LAPORAN HASIL OBSERVASI LINGKUNGAN ANALISIS PERAN HUTAN KOTA MALABAR SEBAGAI PENGHASIL OKSIGEN KOTA MALANG (Bagian 3)
- Karakteristik Vegetasi Hutan Kota Malabar
Menurut Anggraeni
(2011), Karakteristik Vegetasi Hutan Kota Malabar terdiri dari 2
elemen yaitu elemen lunak (soft
element)
berupa vegetasi yang terbagi 4 stratum pada hutan kota malabar Kota
Malang adalah Sebagai berikut :
Tabel
1. Karakteristik Vegetasi Hutan Kota Malabar, Kota Malang (
Anggraeni,2011)
Elemen keras (hard
element)
merupakan elemen minoritas pada hutan kota,termasuk Hutan Kota
Malabar terlihat pada gambar berikut:
Keterangan :
1) Elemen keras
(hard
element)
2) Elemen lunak
(soft
element)
Gambar
: Proporsi
Elemen Keras terhadap Elemen Lunak pada Hutan Kota Malang
(Anggraeni,2011)
- Produksi Oksigen Hutan Kota
Pada kondisi
eksisting hutan kota Malang dengan kemampuan menghasilkan oksigen
tertinggi adalah hutan kota Malabar, yaitu sebesar 7.868.795,46
gram/hari dan hutan kota Indragiri merupakan hutan kota dengan
kemampuan menghasilkan oksigen terendah hutan kota Malang, yaitu
sebesar 946.941,24 gram/hari yaitu pada hutan kota Indragiri.
Tabel
2 : Kemampuan
Hutan Kota Malang sebagai Penghasil Oksigen (Anggraeni,2011)
Dalam menghasilkan
Oksigen elemen
keras (hard
element)
mempunyai pengaruh besar. Jika diasumsikan bahwa seluruh bagian hutan
kota Malang tidak memiliki elemen keras, maka besar produksi oksigen
yang mampu dihasilkan oleh vegetasi tegakan (stratum B, C dan D)
hutan kota Malang adalah sebesar 65.432.548,80 gram/hari atau
3.268.182,18 gram/hari lebih tinggi dibanding dengan produksi oksigen
pada kondisi eksisting 62.164.366,63 gram/hari.
Tabel
3 : Pengaruh Elemen Keras terhadap Produksi Oksigen Hutan Kota Malang
(Anggraeni,2011)
Berdasarkan tabel 3,
dapat disimpulkan bahwa elemen keras berpengaruh terhadap produksi
oksigen hutan kota Malang. Jika masing-masing hutan kota Malang tidak
memiliki elemen keras maka besar produksi oksigen yang seharusnya
mampu dihasilkan oleh vegetasi hutan kota Malabar adalah
18.220.278,09 gram/hari, sebesar 9.725.259,83 gram/hari pada hutan
kota Jakarta, sebesar 5.267.574,92 gram/hari pada hutan kota
Indragiri, sebesar 22.781.030,77 gram/hari pada hutan kota Velodrom
dan sebesar 19.241.993,73 gram/hari pada hutan kota Buper Hamid
Rusdi.
- Penutup
- Kesimpulan
- Hutan Kota Malabar mempunyai peranan penting sebagai penyedian O2 di Kota Malang dengan jumlah sebesar 7.868.795,46 gram/hari
- Berdasarkan karakterstik Vegetasi , Hutan Kota Malabar terdiri dari 4 vegetasi yaitu vegetasi Stratum B,C,D, dan E
- Berdasarkan Elemen Penyusunnya, Hutan Kota Malabar terdiri dari Elemen Keras (Hard Element) sebesar 16.535,70 dan Elemen Lunak (soft element) sebesar 948,32
- Elemen Keras (Hard Element) berpengaruh terhadap produksi okgin hutan Kota Malabar, jika tanpa Elemen Keras (Hard Element) produksi oksigen mencapai 18.220.278,09
- Saran
Berdasarkan
kesimpulan diatas, rekomendasi yang dapat dikemukakan adalah
peningkatan dan peran aktif seluruh stakeholder
dalam
upaya pelestarian lingkungan untuk mendukung keberlangsungan fungsi
ekologis hutan kota, yaitu dengan:
- Membangun pola berfikir masyarakat akan lingkungan hidup, bahwa lingkungan hidup merupakan aset yang harus dipertahankan kelestariannya bukan untuk kepentingan jangka pendek melainkan untuk masa yang akan datang.
- Peran aktif pemerintah dalam mendukung upaya pelestarian ruang terbuka hijau utamanya hutan kota mengingat banyak terjadinya konversi perubahan ruang terbuka hijau kota Malang yang semakin pesat akibat perebutan kepentingan penggunakaan lahan dari berbagai sektor aktivitas kota Malang. Untuk itu perlu adanya upaya optimasi demi mengoptimumkan fungsi ekologis pada hutan kota yang ada.
DAFTAR
PUSTAKA
Alrasjid,
H. 1973. Beberapa
Keterangan Tentang Albizia
falcataria.
Laporan No 157. LPH :
Bogor.
Anggraeni,Mustika,Niti
Sesanti, dan Eddi
Basuki Kurniawan.
2011. Optimasi Hutan Sebagai
Penghasil
Oksigen Kota Malang.
Jurnal
Tata Kota dan Daerah
Vol.
3, No. 1
Barittro,Rahimatun
dan Sondang Suriati. 2011. Bintaro
( Cerbera manghas) sebagai Pestisida
Alami.
Warta Penelitian dan Pengembangan Tanaman Industri Balai Penelitian
dan
Pengembangan
Pertanian Vol.17, No.1, April 2011
Backer,
C.A. dan R.C. Bakhuizen van den Brink. 1968. Flora
of Java. Volume
III. Groningen:
Wolters Noordhoff
Budihardjo,
Eko & Djoko Suharto. 1998. Geomorfologi Gunung Galunggung (
Berdasarkan
Penyelidikan
Pengindraan Jauh ) Kabupaten Tasikmalaya Jawa Barat. Bandung :
Direktorat
Vulkanologi , Departemen Energi & Sumberdaya Mineral.
Departemen
Kehutanan. 1990. Peta
Kesesuaian Pengembangan Hutan Tanaman Industri
Sengon (Albizia
falcataria)
di Pulau Jawa.
Kerjasama Perhimpunan Meteorologi Pertanian Indonesia Dengan Badan
Penelitian Dan Pengembangan Kehutanan
Deputi
menegristek. 2000. PALEM
(Palem Putri, Botol, Merah dan Raja).
Jakarta : Deputi
Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu
Pengeta-
huan dan Teknologi
Direktorat
Jenderal (Ditjen) Kehutanan. 1976. Vademeccum
Kehutanan
Indonesia.
Departe-
men Pertanian :
Jakarta
Djamal
Irwan, Zoer’aini.2005. Tantangan Lingkungan & Lanskep Hutan
Kota. Jakarta : Bumi
Aksara
Hanan,
Abdul,dkk. 2000. Koleksi
Palem Kebun Raya Bogor.
Jakarta : Unit Pelaksana Teknis
Balai Pengembangan
Kebun Raya LIPI
Heyne,
K.
1987. Tumbuhan
Berguna Indonesia Jilid III.
Jakarta : Badan Litbang Kehutanan
Joker,
Dorthe. 2002. Tamarindus
indica L.
dalam Informasi
Singkat Benih No.
21, Mei 2002.
Bandung :
Direktorat
Perbenihan Tanaman Hutan
Kusumo,
S., A.B. Farid, S. Sulihanti, K. Yusri, Suhardjo dan T. Sudaryono.
1995. Teknologi
Produksi Salak.
Jakarta: Pusat Penelitian dan Pengembangan Holtikultural Badan
Peneltian dan Pengembangan Departemen Pertanian
Lemmens,
R.H.M.J. dan I.Soerianegara. 2002. Sumber
Daya Nabati Asia Tenggara No.5(1)
Pohon
Penghasil Kayu Perdagangan Utama.
PT Balai Pustaka Prosesa Indonesia
: Bogor.
Lestari,
Juwita Amanda. 2013. Observasi Hutan Kota Malabar, Malang. Malang :
Fakultas
Teknologi Pertanian Universitas Brawijaya
Martawijaya,
A. , I. Kartasujana, K. Kadir dan S.A.Prawira. 1981.
Atlas Kayu Indonesia Jilid
I.
Balai Penelitian dan Pengembangan Departemen Kehutanan : Bogor.
________.
1989. Atlas
Kayu Indonesia Jilid II.
Badan Penelitian dan Pengembangan Kehuta
-nan : Bogor.
Nazaruddin
dan Kristiawati. 1997. Varietas
Salak.
Jakarta: Penebar Swadaya
Prihmantoro,
H. 1991. Budidaya
Albizia. Jakarta Info Agribisnis.
Trubus Edisi Juni : 34-36.
Rachmawati,
Henny, Djoko Iriantoro, dan Christian P. Hansen. 2002.
Gmelina
arborea Roxb
dalam
Informasi Singkat Benih No. 16, Januari 2002. Bandung : Direktorat
Perbenihan
Tanaman Hutan
Santoso,
H.B. 1990. Salak
Pondoh. Yogyakarta:
Penerbit Kanisius
Sastroprodjo,
S. 1980. Fruits.
IBPGR Scretariat Home
Steenis,
C.G.G.J. van. 1975. Flora
Untuk Sekolah di Indonesia.
Jakarta: PT. Pradnya Paramita
Soesanthy,
Funny dan Gusti Indiarti.2011. Hama
Ulat Pemakan Daun Tanaman (Cerbera
manghas).
Warta Penelitian dan Pengembangan Tanaman Industri Balai Penelitian
dan
Pengembangan Pertanian Vol.17, No.1, April 2011
Syrah,
Mey dan Suradji.2010. Lagerstroemia speciosa PERS dalam Informasi
Singkat Benih
No. 105.
Palembang : BPTH Sumatra
Tjahjadi,
N. 1995. Bertanam
Salak.
Yogyakarta: Kanisius
Tjitrosoepomo,
G. 1988. Taksonomi
Tumbuhan Spermatophyta.
Yogyakarta: Gadjah Mada
University Press.
Uhl,N.W.
& J. Dreasfield.1987. Genera
Palmarum, A Classification of Palms Based On The
Work of Harold E.
Moore. Jr. The L.H. Bailey Hortorium and The International Palm
Society.
Lawrence, Kansas- USA : Allen Press
Verheij,
EWM and Coronel RE, eds, 1991.
Plant
Resources of South-East Asia. No.2. Edible
fruits and nuts. PROSEA
Foundation. Wageningen, Netherlands: Pudoc.
LAPORAN HASIL OBSERVASI LINGKUNGAN ANALISIS PERAN HUTAN KOTA MALABAR SEBAGAI PENGHASIL OKSIGEN KOTA MALANG (Bagian 3)
Reviewed by Mo Ilmi
on
November 13, 2015
Rating:
No comments: