersih dan terawat.
b. Fasilitas dan sarana penunjang yang tersedia (kantin, tempat ibadah,toilet,tempat parkir).
c. Kebersihan kawasan pabrik baik fasilitas fisik dan sarana penunjang.
d. Keselarasan (kesesuaian) penampilan fasilitas fisik dengan pabrik.
e. Kerapian penampilan semua petugas/pegawai di kawasanpabrik.
2. Keandalan (reliability) adalah kemampuan para karyawan PT. KTI Kota Probolinggo untuk melaksanakan tugas masing-masing dengan baik.
3. Daya tanggap (responsiveness) adalah kecepatan tanggap karyawan terhadap tugas yang diberikan atasan.
4. Harapan atau Ekspektasi karyawan adalah keinginan karyawan terhadap adanya insentif yang akan membuat mereka giat bekerja.
5. Kepuasan adalah nilai atau perasaan yang diperoleh oleh wisatawan dari kualitas insentif setelah mereka memperoleh insentif yang ditetapkan oleh PT. KTI Kota Probolinggo.
6. Loyalitas adalah perilaku setelah terjadinya pemberian insentif olehPT. KTI Kota Probolinggo yang disertai dengan adanya komitmen dari Karyawan.
9.6 Pengujian Instrumen
Pengujian instrument pada penelitian ini terdiri dari uji validitas dan uji reabilitas dengan menggunakan sistem operasi Amos 4.0.
9.6.1 Uji Validitas
Uji validitas adalah tingkat suatu uji untuk menilai validitas atau kesahihan angket yang akan digunakan untuk menjaring data. Validitas memberikan gambaran sejauh mana suatu angket dapat mengukur suatu informasi yang diperlukan( Singarimbun dan Effendi, 1995:137). Dan uji ini merupakan syarat utama untuk dapat diteruskannya pengolahan lebih lanjut.
Dalam sistem operasi Amos kesahihan suatu data apabila faktor loading dari indicator variabel memiliki nilai diatas 0,500, maka dapat dikatakan bahwa item pertanyaan sebagai penyusun unobserved variable dalam path analysis adalah valid (Ghozali, 2005:26)
9.6.2 Uji Reliabilitas
Reliabilitas adalah suatu alat ukur untuk menunjukan sejauh mana suatu hasil pengukuran relatif konsisten apabila pengukuran terhadap aspek yang sama pada alat ukur yang sama (Lupiyoadi dan Hamdani, 2006:241). Dalam penelitian ini dengan menggunakan sistem operasi Amos, peneliti melakukan pengujian reliabilitas dengan menggunakan construct reliability. Suatu instrument dikatakan reliabel jika mempunyai nilai construct reliability lebih dari cut off level 0,700. Semakin besar construct reliability maka alat pengukur yang digunakan semakin reliabel (Ghozali, 2004:134)
Adapun rumus yang digunakan dalam mengukur construct reliability adalah sebagai berikut :
Construct Reliability =
Keterangan: Standardized loading diperoleh langsung dari Standardized loading untuk tiap-tiap indicator
9.7 Metode Analisis Data
Penelitian ini menggunakan metode service quality (SERVQUAL) untuk mengetahui tingkat kinerja karyawan yang terkait dengan masalah kualitas insentif. Dalam penelitian ini akan dianalisis persepsi karyawan dengan harapan insentif. Menurut Parasuraman,et al (dalam Tjiptono dan Gregorious Chandra, 2005:153) terdiri dari :
a. Mengurangkan antara persepsi atau tingkat kinerja karyawan dengan harapan kualitas insentif untuk mendapatkan skor MSS (Measure of Service Superiority).
b. Mengurangkan antara persepsi atau tingkat kinerja karyawan dengan harapan minimum untuk mendapatkan skor MSA (Measure of Service Adequacy).
c. Mengurangkan antara harapan kualitas insentif dengan harapan minimum untuk mendapatkan Zone of Tolerance.
Skor MSA dan MSS positif apabila persepsi > harapan
Skor MSS dan MSA negative apabila persepsi < harapan.
Menurut Zeithaml (dalam Tjiptono dan Chandra, 2005:157) skor SERVQUAL untuk setiap pertanyaan bagi masing-masing pelanggan dapat dihitung berdasarkan rumus sebagai berikut:
9.8 Kerangka Pemecahan Masalah
Gambar 1.1 Kerangka Pemecahan Masalah
Keterangan :
1. Melakukan Uji Validitas dan Uji Reabilitas
2. Pengumpulan data yaitu pengumpulan data yang berhubungan dengan penelitian melalui data sekunder dan primer dengan metode kuisioner dan studi pustaka.
3. Melakukan uji normalitas data
4. Melakukan perhitungan Servqual untuk mengetahui secara deskriptif kualitas layana jasa berdasarkan persepsi kinerja jasa dan harapan atas kualitas jasa.
5. Melakukan Uji Analisis Jalur untuk mengetahui besarnya pengaruh langsung dan tidak lansung dari persepsi wisatawan atas kualitas layanan terhadap kepuasan dan loyalitas wisatawan.
6. Membuat kesimpulan.
DAFTAR PUSTAKA
Arikunto, S. 1993. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek. Cetakan ke-10. Rineka Cipta: Jakarta
Azwar, S. 1986. Seri Pengukuran Psikologi: Reabilitas dan Validitas (Interpretasi dan Komputasi). Liberty: Yogyakarta
Ghozali, Imam.2005. Model Persamaan Struktural : Konsep dan Aplikasi Dengan Program Amos Ver.5.0. Badan Penerbit Universitas Diponegoro
Simamora, Henry. 2004. Manajemen Sumber Daya Manusia Edisi III. Cetakan ke-2. STIE YKPN : Yogyakarta
Website
www.Wikipedia.com
www.ekonomi.com
2. Latar Belakang Permasalahan
Dalam rangka menghadapi era globalisasi saat ini dan dalam kondisi masyarakat sekarang, seringkali ditemukan beberapa masalah yang menyebabkan banyak perusahaan mengalami kegagalan, baik yang disebabkan oleh ketidakmampuan beradaptasi dengan kemajuan teknologi maupun yang disebabkan oleh kurang baiknya hasil kerja dari sumber daya manusia yang ada pada perusahaan tersebut, padahal harus diakui manusia adalah faktor penting yang turut menentukan keberhasilan suatu perusahaan. Oleh karena itu, keberhasilan suatu perusahaan atau organisasi sangat ditentukan oleh kegiatan pendayagunaan sumber daya manusia yaitu orang-orang yang menyediakan tenaga, bakat kreativitas dan semangat bagi perusahaan serta memegang peranan penting dalam fungsi operasional perusahaan.
Perusahaan tidak mungkin terlepas dari tenaga kerja manusia, walaupun aktivitas perusahaan itu telah mempunyai modal yang cukup besar dan teknologi modern, sebab bagaimanapun majunya teknologi tanpa ditunjang oleh manusia sebagai sumber dayanya maka tujuan perusahaan tidak akan tercapai, dengan demikian maka sumber daya manusia sangat penting untuk diberikan arahan dan bimbingan dari manajemen perusahaan pada umumnya dan manajemen sumber daya manusia pada khususnya.
Untuk dapat mengikuti segala perkembangan yang ada dan tercapainya tujuan suatu perusahaan maka perlu adanya suatu motivasi agar pegawai mampu bekerja dengan baik, dan salah satu motivasi itu adalah dengan memenuhi keinginan-keinginan pegawai antara lain: gaji atau upah yang baik, pekerjaan yang aman, suasana kerja yang kondusif, penghargaan terhadap pekerjaan yang dilakukan, pimpinan yang adil dan bijaksana, pengarahan dan perintah yang wajar, organisasi atau tempat kerja yang dihargai masyarakat atau dengan mengupayakan insentif yang besarannya proporsional dan juga bersifat progresif yang artinya sesuai dengan jenjang karir, karena insentif sangat diperlukan untuk memacu kinerja para pegawai agar selalu berada pada tingkat tertinggi (optimal) sesuai kemampuan masing-masing.
Dengan menurunnya produktivitas dan semangat kerja pegawai maka insentif perlu ditingkatkan untuk menunjang kinerja pegawai dalam meningkatkan hasil produksi.
Permasalahan yang terjadi pada PT Kutai Timber Indonesia Kota Probolinggo dalam masalah pemberian insentif yaitu kurangnya perhatian pimpinan terhadap pemberian insentif kepada pegawai, hal ini dapat dilihat dari kurangnya semangat kerja pegawai dalam melaksanakan tugas dan tanggung jawab sehingga kinerja pegawai menurun.
Berdasarkan pertimbangan di atas, maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul: “PENGARUH INSENTIF TERHADAP KINERJA KARYAWAN PADA PT KUTAI TIMBER INDONESIA KOTA PROBOLINGGO”.
3. Perumusan Masalah
Dalam proposal ini penulis ingin membahas tentang hubungan insentif (beserta dampaknya) terhadap kinerja karyawan pada PT Kutai Timber Indonesia Kota Probolinggo, dan oleh karena itu berdasarkan latar belakang permasalahan dan agar pembahasan dan pemecahan masalah tidak menyimpang, maka penulis merumuskan permasalahan sebagai berikut:
1. Bagaimana pemberian insentif pada PT Kutai Timber Indonesia Kota Probolinggo agar kinerja pegawai meningkat?
2. Bagaimana kinerja karyawan pada PT Kutai Timer Indonesia Kota Probolinggo?
3. Seberapa besar pengaruh pemberian insentif yang dilakukan PT Kutai Timber Indonesia Kota Probolinggo terhadap kinerja karyawan?
4. Tujuan Penelitian
Adapun tujuan mengadakan penelitian yang bertajuk “Pengaruh Insentif terhadap Kinerja Karyawan pada PT Kutai Timber Indonesia” adalah:
1. Untuk mengetahui bagaimana pemberian insentif pada Kantor PT Kutai Timber Indonesia Kota Probolinggo agar kinerja karyawan meningkat.
2. Untuk mengetahui bagaimana kinerja karyawan pada PT Kutai Timber Indonesia Kota Probolinggo.
3. Untuk mengetahui seberapa besar pengaruh pemberian insentif yang dilakukan PT Kutai Timber Indonesia Kota Probolinggo terhadap kinerja karyawan.
5. Kegunaan Penelitian
Sedangkan kegunaan yang dapat diambil dari penelitian adalah sebagai berikut:
1. Untuk Penulis
Menambah wawasan penulis karena dapat mengimplementasikan ilmu yang diperoleh selama kuliah, serta penulis dapat melakukan analisis secara nyata untuk mengetahui peranan dari kebijaksanaan pemberian insentif terhadap kinerja pegawai.
2. Untuk Pihak Perusahaan
Untuk pihak perusahaan, diharapkan dengan adanya penelitian ini dapat memperoleh masukan-masukan yang positif dan membangun, yang dapat diterapkan perusahaan dalam usaha meningkatkan kinerja pegawai.
3. Untuk Pihak Lain
Bagi pihak-pihak lain yang turut membaca karya tulis ini agar dapat menambah wawasan dan pengetahuan sesuai dengan topik penulisan dan sebagai sumbangan pemikiran tentang pengetahuan di bidang sumber daya manusia khususnya tentang insentif dan kinerja.
6. Kerangka Pemikiran
Insentif adalah semua pendapatan atau balas jasa yang berbentuk uang atau berupa barang langsung atau tidak langsung yang diterima pegawai sebagai imbalan atas jasa yang diberikan kepada perusahaan/instansi. Di mana insentif yang diberikan perusahaan/instansi adalah sebagai salah satu usaha yang dilakukan untuk meningkatkan kinerja pegawai. Pemberian insentif yang tepat di samping untuk meningkatkan kinerja pegawai, dimaksudkan pula untuk membuat pegawai memiliki kesetiaan bekerja di instansi dan dapat menstabilkan perputaran tenaga kerja khususnya di PT Kutai Timber Indonesia Kota Probolinggo.
Dengan adanya insentif, PT Kutai Timber Indonesia Kota Probolinggo mengharapkan dapat meningkatkan kinerja pegawai, menurunkan tingkat absensi maupun perputaran tenaga kerja, sehingga hal tersebut dapat mendorong pegawai bekerja dengan lebih giat, semangat dan penuh rasa tanggung jawab terhadap pekerjaannya.
Untuk mendorong manusia mau bekerja dengan semangat tinggi, memberikan tenaga dan pemikiran guna kelancaran kegiatan PT Kutai Timber Indonesia Kota Probolinggo, diperlukan usaha dari Kantor Bagian Sumber Daya Manusia PT KTI kota Probolinggo untuk menggerakkan pegawai baik dalam bentuk bimbingan maupun bentuk lainnya seperti:
1. Insentif tambahan perjam
2. Insentif tambahan harian
3. Tambahan Uang lembur
4. Asuransi
5. Kesehatan
6. Liburan
7. Kelengkapan sarana dan prasarana.
Sedangkan kerangka pemikiran untuk kinerja dalam penelitian ini adalah:
1. Pengetahuan
2. Skill
3. Attitude
4. Situasi kerja
5. Tanggung jawab
6. Pelatihan
7. Perilaku pegawai
8. Keluarga
9. Kondisi ekonomi.
7. Hipotesis
Hipotesis merupakan jawaban sementara atau pendapat yang kebenarannya masih rendah atau kadar kebenarannya masih belum meyakinkan, karena jawaban yang diberikan baru didasarkan pada teori yang relevan sedangkan kebenaran pendapat tersebut perlu diuji atau dibuktikan. (Moh. Nazir, 2000: 15)
Berdasarkan perumusan masalah dan kerangka pemikiran di atas maka hipotesis yang penulis ajukan yaitu: jika insentif dilaksanakan dengan sebaik-baiknya dimungkinkan akan meningkatkan kinerja pegawai.
8. TINJAUAN PUSTAKA
8.1 Pengertian, Fungsi, Peranan dan Unsur Manajemen Sumber Daya Manusia
8.1.1 Pengertian Manajemen Sumber Daya Manusia
Manusia sebagai tenaga kerja merupakan inti atau menjadi asset setiap perusahaan, karena manusialah yang akan menentukan peranan sumber daya lainnya yang diikutsertakan dalam proses produksi. Manajemen sumber daya manusia merupakan bagian dari manajemen, di mana manajemen sumber daya manusia ini menitikberatkan perhatiannya pada masalah-masalah manusia dalam hubungan kerja dengan tugas-tugasnya tanpa mengabaikan faktor-faktor produksi lainnya, sehingga manajemen sumber daya manusia diartikan sebagai pendayagunaan, penilaian, pemberian balas jasa dan pengelolaan terhadap setiap individu anggota organisasi.
Tugas manajemen yang paling penting adalah mengatur dan mengelola faktor manusia seoptimal mungkin agar dapat diperoleh hasil yang efektif dan efisien dengan jalan menyusun, mengembangkan dan melaksanakan program pembangunan sumber daya manusia yang sesuai dengan kebutuhan perusahaan.
Manajemen yang khusus untuk menangani dan mengelola unsur manusia disebut manajemen sumber daya manusia. Dengan mempelajari dan menerapkan manajemen sumber daya manusia diharapkan tujuan organisasi dapat tercapai secara efisien dan efektif.
Jadi manajemen sumber daya manusia mengandung arti pengakuan terhadap pentingnya peran manusia pada organisasi sebagai sumber daya yang vital dalam pencapaian tujuan-tujuan organisasi, pemanfaatan berbagai fungsi dan kegiatan personalia untuk menjamin bahwa mereka digunakan secara efektif dan efisien agar dapat bermanfaat bagi individu, organisasi/perusahaan dan masyarakat.
Pelaksanaan Pemberian Insentif dalam rangka meningkatkan kinerja adalah suatu aspek dari manajemen sumber daya manusia, untuk itu perlu diketahui definisi atau pengertian dari manajemen sumber daya manusia untuk dapat lebih memahami maksud dan tujuan dari penelitian ini.
Menurut Malayu S.P Hasibuan (2001: 10), mengemukakan bahwa manajemen sumber daya manusia:
“Manajemen sumber daya manusia adalah ilmu dan seni mengatur hubungan dan peranan tenaga kerja agar efektif dan efisien membantu mewujudkan tujuan perusahaan, pegawai, dan masyarakat”.
Lebih lanjut menurut Hadari Nawawi (2001: 40), menegaskan bahwa sumber daya manusia:
“Sumber daya manusia adalah potensi yang merupakan asset dan berfungsi sebagai modal non-material atau non-finansial di dalam organisasi bisnis, yang dapat diwujudkan menjadi potensi nyata (real) secara fisik dan non fisik dalam mewujudkan eksistensi perusahaan”.
Ditegaskan pula oleh Mutiara S. Pangabean (2002: 15), mengatakan bahwa manajemen sumber daya manusia adalah:
“Manajemen sumber daya manusia merupakan suatu proses yang terdiri dari perencanaan, pengorganisasian, pemimpin dan pengendalian kegiatan-kegiatan yang berkaitan dengan analisis pekerjaan, evaluasi pekerjaan, pengadaan, pengembangan, kompensasi, promosi, dan pemutusan hubungan kerja guna mencapai tujuan yang telah ditetapkan”.
Menurut Sedarmayanti (2001: 6), mengemukakan bahwa definisi manajemen sumber daya manusia adalah:
“Manajemen sumber daya manusia adalah penarikan (recruitment), seleksi, pengembangan, pemeliharaan dan penggunaan sumber daya manusia untuk mencapai tujuan individu atau organisasi”.
Dari berbagai definisi para ahli manajemen sumber daya manusia di atas dapat disimpulkan bahwa manajemen sumber daya manusia adalah suatu proses kegiatan yang dilakukan oleh pimpinan untuk memperoleh, mempertahankan dan mengembangkan tenaga kerja, baik dari segi kualitas maupun kuantitas dengan memperhatikan sifat dan hakekat manusia sebagai anggota organisasi bersangkutan secara tepat dan efisien atau dengan kata lain keberhasilan pengelolaan suatu organisasi beserta aktivitasnya sangat ditentukan oleh kegiatan pendayagunaan sumber daya manusia.
Jadi pada dasarnya, manajemen sumber daya manusia lebih memfokuskan pembahasannya mengenai peranan manusia dalam mewujudkan tujuan yang optimal. Manajemen yang mengatur unsur manusia ini ada yang menyebutnya dengan manajemen personalia. Sebenarnya pengertian manajemen personalia tidak ada yang diterima secara umum, karena masing-masing pakar mengemukakan pengertian mereka masing-masing.
Perbedaan dari manajemen sumber daya manusia dan manajemen personalia yaitu:
1. Manajemen sumber daya manusia dikaji secara makro, Manajemen Personalia dikaji secara mikro.
2. Manajemen sumber daya manusia menganggap pegawai adalah kekayaan (aset utama organisasi), jadi harus dipelihara dengan baik. Sedangkan manajemen personalia menganggap bahwa pegawai adalah faktor produksi, jadi harus dimanfaatkan secara produktif.
3. Manajemen sumber daya manusia pendekatannya secara modern, sedangkan manajemen personalia pendekatannya secara klasik.
8.1.2 Fungsi-fungsi Manajemen Sumber Daya Manusia
Secara umum fungsi-fungsi operasional manajemen sumber daya manusia menurut Mutiara S. Pangabean (2002: 16) adalah sebagai berikut:
1. Pengadaan Tenaga Kerja
Fungsi pengadaan tenaga kerja yang dikenal juga sebagai fungsi pendahuluan terdiri dari analisis pekerjaan, perencanaan tenaga kerja, penarikan, dan seleksi.
a. Analisis pekerjaan
Analisis pekerjaan merupakan suatu proses penyelidikan yang sistematis untuk memahami tugas-tugas, keterampilan, dan pengetahuan yang dibutuhkan untuk melaksanakan pekerjaan dalam sebuah organisasi.
b. Perencanaan tenaga kerja
Perencanaan tenaga kerja adalah suatu proses penyediaan tenaga kerja dalam kuantitas dan kualitas yang diperlukan oleh sebuah organisasi pada waktu yang tepat agar tujuannya dapat dicapai.
c. Penarikan tenaga kerja
Penarikan tenaga kerja merupakan sebuah proses yang bertujuan untuk memperoleh sejumlah calon pegawai yang memenuhi persyaratan (berkualitas). Proses ini diawali dengan pemahaman akan adanya lowongan, tugas-tugas yang dikerjakan, kualifikasi dan sistem kompensasi yang berlaku, sehingga adalah wajar jika proses ini merupakan langkah lanjutan dari analisis pekerjaan dan perencanaan kerja maupun langkah-langkah yang diperlukan dalam penetapan sistem kompensasi, seperti evaluasi pekerjaan dan survey upah dan gaji.
d. Seleksi
Proses penarikan dan seleksi penerimaan pegawai bertujuan untuk mendapatkan pegawai yang dapat membantu tercapainya tujuan perusahaan atau usaha untuk memperoleh jumlah tenaga kerja yang diperlukan untuk mencapai tujuan organisasi.
Sasaran dari pengadaan adalah untuk memperoleh sumber daya manusia dalam jumlah dan kualifikasi sumber daya manusia yang tepat bagi organisasi. Pengadaan yang berhasil akan menghasilkan penerimaan organisasi atau seseorang yang merasakan pekerjaannya.
2. Pengembangan Pegawai
Pengembangan pegawai dapat dilakukan melalui orientasi, pelatihan, dan pendidikan. Pada hakikatnya yang ditujukan untuk menyesuaikan persyaratan atau kualifikasi yang dibutuhkan untuk melaksanakan pekerjaannya dengan kualifikasi yang dimiliki pegawai sekarang.
Orientasi dapat hanya berupa pengenalan sederhana dengan pegawai lama, atau dapat merupakan proses panjang yang meliputi pemberian informasi mengenai kebijaksanaan-kebijaksanaan personalia, prosedur kerja, gambaran umum atau sejarah, sifat perusahaan, dan manfaat-manfaat yang diperoleh pegawai baru. Dengan kata lain, tahap orientasi merupakan kegiatan pengenalan dan penyesuaian pegawai baru dengan organisasi seperti pelatihan dan pendidikan.
3. Perencanaan dan Pengembangan Karir
Hal ini terdiri dari atas pengertian karir, perencanaan karir, dan pengembangan karir. Karir dapat didefinisikan sebagai suatu rangkaian aktivitas kerja yang terpisah, tetapi berhubungan dan memberikan kesinambungan, keteraturan, dan arti kehidupan bagi seseorang. Perencanaan karir adalah suatu proses yang memungkinkan seseorang memilih tujuan karir dan mengenali cara atau jalur untuk mencapai tujuan tersebut. Pengembangan karir adalah suatu pendekatan formal yang diambil dan digunakan organisasi untuk menjamin agar orang-orang dengan kecakapan dan pengalaman yang layak yang tersedia ketika dibutuhkan.
4. Penilaian Kinerja
Penilaian prestasi merupakan sebuah proses yang ditujukan untuk memperoleh informasi tentang kinerja pegawai. Informasi ini dapat digunakan sebagai input dalam melaksanakan hampir semua aktivitas manajemen sumber daya manusia lainnya, yaitu promosi, kenaikan gaji, pengembangan, dan pemutusan kerja.
5. Kompensasi
Merupakan segala bentuk penghargaan (outcomes) yang diberikan oleh organisasi kepada pegawai atas kontribusi (inputs) yang diberikan kepada organisasi. Kompensasi terdiri atas gaji pokok, insentif dan kesejahteraan pegawai.
6. Keselamatan dan Kesehatan Kerja
Keselamatan kerja meliputi perlindungan pegawai dari kecelakaan di tempat kerja, sedangkan kesehatan merujuk kepada kebebasan pegawai dari penyakit secara fisik mental.
7. Pemutusan Hubungan Kerja
Pemutusan hubungan kerja dapat didefinisikan sebagai pengakhiran hubungan antara pekerja dan pengusaha sehingga berakhir pula hak dan kewajiban di antara mereka. Hal ini dapat disebabkan oleh berbagai macam alasan.
Dari beberapa penjelasan di atas penulis dapat menyimpulkan secara garis besar bahwa fungsi-fungsi operasional manajemen sumber daya manusia merupakan suatu kegiatan pengadaan tenaga kerja, pengembangan pegawai, perencanaan dan pengembangan, penilaian, kompensasi, keselamatan dan kesehatan, pemutusan hubungan kerja. Fungsi-fungsi operasional manajemen sumber daya manusia tersebut selalu digunakan oleh semua organisasi atau perusahaan dalam menjalankan suatu aktivitas keorganisasian. Untuk itu perlu sekali diketahui bahwa salah satu dari fungsi operasional tersebut tidak dipakai maka suatu organisasi akan mengalami kepincangan.
8.1.3 Peranan Manajemen Sumber Daya Manusia
Manajemen adalah fungsi yang berhubungan dengan upaya mewujudkan hasil tertentu kegiatan orang lain. Hal ini berarti bahwa sumber daya manusia mempunyai peran penting dan dominan dalam manajemen. Manajemen sumber daya manusia mengatur dan menetapkan program kepegawaian yang mencakup berbagai masalah sebagaimana dikemukakan oleh Sedarmayanti (2001: 4) mengemukakan sebagai berikut:
1. Penetapan jumlah, kualitas dan penempatan tenaga kerja yang efektif sesuai dengan kebutuhan organisasi berdasarkan job description, job specification, job requirement dan job evaluation.
2. Penetapan penarikan, seleksi dan penempatan pegawai berdasarkan azas the right man it the right place and the right man on the right job.
3. Penetapan program kesejahteraan, pengembangan, promosi dan pemberhentian.
4. Peramalan penawaran dan permintaan sumber daya manusia pada masa yang akan datang.
5. Perkiraan keadaan perekonomian pada umumnya dan perkembangan suatu organisasi pada khususnya.
6. Pemantauan dengan cermat Undang-undang Perburuhan, dan kebijaksanaan pemberian balas jasa organisasi.
7. Pemantauan kemajuan teknik dan perkembangan serikat buruh.
8. Pelaksanaan pendidikan, latihan dan penilaian prestasi pegawai.
9. Pengaturan mutasi pegawai.
10. Pengaturan pensiun, pemberhentian dan pesangonnya.
Dari uraian tersebut di atas dapat disimpulkan bahwa sumber daya manusia sangat menentukan bagi terwujudnya organisasi, tetapi untuk memimpin manusia merupakan hal yang cukup sulit. Tenaga kerja selain diharapkan mampu, cakap, terampil, juga hendaknya berkemauan dan mempunyai kesungguhan untuk bekerja efektif dan efisien. Kemampuan dan kecakapan akan kurang berarti jika tidak diikuti oleh moral kerja dan kedisiplinan pegawai dalam mewujudkan tujuan.
8.1.4 Unsur-unsur Manajemen Sumber Daya Manusia
Manajemen hanya merupakan alat untuk mencapai tujuan yang diinginkan. Manajemen yang baik akan memudahkan terwujudnya tujuan perusahaan, pegawai, dan masyarakat. Dengan manajemen daya guna dan hasil guna unsur-unsur manajemen akan dapat ditingkatkan.
Adapun unsur-unsur manajemen itu terdiri dari beberapa elemen yang disingkat dengan 6 M menurut Malayu S. P Hasibuan (2001: 5) antara lain:
1. Man
Man merupakan keseluruhan sumber daya manusia yang ada dalam suatu organisasi yang mempunyai peran yang sangat penting.
2. Money
Money merupakan alat bantu berupa alat pembayaran untuk kelancaran operasional baik intern maupun ekstern.
3. Method
Method merupakan suatu cara menggunakan semua sistem agar efektif dan efisien untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan.
4. Machine
Manajemen akan berfungsi jika produksi berjalan, maka machine disini adalah merupakan proses produksi suatu produk dari bahan mentah ke bahan jadi.
5. Material
Material adalah segala sesuatu yang berhubungan dengan peralatan dan perlengkapan untuk mendukung kegiatan operasional.
6. Market
Pangsa pasar yang ada untuk menjual produk yang dihasilkan melalui sistem distribusi yang dipakai.
Dari uraian mengenai unsur-unsur manajemen tersebut di atas maka penulis dapat menyimpulkan bahwa keenam unsur manajemen tersebut harus dilakukan atau dilaksanakan bersama-sama, bila dalam salah satu kegiatan unsur manajemen tersebut ada yang tidak terpenuhi maka kegiatan tidak akan berjalan dengan baik. Dalam suatu organisasi atau perusahaan unsur 6 M selalu berhubungan satu dengan yang lainnya sehingga unsur-unsur tersebut tidak bisa terpisahkan.
8.2 Pengertian Insentif
Insentif sebagai sarana motivasi yang mendorong para pegawai untuk bekerja dengan kemampuan yang optimal, yang dimaksudkan sebagai pendapatan ekstra di luar gaji atau upah yang telah ditentukan. Pemberian insentif dimaksudkan agar dapat memenuhi kebutuhan para pegawai dan keluarga mereka. Istilah sistem insentif pada umumnya digunakan untuk menggambarkan rencana-rencana pembayaran upah yang dikaitkan secara langsung atau tidak langsung dengan berbagai standar kinerja pegawai atau profitabilitas organisasi.
Kompensasi dan insentif mempunyai hubungan yang sangat erat, di mana insentif merupakan komponen dari kompensasi dan keduanya sangat menentukan dalam pencapaian tujuan dan sasaran organisasi secara keseluruhan.
Insentif dapat dirumuskan sebagai balas jasa yang memadai kepada pegawai yang prestasinya melebihi standar yang telah ditetapkan. Insentif merupakan suatu faktor pendorong bagi pegawai untuk bekerja lebih baik agar kinerja pegawai dapat meningkat.
Untuk memperoleh pengertian yang lebih jelas tentang insentif, di bawah ini ada beberapa ahli manajemen mengemukakan pengertian mengenai insentif.
Menurut Malayu S.P Hasibuan (2001: 117), mengemukakan bahwa:
“Insentif adalah tambahan balas jasa yang diberikan kepada karyawan tertentu yang prestasinya di atas prestasi standar. Insentif ini merupakan alat yang dipergunakan pendukung prinsip adil dalam pemberian kompensasi”.
Menurut Anwar Prabu Mangkunegara (2002: 89), mengemukakan bahwa:
“Insentif adalah suatu bentuk motivasi yang dinyatakan dalam bentuk uang atas dasar kinerja yang tinggi dan juga merupakan rasa pengakuan dari pihak organisasi terhadap kinerja karyawan dan kontribusi terhadap organisasi (perusahaan).”
Sedangkan menurut Mutiara S. Pangabean (2002: 77), mengemukakan bahwa:
“Insentif merupakan imbalan langsung yang dibayarkan kepada karyawan karena prestasi melebihi standar yang ditentukan. Dengan mengasumsikan bahwa uang dapat mendorong karyawan bekerja lebih giat lagi, maka mereka yang produktif lebih menyukai gajinya dibayarkan berdasarkan hasil kerja”.
Menurut T. Hani Handoko (2002: 176), mengemukakan bahwa:
“Insentif adalah perangsang yang ditawarkan kepada para karyawan untuk melaksanakan kerja sesuai atau lebih tinggi dari standar-standar yang telah ditetapkan”.
Jadi menurut pendapat-pendapat para ahli di atas dapat penulis simpulkan, bahwa insentif adalah dorongan pada seseorang agar mau bekerja dengan baik dan agar lebih dapat mencapai tingkat kinerja yang lebih tinggi sehingga dapat membangkitkan gairah kerja dan motivasi seorang pegawai, jadi seseorang mau bekerja dengan baik apabila dalam dirinya terdapat motivasi, yang menjadi masalah adalah bagaimana pula menciptakan gairah kerja dan motivasinya, sebab walaupun motivasi sudah terbentuk apabila tidak disertai dengan gairah kerjanya maka tetap saja pegawai tersebut tidak akan bisa bekerja sesuai yang diharapkan.
Di mana pada prinsipnya pemberian insentif menguntungkan kedua belah pihak. Perusahaan mengharapkan adanya kekuatan atau semangat yang timbul dalam diri penerima insentif yang mendorong mereka untuk bekerja dengan lebih baik dalam arti lebih produktif agar tujuan yang ingin dicapai oleh perusahaan/instansi dapat terpenuhi sedangkan bagi pegawai sebagai salah satu alat pemuas kebutuhannya
8.2.1 Jenis-jenis Insentif
Jenis-jenis insentif dalam suatu perusahaan/instansi, harus dituangkan secara jelas sehingga dapat diketahui oleh pegawai dan oleh perusahaan tersebut dapat dijadikan kontribusi yang baik untuk dapat menambah gairah kerja bagi pegawai yang bersangkutan.
Menurut ahli manajemen sumber daya manusia Sondang P. Siagian (2002: 268), jenis-jenis insentif tersebut adalah:
1. Piece work
Piece work adalah teknik yang digunakan untuk mendorong kinerja kerja pegawai berdasarkan hasil pekerjaan pegawai yang dinyatakan dalam jumlah unit produksi.
2. Bonus
Bonus adalah Insentif yang diberikan kepada pegawai yang mampu bekerja sedemikian rupa sehingga tingkat produksi yang baku terlampaui.
3. Komisi
Komisi adalah bonus yang diterima karena berhasil melaksanakan tugas dan sering diterapkan oleh tenaga-tenaga penjualan.
4. Insentif bagi eksekutif
Insentif bagi eksekutif ini adalah insentif yang diberikan kepada pegawai khususnya manajer atau pegawai yang memiliki kedudukan tinggi dalam suatu perusahaan, misalnya untuk membayar cicilan rumah, kendaraan bermotor atau biaya pendidikan anak.
5. Kurva “kematangan”
Adalah diberikan kepada tenaga kerja yang karena masa kerja dan golongan pangkat serta gaji tidak bisa mencapai pangkat dan penghasilan yang lebih tinggi lagi, misalnya dalam bentuk penelitian ilmiah atau dalam bentuk beban mengajar yang lebih besar dan sebagainya.
6. Rencana insentif kelompok
Rencana insentif kelompok adalah kenyataan bahwa dalam banyak organisasi, kinerja bukan karena keberhasilan individual melainkan karena keberhasilan kelompok kerja yang mampu bekerja sebagai suatu tim.
Berdasarkan pengertian di atas, maka penulis dapat menyimpulkan bahwa jenis-jenis insentif adalah:
a. Insentif material
Dapat diberikan dalam bentuk:
1) Bonus
2) Komisi
3) Pembagian laba
4) Kompensasi yang ditangguhkan
5) Bantuan hari tua.
b. Insentif non-material
Dapat diberikan dalam bentuk:
1) Jaminan sosial
2) Pemberian piagam penghargaan
3) Pemberian promosi
4) Pemberian pujian lisan atau tulisan.
Jelas bahwa insentif yang memadai akan mendorong semangat dan gairah kerja pegawai, sehingga pegawai akan terus menjaga dan meningkatkan hasil kerjanya ada akhirnya akan meningkatkan keuntungan itu sendiri dalam mencapai tujuan dan sasaran yang ditetapkan, sehingga instansi dan pegawai diharapkan lebih solid dalam membangun kebersamaan menuju kemajuan perusahaan/instansi.
8.2.2 Tujuan Pemberian Insentif
Tujuan pemberian insentif adalah untuk memenuhi kepentingan berbagai pihak, yaitu:
1. Bagi perusahaan:
a) Mempertahankan tenaga kerja yang terampil dan cakap agar loyalitasnya tinggi terhadap perusahaan.
b) Mempertahankan dan meningkatkan moral kerja pegawai yang ditunjukkan akan menurunnya tingkat perputaran tenaga kerja dan absensi.
c) Meningkatkan produktivitas perusahaan yang berarti hasil produksi bertambah untuk setiap unit per satuan waktu dan penjualan yang meningkat.
2. Bagi pegawai:
a) Meningkatkan standar kehidupannya dengan diterimanya pembayaran di luar gaji pokok.
b) Meningkatkan semangat kerja pegawai sehingga mendorong mereka untuk berprestasi lebih baik.
Setiap orang apabila ditawarkan suatu ganjaran yang memberikan hasil yang cukup menguntungkan bagi mereka, maka ia akan termotivasi untuk memperolehnya. Alat motivasi yang kuat itu adalah dengan memberikan ‘insentif”.
Pemberian insentif terutama insentif material dimaksudkan agar kebutuhan materi pegawai terpenuhi, dengan terpenuhinya kebutuhan materi itu diharapkan pegawai dapat bekerja lebih baik, cepat dan sesuai dengan standar perusahaan sehingga output yang dihasilkan dapat meningkat daripada input dan akhirnya kinerja pegawai dapat meningkat.
Jadi pemberian insentif merupakan sarana motivasi yang dapat merangsang ataupun mendorong pegawai agar dalam diri mereka timbul semangat yang lebih besar untuk berprestasi bagi peningkatan kinerja.
8.2.3 Sistem Pelaksanaan Pemberian Insentif
Pedoman penyusunan rencana insentif oleh Gary Dessler dalam bukunya yang diterjemahkan oleh Agus Dharma dapat juga dijadikan bahan acuan, antara lain:
a. Pastikan bahwa usaha dan imbalan langsung terkait
Insentif dapat memotivasi pegawai jika mereka melihat adanya kaitan antara upaya yang mereka lakukan dengan pendapatan yang disediakan, oleh karena itu program insentif hendaklah menyediakan ganjaran kepada pegawai dalam proporsi yang sesuai dengan peningkatan kinerja mereka. Pegawai harus berpandangan bahwa mereka dapat melakukan tugas yang diperlukan sehingga standar yang ditetapkan dapat tercapai.
b. Buatlah rencana yang dapat dipahami dan mudah di kalkulasi oleh pegawai
Para pegawai diharapkan dapat mudah menghitung pendapatan yang bakal diterima dalam berbagai level upaya dengan melihat kaitan antara upaya dengan pendapatan. Oleh karena itu program tersebut sebaiknya dapat dimengerti dan mudah di kalkulasi.
c. Tetapkanlah standar yang efektif
Standar yang mendasari pemberian insentif ini sebaiknya efektif, di mana standar dipandang sebagai hal yang wajar oleh pegawai. Standar sebaiknya ditetapkan cukup masuk akal, sehingga dalam upaya mencapainya terdapat kesempatan berhasil 50-50 dan tujuan yang akan dicapai hendaknya spesifik, artinya tujuan secara terperinci dan dapat diukur karena hak ini dipandang lebih efektif.
d. Jaminlah standar anda
Dewasa ini, para pegawai sering curiga bahwa upaya yang melampaui standar akan mengakibatkan makin tingginya standar untuk melindungi kepentingan jangka panjang, maka mereka tidak berprestasi di atas standar sehingga mengakibatkan program insentif gagal. Oleh karena itu penting bagi pihak manajemen untuk memandang standar sebagai suatu kontrak dengan pegawai anda begitu rencana itu operasional.
e. Jaminlah suatu tarif pokok per jam
Terutama bagi pegawai pabrik, pihak perusahaan disarankan untuk menjamin adanya upah pokok bagi pegawai, baik dalam per jam, hari, bulan dan sebagainya agar mereka tahu bahwa apapun yang terjadi mereka akan memperoleh suatu upah minimum yang terjamin.
Jika suatu insentif yang diinginkan berjalan dengan efektif maka harus memenuhi kondisi-kondisi sebagai berikut:
a. Pekerjaan-pekerjaan individu mestilah tidak begitu tergantung terhadap pekerjaan lainnya.
b. Basis yang kompetitif dan memadai terhadap gaji dan tunjangan-tunjangan dasar pada puncak di mana insentif dapat menghasilkan pendapatan variabel.
c. Dampak signifikan individu atau kelompok atas kinerja hasil-hasil yang penting.
d. Hasil-hasil yang dapat diukur.
e. Standar produksi terhadap mana program insentif didasarkan haruslah disusun dan dipelihara secara cermat.
f. Begitu standar produksi selesai disusun, standar tersebut haruslah dikaitkan terhadap tingkat gaji.
g. Rentang waktu yang masuk akal.
h. Komitmen manajemen terhadap program-program adalah vital bagi kesuksesannya.
i. Iklim organisasional yang sehat dan positif di mana perjuangan terhadap keunggulan individu dan kelompok didorong.
8.2.4 Indikator-indikator Pemberian Insentif
Beberapa cara perhitungan atau pertimbangan dasar penyusunan insentif antara lain sebagai berikut:
1. Kinerja
Sistem insentif dengan cara ini langsung mengkaitkan besarnya insentif dengan kinerja yang telah ditunjukkan oleh pegawai yang bersangkutan. Berarti besarnya insentif tergantung pada banyak sedikitnya hasil yang dicapai dalam waktu kerja pegawai. Cara ini dapat diterapkan apabila hasil kerja diukur secara kuantitatif, memang dapat dikatakan bahwa dengan cara ini dapat mendorong pegawai yang kurang produktif menjadi lebih produktif dalam bekerjanya. Di samping itu juga sangat menguntungkan bagi pegawai yang dapat bekerja cepat dan berkemampuan tinggi. Sebaliknya sangat tidak favourable bagi pegawai yang bekerja lamban atau pegawai yang sudah berusia agak lanjut.
2. Lama Kerja
Besarnya insentif ditentukan atas dasar lamanya pegawai melaksanakan atau menyelesaikan suatu pekerjaan. Cara perhitungannya dapat menggunakan per jam, per hari, per minggu ataupun per bulan. Umumnya cara yang diterapkan apabila ada kesulitan dalam menerapkan cara pemberian insentif berdasarkan kinerja. Memang ada kelemahan dan kelebihan dengan cara ini, antara lain sebagai berikut:
a. Kelemahan
Terlihatnya adanya kelemahan cara ini sebagai berikut:
1) Mengakibatkan mengendornya semangat kerja pegawai yang sesungguhnya mampu berproduksi lebih dari rata-rata.
2) Tidak membedakan usia, pengalaman dan kemampuan pegawai.
3) Membutuhkan pengawasan yang ketat agar pegawai sungguh-sungguh bekerja.
4) Kurang mengakui adanya kinerja pegawai.
b. Kelebihan
Di samping kelemahan tersebut di atas, dapat dikemukakan kelebihan-kelebihan cara ini sebagai berikut:
1) Dapat mencegah hal-hal yang tidak atau kurang diinginkan seperti: pilih kasih, diskiminasi maupun kompetisi yang kurang sehat.
2) Menjamin kepastian penerimaan insentif secara periodik
3) Tidak memandang rendah pegawai yang cukup lanjut usia.
3. Senioritas
Sistem insentif ini didasarkan pada masa kerja atau senioritas pegawai yang bersangkutan dalam suatu organisasi. Dasar pemikirannya adalah pegawai senior, menunjukkan adanya kesetiaan yang tinggi dari pegawai yang bersangkutan pada organisasi di mana mereka bekerja. Semakin senior seorang pegawai semakin tinggi loyalitasnya pada organisasi, dan semakin mantap dan tenangnya dalam organisasi. Kelemahan yang menonjol dari cara ini adalah belum tentu mereka yang senior ini memiliki kemampuan yang tinggi atau menonjol, sehingga mungkin sekali pegawai muda (junior) yang menonjol kemampuannya akan dipimpin oleh pegawai senior, tetapi tidak menonjol kemampuannya. Mereka menjadi pimpinan bukan karena kemampuannya tetapi karena masa kerjanya. Dalam situasi demikian dapat timbul di mana para pegawai junior yang energik dan mampu tersebut keluar dari perusahaan/instansi.
4. Kebutuhan
Cara ini menunjukkan bahwa insentif pada pegawai didasarkan pada tingkat urgensi kebutuhan hidup yang layak dari pegawai. Ini berarti insentif yang diberikan adalah wajar apabila dapat dipergunakan untuk memenuhi sebagian kebutuhan pokok, tidak berlebihan namun tidak berkekurangan. Hal seperti ini memungkinkan pegawai untuk dapat bertahan dalam perusahaan/instansi.
5. Keadilan dan Kelayakan
a. Keadilan
Dalam sistem insentif bukanlah harus sama rata tanpa pandang bulu, tetapi harus terkait pada adanya hubungan antara pengorbanan (input) dengan (output), makin tinggi pengorbanan semakin tinggi insentif yang diharapkan, sehingga oleh karenanya yang harus dinilai adalah pengorbanannya yang diperlukan oleh suatu jabatan. Input dari suatu jabatan ditunjukkan oleh spesifikasi yang harus dipenuhi oleh orang yang memangku jabatan tersebut. Oleh karena itu semakin tinggi pula output yang diharapkan. Output ini ditunjukkan oleh insentif yang diterima para pegawai yang bersangkutan, di mana di dalamnya terkandung rasa keadilan yang sangat diperhatikan sekali oleh setiap pegawai penerima insentif tersebut.
b. Kelayakan
Disamping masalah keadilan dalam pemberian insentif tersebut perlu pula diperhatikan masalah kelayakan. Layak pengertiannya membandingkan besarnya insentif dengan perusahaan lain yang bergerak dalam bidang usaha sejenis. Apabila insentif didalam perusahaan yang bersangkutan lebih rendah dibandingkan dengan perusahaan lain, maka perusahaan/instansi akan mendapat kendala yakni berupa menurunnya kinerja pegawai yang dapat diketahui dari berbagai bentuk akibat ketidakpuasan pegawai mengenai insentif tersebut.
6. Evaluasi Jabatan
Evaluasi jabatan adalah suatu usaha untuk menentukan dan membandingkan nilai suatu jabatan tertentu dengan nilai jabatan-jabatan lain dalam suatu organisasi. Ini berarti pula penentuan nilai relatif atau harga dari suatu jabatan guna menyusun rangking dalam penentuan insentif.
8.3 Pengertian Kinerja
Kata “kinerja” belakangan ini menjadi topik yang hangat di kalangan pengusaha dan kalangan administrator. Kinerja seakan menjadi sosok yang bernilai dan telah dijadikan tujuan pokok pada organisasi/badan usaha, selain profit. Karena dengan laba saja tidak cukup apabila tidak dibarengi dengan efektivitas dan efisiensi.
Kinerja bagian produktivitas kerja, produktivitas berasal dari kata ”Produktif” artinya sesuatu yang mengandung potensi untuk digali, sehingga produktivitas dapatlah dikatakan sesuatu proses kegiatan yang terstruktur guna menggali potensi yang ada dalam sebuah komoditi atau objek. Filosofi produktivitas sebenarnya dapat mengandung arti keinginan dan usaha dari setiap manusia (individu maupun kelompok) untuk selalu meningkatkan mutu kehidupan dan penghidupannya.
Untuk lebih jelasnya berikut ini akan dijabarkan beberapa pengertian mengenai kinerja menurut beberapa ahli.
Menurut Anwar Prabu Mangkunegara (2001: 67) kinerja itu dapat didefinisikan sebagai:
“Hasil kerja secara kualitas dan kuantitas yang dicapai oleh seseorang pegawai dalam melaksanakan tugasnya sesuai dengan tanggung jawab yang diberikan kepadanya.”
Menurut Malayu S.P Hasibuan (2002: 94), pengertian kinerja itu adalah:
“Pengorbanan jasa, jasmani dan pikiran untuk menghasilkan barang-barang atau jasa-jasa dengan memperoleh imbalan prestasi tertentu.”
Sedangkan menurut August W. Smith yang dikutip dalam buku Sedarmayanti (2001: 50) mengemukakan:
“Performance atau kinerja adalah output drive from processes, human or otherwise, jadi dikatakannya bahwa kinerja merupakan hasil atau keluaran dari suatu proses”.
Sedangkan menurut Bernardin dan Russsell yang dikutip oleh Ambar Teguh Sulistiyani dan Rosidah (2003: 224) bahwa kinerja adalah:
“Kinerja merupakan catatan outcome yang dihasilkan dari fungsi pegawai tertentu atau kegiatan yang dilakukan selama periode waktu tertentu. Sedang kinerja suatu jabatan secara keseluruhan sama dengan jumlah (rata-rata) dari kinerja fungsi pegawai atau kegiatan yang dilakukan. Pengertian kinerja di sini tidak bermaksud menilai karakteristik individu tetapi mengacu pada serangkaian hasil yang diperoleh selama periode waktu tertentu”.
Menurut beberapa pengertian di atas penulis dapat menyimpulkan bahwa kinerja mempunyai hubungan erat dengan masalah produktivitas karena merupakan indikator dalam menentukan bagaimana usaha untuk mencapai tingkat produktivitas yang tinggi dalam suatu perusahaan/instansi. Sehubungan dengan hal tersebut maka upaya untuk mengadakan penilaian terhadap kinerja di suatu organisasi merupakan hal yang sangat penting.
Berbicara tentang kinerja personil, erat kaitannya dengan cara mengadakan penilaian terhadap pekerjaan seseorang sehingga perlu ditetapkan standar kinerja atau standard performance.
Ungkapan tersebut menyatakan bahwa standar kinerja perlu dirumuskan guna dijadikan tolak ukur dalam mengadakan perbandingan antara apa yang telah dilakukan dengan apa yang diharapkan, kaitannya dengan pekerjaan atau jabatan yang telah dipercayakan kepada seseorang. Standar termaksud dapat pula dijadikan sebagai ukuran dalam mengadakan pertanggung jawaban terhadap apa yang telah dilakukan.
9. METODOLOGI PENELITIAN
9.1 Rancangan Penelitian
Agar dapat memperoleh data yang menunjang validitas suatu penelitian maka perlu ada metode penelitian sehingga tujuan penelitian yaitu kebenaran objektifitas bdan bersikap ilmiah dapat diperoleh
Menurut Usman dan Purnomo (2003:42) metode penelitian adalah suatu prosedur atau cara-cara untuk mengetahui sesuatu yang mempunyai langkah – langkah sistematis.
Menurut Sudarmayanti dan Hidayat (2002:25) metode penelitian adalah mengemukakan secara teknis tenteng metode – metode yang digunakan dalam penelitian.
Oleh karena itu dibutuhkan rancangan penelitian yang akan membantu dalam proses penelitian untuk menunjang validitas data. Rancangan penelitian bertujuan untuk memberikan suatu pertanggung jawaban terhadap semua langkah yang akan diambil dalam menyelesaikan suatu masalah secara efektif. Rancangan penelitian secara deskriptif dengan menganalisis kepuasan karyawan dilakukan bertujuan untuk mengetahui sejauh mana kualitas pemberian insentif yang memberikan tingkat kepuasan yang diharapkan karyawan. Variabel yang dianalisis adalah dimensi-dimensi kualitas jasa, yaitu tangible, reliability, responsiveness, assurance, dan emphaty dengan menggunakan model analisis Servqual (Service Quality) untuk mengetahui sejauh mana kinerja karyawan yang dihasilkan dari pemberian insentif diperbandingkan dengan harapan karyawan terhadap pemberian insentif.
9.2 Jenis dan Sumber Data
Menurut loftland dalam Moleong (2002:112) sumber data utama dalam penelitian kualitatif adalah kata – kata, tindakan dan selebihnya adalah data tambahan seperti dokumen.
Dalam penelitian ini menggunakan 2 sumber data, yaitu:
1. Data primer
a. Wawancara, yaitu teknik pengumpulan data dengan jalan komunikasi langsung atau Tanya jawab dengan menggunakan daftar pernyataan untuk mendapatkan informasi atau data-data yang berkaitan dengan strategi pemasaran terhadap pihak perusahaan yang menjadi obyek penelitian.
b. Kuisioner, yaitu metode yang digunakan untuk memperoleh data dengan mengajukan daftar pertanyaan kepada pimpinan perusahaan secara tertulis yang harus dijawab oleh pimpinan dan mengajukan daftar pertanyaan kepada responden secara tertulis yang harus dijawab oleh responden yang berkaitan dengan permasalahan yang akan diteliti.
2. Data sekunder
Yaitu data yang diperoleh dari bukti-bukti tertulis, dokomentasi perusahaan, literature, hasil penelitian terdahulu, dan data-data lain, serta dari pihak lain yang berkaitan dengan penelitian ini.
9.3 Populasi dan Sampel
1. Populasi
Menurut Arikunto (2007:90) populasi adalah keseluruhan subjek yang diteliti.Jadi populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri dari obyek yang menjadi kuatitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya. Maka yang menjadi populasi penelitian ini adalah seluruh karyawan PT. KTI Kota Probolinggo
2. Sampel
Sampel adalah kumpulan elemen yang merupakan bagian kecil dari populasi (Arikunto 2007:71). Jenis sampling yang digunakan dalam penelitian ini adalah non probability sampling karena didalam penelitian ini tidak dilakukan pengujian hipotesis tetapi dengan membuat perkiraan tunggal (point istimate). Metode pengambilan sampel yang digunakan adalah purposive sampling, yaitu penentuan sampel, dimana pengambilan elemen-elemen yang dimasukkan didalam sampel dilakukan dengan sengaja, dengan catatan bahwa sampel tersebut represetatif atau mewakili populasi (Arikunto 2007:84).
Sampel dalam penelitian ini dipilih berdasarkan pemahaman pengunjung terhadap obyek penelitian sehingga syarat untuk sampel penelitian ini adalah:
a) Karyawan PT. KTI Kota Probolinggo melakukan absensi minimal 2 kali.
b) Karyawan PT. KTI Kota Probolinggo mengalami tingkat kinerja yang meningkat. Hal ini dilihat dari pekerjaan yang terealisasi dengan cepat.
Mengenai banyaknya sampel Roscoe dalam uma sakaran (2006:166) menyatakan bahwa suatu ukuran sampel lebih dari 30 dan kurang dari 500 adalah tepat dalam kebanyakan penelitian yang mana pada obyek penelitian ini jumlah sampel yang diambil dalam penelitian adalah sebesar 99 responden.
9.4 Teknik Pengukuran
Teknik pengukuran yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan skala likert, dengan mengunakan ukuran ordinal. Skala likert digunakan untuk mengukur sikap, pendapat, dan persepsi seseorang atau sekelompok orang tentang fenomena sosial. Skala likert dalam penelitian ini menggunakan skala lima tingkatan dengan tujuan mengetahui sikap responden terhadap variabel-variabel yang ada.
Untuk instrument perceived atau kinerja diberikan lima penilaian dengan bobot atau skor sebagai berikut : (Likert dalam J. S upranto, 2001 :240)
1. Jawaban a memiliki bobot nilai 5 dengan kriteria Sangat setuju;
2. Jawaban b memiliki bobot nilai 4 dengan kriteria Setuju;
3. Jawaban c memiliki bobot nilai 3 dengan kriteria Cukup Setuju;
4. Jawaban d memiliki bobot nilai 2 dengan kriteria Kurang Setuju;
5. Jawaban e memiliki bobot nilai 1 dengan kriteria Tidak Setuju;
Sedangkan untuk instrumen harapan karyawan diberikan lima penilaian dengan bobot atau skor sebagai berikut.
1. Jawaban a memiliki bobot nilai 5 dengan kriteria Sangat setuju/Sangat penting;
2. Jawaban b memiliki bobot nilai 4 dengan kriteria Setuju/Penting;
3. Jawaban c memiliki bobot nilai 3 dengan kriteria Cukup Setuju/Cukup penting;
4. Jawaban d memiliki bobot nilai 2 dengan kriteria Kurang Setuju/Kurang penting;
5. Jawaban e memiliki bobot nilai 1 dengan kriteria Tidak Setuju/Tidak penting;
9.5 Definisi Operasional Variable
9.5.1 Definisi Operasional Variabel
Definisi operasional dari variabel-variabel penelitian dapat dirumuskan sebagai berikut.
1. Bukti fisik (tangible) adalah penampilan dan kemampuan sarana dan prasarana fisik secara personel pada PT. KTI Kota Probolinggo. Atribut yang termasuk dalam dimensi bukti fisik antara lain:
a. Kondisi kawasan pabrik selalu bersih dan terawat.
b. Fasilitas dan sarana penunjang yang tersedia (kantin, tempat ibadah,toilet,tempat parkir).
c. Kebersihan kawasan pabrik baik fasilitas fisik dan sarana penunjang.
d. Keselarasan (kesesuaian) penampilan fasilitas fisik dengan pabrik.
e. Kerapian penampilan semua petugas/pegawai di kawasanpabrik.
2. Keandalan (reliability) adalah kemampuan para karyawan PT. KTI Kota Probolinggo untuk melaksanakan tugas masing-masing dengan baik.
3. Daya tanggap (responsiveness) adalah kecepatan tanggap karyawan terhadap tugas yang diberikan atasan.
4. Harapan atau Ekspektasi karyawan adalah keinginan karyawan terhadap adanya insentif yang akan membuat mereka giat bekerja.
5. Kepuasan adalah nilai atau perasaan yang diperoleh oleh wisatawan dari kualitas insentif setelah mereka memperoleh insentif yang ditetapkan oleh PT. KTI Kota Probolinggo.
6. Loyalitas adalah perilaku setelah terjadinya pemberian insentif olehPT. KTI Kota Probolinggo yang disertai dengan adanya komitmen dari Karyawan.
9.6 Pengujian Instrumen
Pengujian instrument pada penelitian ini terdiri dari uji validitas dan uji reabilitas dengan menggunakan sistem operasi Amos 4.0.
9.6.1 Uji Validitas
Uji validitas adalah tingkat suatu uji untuk menilai validitas atau kesahihan angket yang akan digunakan untuk menjaring data. Validitas memberikan gambaran sejauh mana suatu angket dapat mengukur suatu informasi yang diperlukan( Singarimbun dan Effendi, 1995:137). Dan uji ini merupakan syarat utama untuk dapat diteruskannya pengolahan lebih lanjut.
Dalam sistem operasi Amos kesahihan suatu data apabila faktor loading dari indicator variabel memiliki nilai diatas 0,500, maka dapat dikatakan bahwa item pertanyaan sebagai penyusun unobserved variable dalam path analysis adalah valid (Ghozali, 2005:26)
9.6.2 Uji Reliabilitas
Reliabilitas adalah suatu alat ukur untuk menunjukan sejauh mana suatu hasil pengukuran relatif konsisten apabila pengukuran terhadap aspek yang sama pada alat ukur yang sama (Lupiyoadi dan Hamdani, 2006:241). Dalam penelitian ini dengan menggunakan sistem operasi Amos, peneliti melakukan pengujian reliabilitas dengan menggunakan construct reliability. Suatu instrument dikatakan reliabel jika mempunyai nilai construct reliability lebih dari cut off level 0,700. Semakin besar construct reliability maka alat pengukur yang digunakan semakin reliabel (Ghozali, 2004:134)
Adapun rumus yang digunakan dalam mengukur construct reliability adalah sebagai berikut :
Construct Reliability =
Keterangan: Standardized loading diperoleh langsung dari Standardized loading untuk tiap-tiap indicator
9.7 Metode Analisis Data
Penelitian ini menggunakan metode service quality (SERVQUAL) untuk mengetahui tingkat kinerja karyawan yang terkait dengan masalah kualitas insentif. Dalam penelitian ini akan dianalisis persepsi karyawan dengan harapan insentif. Menurut Parasuraman,et al (dalam Tjiptono dan Gregorious Chandra, 2005:153) terdiri dari :
a. Mengurangkan antara persepsi atau tingkat kinerja karyawan dengan harapan kualitas insentif untuk mendapatkan skor MSS (Measure of Service Superiority).
b. Mengurangkan antara persepsi atau tingkat kinerja karyawan dengan harapan minimum untuk mendapatkan skor MSA (Measure of Service Adequacy).
c. Mengurangkan antara harapan kualitas insentif dengan harapan minimum untuk mendapatkan Zone of Tolerance.
Skor MSA dan MSS positif apabila persepsi > harapan
Skor MSS dan MSA negative apabila persepsi < harapan.
Menurut Zeithaml (dalam Tjiptono dan Chandra, 2005:157) skor SERVQUAL untuk setiap pertanyaan bagi masing-masing pelanggan dapat dihitung berdasarkan rumus sebagai berikut:
9.8 Kerangka Pemecahan Masalah
Gambar 1.1 Kerangka Pemecahan Masalah
Keterangan :
1. Melakukan Uji Validitas dan Uji Reabilitas
2. Pengumpulan data yaitu pengumpulan data yang berhubungan dengan penelitian melalui data sekunder dan primer dengan metode kuisioner dan studi pustaka.
3. Melakukan uji normalitas data
4. Melakukan perhitungan Servqual untuk mengetahui secara deskriptif kualitas layana jasa berdasarkan persepsi kinerja jasa dan harapan atas kualitas jasa.
5. Melakukan Uji Analisis Jalur untuk mengetahui besarnya pengaruh langsung dan tidak lansung dari persepsi wisatawan atas kualitas layanan terhadap kepuasan dan loyalitas wisatawan.
6. Membuat kesimpulan.
DAFTAR PUSTAKA
Arikunto, S. 1993. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek. Cetakan ke-10. Rineka Cipta: Jakarta
Azwar, S. 1986. Seri Pengukuran Psikologi: Reabilitas dan Validitas (Interpretasi dan Komputasi). Liberty: Yogyakarta
Ghozali, Imam.2005. Model Persamaan Struktural : Konsep dan Aplikasi Dengan Program Amos Ver.5.0. Badan Penerbit Universitas Diponegoro
Simamora, Henry. 2004. Manajemen Sumber Daya Manusia Edisi III. Cetakan ke-2. STIE YKPN : Yogyakarta
Website
www.Wikipedia.com
www.ekonomi.com
Pengaruh Insentif Gaji Terhadap Kinerja Karyawan PT. Kutai Timber Indonesia Kota Probolinggo
Reviewed by Mo Ilmi
on
August 01, 2017
Rating:
No comments: