penelitian respon pertumbuhan stek pucuk cantigi (Vaccinium varingiaefolium Bl. Miq.) dengan berbagai konsentrasi dan lama perendaman Rootone f di TWA Kawah Ijen, Banyuwangi


BAB I
PENDAHULUAN
    1. Latar Belakang
Gunung merupakan suatu bentuk tanah yang permukaannya lebih tinggi dari pada tanah-tanah di daerah sekitarnya. Gunung lebih tinggi dan curam dari pada sebuah bukit. Jadi bukit yang sangat besar juga bisa dikatakan sebuah gunung dan ketinggiannya mencapai lebih dari 600 mdpl. Sedangkan pegunungan merupakan barisan dari gunung. Gunung dan pegunungan di Indonesia, terutama di Jawa merupakan gunung berhutan lebat. Hampir semua gunung-gunung berhutan ini telah ditetapkan sebagai daerah yang dilindungi, baik dalam status kawasan pelestarian alam, suaka alam maupun hutan lindung. Hal ini dipengaruhi oleh keadaan hutan yang ada di Indonesia dengan kondisi kerusakan yang semakin meluas. Salah satu pulau yang memiliki hutan hujan tropis yang merupakan gudang keanekaragaman hayati adalah pulau Jawa dan telah mengalami kerusakan yang meluas sehingga sebagian besar hutan tersisa sekarang terkonsentrasi pada wilayah pegunungan dengan lereng-lerengnya yang terjal.
Gunung dan pegunungan merupakan habitat dari berbagai makhluk hidup. Tumbuhan dan hewan yang hidup di kawasan pegunungan berbeda dengan tumbuhan dan hewan yang hidup di daerah dataran rendah. Pohon Cantigi dengan nama latin Vaccinium varingiaefolium Bl. Miq. adalah semak atau pohon kecil asli dari hutan subalpin di pegunungan Jawa, Indonesia dan merupakan salah satu tumbuhan yang hidup di daerah puncak pegunungan. Cantigi biasanya hidup di ketinggian antara 1.500 mdpl sampai 2.400 mdpl. Seperti di CA/TWA Kawah Ijen Cantigi ini hanya ditemukan pada ketinggian 2.000 mdpl.
CA/TWA Kawah Ijen secara geografis terletak 08º03’71” - 08º05’93” LS dan 144º12’69” - 114º14’70” Bujur Timur dan secara administrasi pemerintahan berada di dua kabupaten yaitu Kab. Banyuwangi dan Kab. Bondowoso (BTNAP, 2007). Kawasan CA/TWA Kawah Ijen rawan terjadinya kebakaran hutan terutama pada saat musim kemarau yang berkepanjangan. Seiring rawannya kebakaran yang terjadi pada daerah ini akan berdampak pada kerusakan vegetasi pada kawasan CA/TWA Kawah Ijen, sehingga diperlukan tindakan silvikultur guna menanggulangi kerusakan vegetasi akibat kebakaran hutan, yang salah satunya dapat dilakukan dengan kegiatan penanaman kembali pada kawasan yang terbakar.
Gambar 1. Cantigi (V. varingiaefolium Bl. Miq.)














V. varingiaefolium Bl. Miq. adalah semak atau pohon kecil asli dari hutan subalpin di pegunungan di Jawa, Indonesia (Charles, dkk. 2012). Pohon Cantigi biasanya tumbuh di sekitar wilayah kawah gunung di Jawa. Pohon ini menjadi salah satu tumbuhan yang membantu para pendaki untuk mendaki sampai ke atas untuk dijadikan pegangan agar para pendaki tersebut tidak jatuh. Selain sebagai penolong orang-orang sekitar untuk mendaki gunung, pohon Cantigi adalah pohon yang sangat indah. Keberadaan pohon Cantigi ini tidak hanya untuk menolong para pendaki, Cantigi ini dapat mempertahankan struktur tanah agar tidak mengalami erosi yang akan mengakibatkan adanya longsor. Adanya Cantigi ini membantu keseimbangan alam dan menjadikan alam tetap lestari. Saat ini keseimbangan alam sangat dibutuhkan, karena terlalu banyaknya kerusakan hutan membuat keseimbangan alam menjadi rapuh dan bumi mengalami pemanasan global yang semakin cepat.
Gambar 2. Kebakaran di kawasan TWA Kawah Ijen














Perlu adanya kegiatan budidaya untuk tanaman Cantigi ini, untuk mengetahui keberhasilan pertumbuhannya juga untuk menambah potensi dari pohon Cantigi sebagai tanaman hias maupun penanggulangan kawasan setelah terjadi kerusakan hutan seperti kebakaran atau longsor. Kegiatan budidaya dapat dilakukan dengan cara perkembangbiakan secara vegetatif, yaitu stek. Stek merupakan metode pembiakan dengan cara memotong bagian dari tanaman yang akan dibudidayakan. Pengambilan bagian tanaman yang akan dibudidayakan ini adalah pada bagian-bagian tertentu seperti akar, tunas, batang, atau daun. Stek dilakukan dengan tujuan dari pemotongan bagian tanaman, menjadi tanaman baru. Maka, dalam penelitian budidaya Cantigi ini perlu dilakukannya pembiakan secara stek pucuk dengan penambahan ZPT (Zat Pengatur Tumbuh) Rootone F.
    1. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas, maka diperlukannya kajian ini agar dapat menjawab pertanyaan dan permasalahan-permasalahan yang timbul didalamnya :
  1. Bagaimana respon pertumbuhan stek pucuk Cantigi (V. varingiaefolium Bl. Miq.) dengan beberapa konsentrasi dan lama perendaman Rootone F ?
  2. Seberapa efektivitas pemberian ZPT Rootone F pada pertumbuhan akar dan tunas stek pucuk pohon Cantigi antara konsentrasi 0 ppm (kontrol), 50 ppm, 100 ppm, 200 ppm, dan 300 ppm, dengan lama perendaman 5 menit dan 10 menit dan dengan menggunakan media tanam berupa tanah asli kawasan TWA Kawah Ijen dan kompos dengan perbandingan 2:1 ?
  3. Apa manfaat budidaya Cantigi di kawasan TWA Kawah Ijen?
    1. Tujuan Penelitian
Adapun tujuan dari penelitian ini, yaitu :
  1. Mengetahui respon pertumbuhan stek pucuk Cantigi (V. varingiaefolium Bl. Miq.) dengan perbedaan konsentrasi dan lama perendaman Rootone F.
  2. Mengetahui efektivitas pemberian ZPT Rootone F terhadap pertumbuhan akar dan tunas stek pucuk pohon Cantigi antara 0 ppm (kontrol), 50 ppm, 100 ppm, 200 ppm, dan 300 ppm dengan lama perendaman 5 menit dan 10 menit dan dengan menggunakan media tanam berupa tanah asli kawasan TWA Kawah Ijen dan kompos dengan perbandingan 2:1.
  3. Mengetahui fungsi penanaman Cantigi sebagai sekat bakar.
    1. Manfaat Penelitian
Adapun manfaat dari penelitian ini, yaitu :
  1. Dapat memberikan masukan dan sumbangan pemikiran serta sebagai perbandingan bagi penelitian selanjutnya.
  2. Mengetahui respon pertumbuhan dan efektivitas budidaya pohon Cantigi dengan metode perkembangbiakan vegetatif stek pucuk dengan pemberian ZPT Rootone F.
  3. Menyediakan pedoman bermanfaat mengenai stek pucuk pohon Cantigi.




    1. Hipotesis Penelitian
Adapun hipotesis dari penelitian ini, yaitu :
  1. Terjadi interaksi perlakuan pemberian beberapa konsentrasi dan lama perendaman ZPT Rootone F terhadap stek pucuk Cantigi (V. varingiaefolium Bl. Miq.).
  2. Lama perendaman stek pucuk Cantigi dengan lama perendaman 10 menit akan berpengaruh terhadap kecepatan tumbuh akar dan tunas stek pucuk Cantigi.
  3. Pemberian ZPT Rootone F dengan konsentrasi 300 ppm akan berpengaruh dan menghasilkan data yang berbeda terhadap kecepatan tumbuh akar dan tunas stek pucuk Cantigi.






BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Deskripsi Cantigi
Vaccinium varingiaefolium MIQ. (Thibaudia varingifolia BL.). Nama daerah. Sund.: Balekace, Suwagi, Cantigi wungu – Jaw.: Manis reja, mentigi, pacar gunung, temigi. Perdu atau pohon kecil setinggi 0,20 hingga 15 m dan gemang hingga 50 cm, tersebar di Jawa dan mungkin di Sumatera, terdapat hanya di daerah pegunungan di atas 1.600 m, lazim pada tempat terbuka, terutama dekat kawah dan solfatara dan acapkali tumbuh berkelompok. Batang yang sering kali bengkok adalah pendek dan digunakan hanya untuk pembuatan arang, daun muda dimakan menurut Teysman (Natuurk. Tijdschr, dl. VIII, hlm. 211) ia mempunyai rasa yang agak asam, nyaman, dan buah yang hitam dapat juga dimakan, tetapi tidak lebih dari itu (K. & V. – XIII, hlm 152) (Heyne, 1983).
Cantigi (V. varingiaefolium (B1.) Miq.) merupakan salah satu tumbuhan yang tumbuh alami di pulau Jawa. Tumbuhan ini hidup di sekitar kawah pegunungan berapi. Di sekitar Bandung, tumbuhan ini dapat dijumpai mendominasi vegetasi sekitar kawah gunung Tangkuban Perahu dan sekitarnya (Bandung Utara) Pegunungan Patuha (Bandung selatan), serta Gunung Papandayan (Sadiyah, Kodir, 2012). Di wilayah pegunungan di Jawa Timur pun banyak hidup tumbuhan Cantigi ini, di sekitar kawasan kawah Ijen (TWA, Banyuwangi), serta kawasan gunung Bromo (TNBTS). Cantigi (V. varingiaefolium) merupakan tumbuhan yang dapat hidup pada kondisi lingkungan yang ekstrim seperti kadar belerang yang tinggi, temperatur yang tinggi dan pH yang rendah.
Tumbuhan Cantigi ini mempunyai perawakan semak sampai pohon, tinggi dapat mencapai 10 m dan batang dapat mencapai panjang 50 cm sebelum pada akhirnya bercabang banyak dan membentuk tajuk yang bagus. Daunnya agak tebal, bentuk jorong sampai lanset. Daun mudanya berwarna kemerahan, kemudian akan berubah menjadi jingga, kekuningan dan akhirnya menjadi berwarna hijau. Jumlah bunga 5, jarang 4, kelopak bunga berlekuk dan bergerigi. Buah Cantigi dapat dikonsumsi sebagai obat penyegar tubuh. Potensinya adalah sebagai tanaman hias dan tanaman obat (Hartini, 2007). V. varingiaefolium (Bl.) Miq. mempunyai kandungan antosianin dalam buah maupun bagian-bagian lainnya. Menurut Sadiyah dan Kodir (2012) ekstrak buah matang Cantigi ungu (V. vaaringiaefolium (BI.) Miq.) diduga kuat mengandung antosianidin peonidin dan sianidin.
V. varingiaefolium (Bl.) Miq. adalah salah satu spesies yang nilai pentingnya paling tinggi di sekitar Kawah Sikidang. Pada jarak tertentu terdapat perbedaan kenampakan morfologis terutama habitus pohonnya yaitu bertambah tinggi dengan bertambahnya jarak dari kawah. Tanggapan tumbuhan yang tumbuh di sekitar Kawah Sikidang tersebut merupakan fenomena menarik untuk diteliti terutama aktivitas fisiologis dan anatominya (Suyitno, dkk, 2003).
    1. Zat Pengatur Tumbuh (ZPT)
Zat Pengatur Tumbuh (ZPT) adalah senyawa organik yang bukan merupakan zat hara, dan dalam jumlah sedikit mendorong, menghambat, atau mengatur proses fisiologis di dalam tanaman. Keefektifan konsentrasi tertentu, dimana apabila pada konsentrasi yang terlalu tinggi justru dapat merusak bagian yang terluka. Bentuk kerusakannya berupa pembelahan sel dan kalus yang berlebihan dan mencegah tumbuhnya tunas dan akar, sedang konsentrasi dibawah optimum menjadi tidak efektif. Tiga cara pemberian zat pengatur tumbuh metode pencelupan secara cepat (quik dip methode) yaitu dasar stek dicelupkan secara cepat pada larutan dengan konsentrasi yang tinggi, metode perendaman, yaitu dengan merendam dasar stek dalam larutan dengan konsentrasi yang telah ditentukan dengan metode serbuk, yaitu penggunaan zat pengatur tumbuh dengan bentuk talk. Penggunaan zat pengatur tumbuh selain pemilihan konsentrasi zat pengatur tumbuhnya, aplikasi pemberian yang tepat sangat berpengaruh terhadap stek yang akan diberi larutan (Karnomo, 1990).
Penggunaan zat pengatur tumbuh adalah untuk menambah kadar yang ada, guna mempercepat pertumbuhan tanaman dengan harapan agar diperoleh hasil yang lebih cepat dan mungkin lebih besar. Tanggapan (respon) tanaman terhadap pemberian ZPT sangat bervariasi, tergantung pada fase perkembangan yang telah dicapainya. Pertumbuhan akar stek dapat dipercepat dengan menggunakan ZPT, seperti Indol Butyric Acid (IBA), Indol Acetic Acid (IAA), atau Napthalin Acetic Acid (NAA) yang telah diencerkan (Arifin dan Nurhayati, 2005).
    1. Pembiakan vegetatif dengan metode stek
Perkembangbiakan secara vegetatif merupakan alternatif yang perlu diperhatikan, salah satunya adalah dengan cara stek. Perkembangbiakan dengan cara stek diharapkan dapat menjamin sifat-sifat yang sama dengan induknya. Stek adalah perbanyakan tanaman dengan cara pemisahan atau pemotongan bagian tanaman, seperti batang, daun, pucuk dan akar (Ismawan, 1989). Tujuan memisahkan bagian tanaman tersebut adalah untuk menjadikannya tanaman baru. Stek mempunyai banyak jenis, nama stek yang digunakan disesuaikan dengan pemotongan bagian tanaman tersebut. Pada stek dengan menggunakan pemotongan bagian batang dianamkan stek batang, menggunakan pemotongan bagian pucuk dinamakan stek pucuk, begitu seterusnya. Bagian tanaman yang dipotong kemudian diberikan perlakuan, ditanam hingga siap untuk disemaikan dan menjadi tanaman baru.
Bibit stek diperoleh dengan memisahkan atau memotong beberapa bagian dari tanaman, seperti akar, batang, daun dan tunas dengan maksud agar bagian-bagian tersebut membentuk akar. Kelebihan dari cara perbaikan tanaman ini adalah caranya yang sederhana (tidak memerlukan teknik-teknik tertentu yang rumit) dan bibit yang diperoleh mewarisi sifat-sifat yang dimiliki induknya.
    1. Stek Pucuk
Stek pucuk merupakan metoda perbanyakan vegetatif dengan cara menumbuhkan terlebih dahulu tunas-tunas aksilar pada media tumbuh dipersemaian hingga tunas tersebut berakar (rooted cutting) sebelum semai yang dihasilkan ditransfer ke lapangan. Keberhasilan stek pucuk tergantung beberapa faktor dalam dan faktor luar. Faktor dalam diantaranya adalah tingkat ketentuan donor stek, kondisi fisiologi stek, waktu pengumpulan stek dan lain sebagainya. adapun yang termasuk faktor luar antara lain adalah media perakaran, suhu, kelembaban, intensitas cahaya dan hormon pengatur tumbuh (Nababan, 2009).


    1. Faktor yang mempengaruhi pertumbuhan stek pucuk
Pertumbuhan stek pucuk dikatakan berhasil apabila stek tersebut tumbuh akar. Menurut Rochiman dan Harjadi (1973) timbulnya akar adalah tolak ukur berhasil tidaknya stek, dan beberapa faktor yang mempengaruhi penyetekan adalah faktor tanaman, faktor lingkungan dan faktor pelaksanaan.
Menurut Danu, dkk (2011) “Pertumbuhan stek dipengaruhi oleh interaksi faktor genetik dan faktor lingkungan”. Pengaruh pertumbuhan stek oleh faktor genetik atau biasanya disebut faktor dalam, meliputi kandungan cadangan makanan dalam jaringan bagian tanaman yang dijadikan stek. Kondisi lingkungan seperti media tumbuh, intensitas cahaya, suhu, kelembaban serta teknik dalam penyetekan merupakan pengaruh pertumbuhan stek oleh faktor luar.
  1. Faktor tanaman
    1. Macam bahan stek
Menurut Mardianto (2006) bahan stek yang baik diambil dari tanaman yang berumur sedang. Bila diambil dari tanaman yang sudah tua akan diperlukan waktu yang lama untuk tumbuhnya akar dan tunas. Sebaiknya jika mengambil bahan stek yang terlalu muda dan lunak, proses transpirasi akan berlangsung dengan cepat, sehingga kemampuan tumbuh berkurang. Selain itu stek mudah membusuk, baik akibat luka potongan maupun oleh cendawan.
Wudianto (1993) mengungkapkan bahwa untuk memudahkan pertumbuhan akar pada stek lebih baik memilih bahan stek yang berwarna kehijauan karena, bahan seperti itu memiliki kandungan nitrogen dan karbohidrat yang tinggi. Dalam memilih bahan stek perlu memperhatikan : kesehatan batang dan daun, tunas vertikal (orthotropic) dan tunas muda (juvenil) (Sakai dan Subiakto, 2007). Faktor dalam yang mempunyai peran penting dalam keberhasilan pembiakan stek adalah keberadaan nutrisi dan kandungan cadangan makanan dalam bahan stek. Dan juga dalam memilih bahan stek perlu memperhatikan: kesehatan batang dan daun, tunas vertikal (orthotropic) dan tunas muda (juvenile).
    1. Umur bahan stek
Bahan stek dari jaringan tanaman yang masih muda lebih mudah diperbanyak dan lebih cepat terbentuk akar bila dibandingkan tanaman yang sudah tua (Moko, 2004). Stek dengan jaringan tanaman yang semakin tua akan semakin menurun tingkat kemampuannya untuk berakar dan tingkat keberhasilan menjadi tanaman baru semakin rendah pula. Menurunnya kemampuan stek ini kemungkinan dikarenakan fungsi kofaktor auksin pada senyawa fenol bahan stek yang tua semakin rendah. Dan auksin merupakan senyawa yang berperan penting dalam pertumbuhan akar pada stek.
    1. Adanya tunas dan daun pada stek
Pembentukan akar tidak akan terjadi bila seluruh tunas dihilangkan atau bila tunas-tunas tersebut dalam kondisi istirahat, sebab tunas berfungsi sebagai auksin yang mampu menstimulir pembentukan akar, terutama saat tunas mulai muncul (Rochiman dan Harjadi, 1973). Daun pun mempunyai peranan penting dalam proses pembentukan akar, karena daun akan melakukan proses asimilasi. Jumlah daun akan mempengaruhi tingkat keberhasilan pertumbuhan akar pada stek. Apabila jumlah daun terlalu banyak maka tingkat penguapan yang dilakukan terlalu tinggi dan kurang efektif untuk pertumbuhan akar. Jumlah daun untuk bahan stek yang ideal minimal berjumlah dua helai untuk menjaga kesegaran dan agar laju penguapan tidak terlalu tinggi. Adanya tunas dan daun pada bahan stek maka akan merangsang pertumbuhan akar, hal itu karena akar diketahui tunas dan daun memproduksi auksin. Auksin ini bergerak secara basipetal dan terkumpul di dasar stek (luka bekas potongan) dimana akar terbentuk (Hartmann dan Kester, 1983).
    1. Kandungan bahan makanan
Bahan stek khususnya stek batang yang memiliki kandungan karbohidrat tinggi sekali, tetapi kandungan nitrogennya sedikit akan memproduksi akar dalam jumlah banyak dengan tunas yang lemah, dan sebaliknya jika karbohidratnya cukup dan kandungan nitrogennya tinggi maka akan menghasilkan akar yang sedikit dengan tunas yang kuat (Rochiman dan Harjadi, 1973). Kandungan nitrogen yang tinggi dimiliki oleh bahan stek yang berwarna kehijau-hijauan. Tingginya kandungan nitrogen inilah yang menjadikan batang dalam menstimulasi pertumbuhan akar akan menjadi lebih efektif.
  1. Faktor lingkungan
    1. Media pertumbuhan
Media tanam merupakan bahan yang penting sebagai tempat tumbuh dan melekatnya akar tanaman. Media tanaman sangat penting untuk tanaman. Media tanam tersebut menentukan pertumbuhan yang pada akhirnya terhadap produktivitas tanaman. Media yang digunakan untuk perbanyakan tanaman mempunyai beberapa persyaratan, yaitu cukup kompak (firm and dense) agar kuat menopang tegaknya batang, mempunyai kapasitas pegang air (water holding capacity) yang cukup baik untuk perkembangannya dan tidak terlalu lembab karena akan merangsang pertumbuhan jamur yang dapat menyebabkan penyakit (Sumiasri dan Setyowati, 2006). Salah satu unsur penentu keberhasilan proses pembentukan akar adalah media tanam. Karakteristik media tanaman seperti kandungan kimia, sifat fisik dan kandungan mikrobiologi menjadi pemilihan media yang harus diperhatikan. Penanganan media harus memperhatikan pula kelembaban dengan cara melakukan penyiraman secara berkala dan untuk menjaga suhu optimum bagi media yakni dibawah 30ºC perlu dilakukannya perlindungan seperti menjaga media agar tidak terkena langsung sinar matahari, misalnya dengan menggunakan perlindungan sungkup atau media diletakkan di bawah naungan.
    1. Suhu udara
Suhu maksimum dan minimum yang mendukung pertumbuhan tanaman biasanya 5º-35ºC. Suhu dimana pertumbuhan optimum berlangsung berbeda-beda menurut tanamannya dan berbeda-beda sesuai tahap perkembangannya. Tanaman yang telah menyesuaikan diri dengan iklim dingin, akarnya lebih peka terhadap suhu rendah daripada batangnya, kuncup bungan lebih lemah daripada kuncup daun (Setiawan, 2009). Suhu udara yang tepat untuk merangsang pembentukan primordia adalah 26º-29ºC, sedangkan suhu dalam sungkup dan media tumbuh berkisar antara 20º sampai dengan 24ºC. Untuk mengkondisikan iklim mikro pada tempat stek maka dibutuhkan suatu cara atau mekanisme sehingga dapat mengatur kestabilan suhu udara (Yasman dan Smith, 1988).
    1. Kelembaban udara
Kandungan uap air udara di daerah tropik biasanya lebih besar dari pada di daerah iklim sedang. Variasi musiman sangat kecil dan kelembaban relatif selalu di atas 80%. Kandungan uap air udara yang besar dan variasi suhu harian yang besar menyebabkan pembentukan embun menjadi suatu yang umum bagi daerah tropik. Evaporasi embun sedikit mengawetkan lengas tanah tetapi pengaruh embun yang lebih besar adalah dalam menciptakan kondisi yang cocok bagi perkembangan berbagai penyakit tumbuhan (Setiawan, 2009).
    1. Intensitas cahaya
Cahaya matahari merupakan sumber utama energi bagi kehidupan, tanpa adanya cahaya matahari kehidupan tidak akan ada. Bagi pertumbuhan tanaman ternyata pengaruh cahaya selain ditentukan oleh kualitasnya ternyata ditentukan intensitasnya. Intensitas cahaya adalah banyaknya energi yang diterima oleh suatu tanaman per satuan luas dan per satuan waktu (kal/cm2/hari). Dengan demikian pengertian intensitas yang dimaksud sudah termasuk lama penyinaran, yaitu lama matahari bersinar dalam satu hari. Pada dasarnya intensitas cahaya matahari akan berpengaruh nyata terhadap sifat morfologi tanaman. Hal ini dikarenakan intensitas cahaya matahari dibutuhkan untuk berlangsungnya penyatuan CO2 dan air untuk membentuk karbohidrat (Lukitasari, 2012). Cahaya matahari mempunyai peranan penting bagi proses fisiologi tanaman seperti fotosintesis, respirasi, pertumbuhan dan menutup membukanya stomata. Tingkat produksi tanaman ditentukan oleh ketersediaan cahaya matahari.
    1. Faktor zat pengatur tumbuh (ZPT)
Untuk mempercepat pembentukan akar pada tanaman lada, cabang buah dapat digunakan zat pengatur tumbuh buatan yang diberi secara eksogen (dari luar). Salah satu zat pengatur tumbuh dari jenis auksin yang digunakan untuk membantu mempercepat keluarnya akar pada stek adalah ZPT Rootone F, yang mengandung beberapa bahan aktif senyawa seperti auksin seperti NAA, dan IBA (Darliana, 2006). Untuk mempercepat keberhasilan teknik pembibitan melalui pembiakan secara vegetatif, perlu penggunaan zat pengatur tumbuh dalam membantu tumbuhnya perakaran. Penggunaan Rootone F sebagai zat pengatur tumbuh tanaman selain harganya yang relatif lebih murah dibanding hormon IAA dan IBA, keberadaannya relatif lebih mudah ditemukan di pasaran. Rootone F terdiri atas senyawa-senyawa yang menjadi bahan aktifnya yaitu i-Naphtalene-Acetamide (NAD) 0,067%, 2 Methyl-I-Naphtalene acetic acid (MNAA) 0,333%, 3 Methyl-I Naphtalene acetamide (MNAD) 0,0135, Indole-3-butyric acid (IBA) 0,051% serta Tetramanethyl-thiuram disulfide (Thiram 4%). Rootone F tidak digolongkan hormon tetapi lebih tepat sebagai zat pengatur tumbuh karena kandungan Thiram yang relatif tinggi dibandingkan dengan bahan aktif lainnya (Sudomo, dkk, 2012).
  1. Faktor pelaksanaan
    1. Waktu pengambilan bahan stek
Pengambilan bahan stek lebih baik dilakukan pada saat tanaman masih optimal. Keadaan cadangan makanan yang masih optimal pada saat tanaman belum melakukan proses fotosintesis. Ketika kelembaban tinggi dan tanaman sedang tidak dalam pertumbuhan atau dorman adalah waktu yang efektif untuk pengambilan bahan stek. Maka dapat disimpulkan bahwa waktu yang tepat untuk pengambilan bahan stek adalah diwaktu pagi hari, pada saat cadangan makanan banyak dan keadaan kelembaban tinggi.
    1. Teknik pemotongan stek
Pengambilan bahan stek menggunakan pisau yang tajam. Hal ini dilakukan untuk menghindari terjadinya pemecahan batang pada saat dipotong dan juga agar mudah membentuk kalus. Batang yang telah diberi perlakuan awal dipotong dengan panjang 10-15 cm, kemudian dimasukkan dalam ember yang telah berisi air. Bentuk potongan stek dibuat miring dengan sudut 45º. Pemotongan stek dilakukan di dalam air. Tujuannya agar jaringan pembuluh pada stek yang baru dipotong terisi oleh air agar memudahkan penyerapan zat makanan (Erny, 2008).


BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Tempat dan Waktu
Tempat penelitian budidaya pohon Cantigi dengan stek pucuk dilakukan di kawasan gunung Ijen, Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam Jawa Timur (BBKSDA Jatim) – Seksi Konservasi Wilayah V Banyuwangi. Waktu pelaksanaan penelitian dilakukan pada bulan Februari Maret 2015.
3.2 Alat dan Bahan
Penelitian budidaya pohon Cantigi dengan stek pucuk membutuhkan beberapa peralatan dan bahan. Peralatan yang dibutuhkan dalam penelitian ini yaitu cangkul dan cetok untuk pengolahan media tumbuh. Pisau atau cuter untuk memotong bagian tanaman yang akan distek. Sungkup yg terbuat dari plastik bening. Handsprayer atau gembor untuk perawatan tanaman. Polybag untuk media tanam. Label untuk pemberian nama pada masing-masing tanaman untuk membedakan karena perlakuan pada setiap tanaman berbeda. Penggaris dan pita ukur digunakan untuk pengukuran sampel dan peralatan lainnya sesuai dengan yang dibutuhkan pada saat pelaksanaan.
Bahan-bahan yang digunakan pada penelitian ini ada beberapa bahan, yaitu media, pada bahan media ini menggunakan tanah hutan asli TWA Kawah Ijen dan kompos dengan perbandingan 2:1.




3.3 Metode Penelitian
  1. Penentuan Jumlah Perlakuan (t)
Cantigi yang di kawasan TWA Kawah Ijen. Budidaya dilakukan dengan cara perkembangbiakan secara vegetatif yaitu dengan stek pucuk. Menurut Sakai dan Subiakto (2007), untuk jumlah daun yang terlalu banyak akan kurang efektif karena memiliki tingkat penguapan yang tinggi, untuk itu idealnya disisakan minimal 2 pada bahan stek yang kemudian daunnya dipotong sehingga tinggal 1/3-1/2 bagian, dengan begitu tanaman tetap segar dan laju penguapan tidak terlalu besar. Akan tetapi pada stek pucuk cantigi ini dilakukan dengan pengambilan sampel pada pucuk pohon Cantigi dengan ukuran panjang stek 5cm dengan menyisakan ± 4-7 helai daun tergantung dari besar kecilnya ukuran daun, panjang daun 0,5-1,5 cm, kemudian diberikan beberapa perlakuan pada sampel tersebut. Perlakuan (t) menggunakan dua faktor, yaitu (P) lama perendaman dan (K) konsentrasi ZPT Rootone F. Penelitian menggunakan metode rancangan acak kelompok (RAK) faktorial. Perlakuan didapatkan dari hasil kombinasi antara dua faktor, perendaman dan konsentrasi, sebagai berikut:
Tabel 1. Kombinasi lama perendaman ZPT dengan konsentrasi ZPT Rootone F
Lama Perendaman
K1
K2
K3
K4
P1
P1K1
P1K2
P1K3
P1K4
P2
P2K1
P2K2
P2K3
P2K4
Keterangan :
P0K0 = sampel tanpa perendaman dan tanpa konsentrasi ZPT Rootone F (kontrol)
Faktor 1 : lama perendaman
P1 = sampel dengan perendaman ZPT Rootone F selama 5 menit
P2 = sampel dengan perendaman ZPT Rootone F selama 10 menit
Faktor 2 : konsentrasi ZPT Rootone F
K1 = sampel diberikan perlakuan ZPT Rootone F dengan konsentrasi 50 ppm
K2 = sampel diberikan perlakuan ZPT Rootone F dengan konsentrasi 100 ppm
K3 = sampel diberikan perlakuan ZPT Rootone F dengan konsentrasi 200 ppm
K4 = sampel diberikan perlakuan ZPT Rootone F dengan konsentrasi 300 ppm
ZPT Rootone F ditimbang dengan menggunakan timbangan analitik, dengan bobot masing-masing 0,05 mg, 0,1 mg; 0,2 mg; dan 0,3 mg yang dilarutkan dengan aquades menjadi 1000 ml, sehingga diperoleh konsentrasi ZPT 50 ppm, 100 ppm, 200 ppm dan 300 ppm.
  1. Penentuan Ulangan Minimum (r)
Metode penelitian yang digunakan dengan menggunakan pola rancangan acak kelompok (RAK) dua faktorial didapatkan ulangan sebanyak 3 kali ulangan dari hasil perhitungan dengan menggunakan rumus (t-1) (r-1) ≥ 15.
Tabel 2. Kombinasi perlakuan dengan jumlah ulangan
Perlakuan
A
B
C
P1K1
P1K1 A
P1K1 B
P1K1 C
P1K2
P1K2 A
P1K2 B
P1K2 C
P1K3
P1K3 A
P1K3 B
P1K3 C
P1K4
P1K4 A
P1K4 B
P1K4 C
P2K1
P2K1 A
P2K1 B
P2K1 C
P2K2
P2K2 A
P2K2 B
P2K2 C
P2K3
P2K3 A
P2K3 B
P2K3 C
P2K4
P2K4 A
P2K4 B
P2K4 C
  1. Penentuan Lokasi (Rancangan Lingkungan)
Penelitian ini akan dilaksanakan di Paltuding yang berada pada kawasan TWA Kawah Ijen dengan ketinggian 1.800 mdpl, sehingga pembuatan plot maupun bedeng tanam akan dilakukan di Pos Paltuding. Pembuatan plot maupun bedeng dibuat dengan tidak permanen agar tidak merusak dan mengganggu kegiatan di TWA Kawah Ijen. Bedeng akan dibuat dengan sederhana dengan menggunakan tali rafia maupun bambu, bedeng dibuat dengan menggunakan bambu dan di sungkup dengan plastik bening. Bedeng menghadap arah Utara dan Selatan agar sinar matahari dapat menyinari stek pucuk pohon Cantigi secara merata.
  1. Pengacakan perlakuan
Pada rancangan acak kelompok (RAK) pengacakan dilakukan satu kali, sehingga satu perlakuan menempati satu kotak atau satu tempat saja. Pengacakan juga akan dibedakan berdasarkan kelompok yang meliputi kelompok ulangan 1, kelompok ulangan 2 dan kelompok ulangan 3. Pengacakan perlakuan dan pembuatan denah percobaan dilakukan sebagai berikut :
Keterangan :
  • A = stek ulangan 1
  • B = stek ulangan 2
  • C = stek ulangan 3
  • K = sebagai kontrol
  • Setiap kombinasi perlakuan terdapat 10 sampel
Ulangan I
Ulangan II
Ulangan III


P1K1 A
P2K2 A
P2K4 B
P1K4 B
P2K2 C
P2K3 C
10x
10x
10x


P1K2 A
K A
P1K3 B
P2K3 B
P1K3 C
P1K2 C


P2K4 A
P1K4 A
P2K1 B
P1K2 B
P2K3 A
P2K2 B
P2K4 C
P2K1 C
K C
10x
10x
10x


P2K1 A
P1K4 C
KB


P1K3 A
P1K1 B
P1K1 C






3.4 Pelaksanaan Penelitian
Pelaksanaan penelitian ini dilakukan dalam beberapa tahapan proses penelitian, meliputi :
  1. Identifikasi Masalah
Di identifikasi dari beberapa permasalahan pada kawasan pegunungan yang rawan terjadi kebakaran seperti di kawasan TWA Kawah Ijen yang dapat merusak vegetasi yang ada di dalamya termasuk juga pohon Cantigi yang mana di kawasan TWA Kawah Ijen habitatnya berada pada ketinggian di atas 2.000 mdpl, maka budidaya tanaman Cantigi penting untuk dilakukan guna penanggulangan kebakaran hutan dengan cara penanaman kembali pada kawasan yang telah terbakar akibat kebakaran hutan.
  1. Penyusunan Pustaka
Penyusunan pustaka dilakukan untuk mempermudah dalam pelaksanaan penelitian budidaya Cantigi. Pustaka mengenai pohon Cantigi, tentang budidaya secara vegetatif dengan metode stek pucuk, penggunaan zat pengatur tumbuh, serta pengaruh media tumbuh dikumpulkan untuk penyusunan pustaka ini. Juga dilakukan penyusunan rancangan perlakuan dan rancangan lingkungan.

  1. Pembuatan Tempat Stek Pucuk
Pada proses pembuatan atau pembudidayaan, yang pertama kali dilakukan adalah yaitu membuat sungkup untuk perlindungan tanaman budidaya dan agar tanaman tidak terlalu banyak melakukan penguapan. Sungkup terbuat dari plastik transparan tebal yang berdiri dengan bantuan bambu, disusun dengan penggunaan paku, kawat, selotip serta tali. Pembuatan bedeng akan dilakukan di kawasan TWA Kawah Ijen dengan arah bedeng menghadap ke utara dan selatan agar stek terkena sinar matahari secara merata.
  1. Pembuatan Media
Media yang digunakan dalam budidaya ini dengan menggunakan tanah asli kawasan hutan TWA Kawah Ijen dengan penambahan pupuk kompos dengan perbandingan 2:1. Kemudian media dimasukkan ke dalam polybag.
  1. Perlakuan Stek
Batang muda pohon Cantigi yang akan digunakan sebagai bahan stek diletakkan didalam botol air mineral berukuran 1,5 liter yang diberi sedikit air dengan kondisi tertutup guna mengurangi penguapan dan menjaga stek Cantigi agar tetap segar.
  1. Penanaman Stek
Stek pohon Cantigi yang telah diambil direndam terlebih dahulu pada ZPT Rootone F dengan waktu perendaman dan konsentrasi yang telah ditentukan pada rancangan perlakuan, kemudian stek ditancapkan pada media dengan kedalaman 2 cm. Stek akan ditanam pada bedeng yang telah disungkup. Penanaman stek pucuk ini dilakukan pada pagi hari.

  1. Pemeliharaan
Pemeliharaan pada stek pohon Cantigi dilakukan dengan penyiraman setiap dua hari satu kali pada setiap pagi hari, tepatnya sekitar pukul 06.00 s/d 09.00 atau melihat kondisi dari media. Pembersihan gulma yang tumbuh di dalam polybag atau di dalam bedeng juga perlu dilakukan agar Cantigi tidak terganggu dalam proses pertumbuhannya.
3.5 Parameter Penelitian
Penelitian ini menggunakan beberapa parameter untuk mendapatkan hasil yang diperlukan bagi peneliti. Parameter yang digunakan antara lain :
1. Perhitungan jumlah tunas baru yang tumbuh dari stek pucuk pohon Cantigi. Perhitungan tunas dilakukan dalam jarak waktu satu minggu.
  1. Pengukuran panjang tunas dilakukan dengan penggaris mulai dari batas bawah yang ditentukan hingga ujung tunas. Pengukuran panjang tunas dilakukan dalam jarak waktu satu minggu.
  2. Pengukuran panjang akar dilakukan pada akhir penelitian dengan menggunakan penggaris, pengukuran panjang akar dilakukan untuk membandingkan dari setiap perlakuan yang diberikan.
  3. Perhitungan jumlah akar dilakukan dengan menghitung akar yang kluar dari tunas yang diberi perlakuan. Perhitungan dilakukan setelah penelitian dilakukan.
  4. Pengukuran berat basah akar dilakukan dengan cara menimbang langsung setelah penelitian selesai dilaksanakan. Untuk mendapatkan
  5. Pengukuran berat kering akar dilakukan dengan cara mengeringkan akar ke dalam oven dengan suhu 80ºC selama 1x24 jam atau hingga berat akar konstan.
3.6 Analisa Data
Data yang diperoleh dianalisa menggunakan analisis ragam dengan Rancangan Acak Kelompok (RAK) dua faktorial, dengan menggunakan uji BNJ dengan taraf 5%.


























BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil dan Pembahasan
Pertumbuhan stek pucuk Cantigi (Vaccinium varingiaefolium Bl. Miq.) dengan menggunakan lama perendaman yaitu 5 menit dan 10 menit dan berbagai konsentrasi dari Zat Pengatur Tumbuh Rootone F yaitu 0 ppm (kontrol), 50 ppm, 100 ppm, 200 ppm serta 300 ppm. Selama 74 hari setelah penanaman dan pengamatan dari berbagai perlakuan yang diberikan pada stek pucuk cantigi ini memberikan respon yang bermacam-macam. Hasil tersebut dapat dilihat dari parameter pengamatan seperti jumlah tunas, panjang tunas, jumlah akar, panjang akar, berat basah akar serta berat kering akar.
  1. Jumlah Tunas
Pengamatan pertama kali untuk jumlah tunas dilakukan pada minggu ke lima setelah penanaman. Hal ini dilakukan karena terlihatnya kemunculan tunas pada minggu ke lima setelah penanaman. Hasil yang didapatkan dari pengamatan pengaruh lama perendaman dan Zat Pengatur Tumbuh untuk jumlah tunas ini pada pengamatan pertama sampai dengan pengamatan keenam.
Pada tabel 3 menunjukkan adanya pengaruh pada pemberian perlakuan berbagai lama perendaman pada tanaman Cantigi. Penambahan nilai jumlah tunas terbanyak pada pengamatan pertama yaitu P2 dengan nilai 14,52 dan nilai terendah adalah kontrol dengan nilai 0,31 pada pengamatan ketiga. Perlakuan pemberian berbagai konsentrasi Zat Pengatur Tumbuh Rootone F pada tanaman Cantigi memiliki pengaruh pada pertambahan jumlah tunas Cantigi. Tabel 3 menunjukkan penambahan jumlah tunas terbanyak yaitu K4 pada pengamatan pertama dengan nilai 15,96 dan nilai pertambahan jumlah tunas terendah adalah kontrol pada pengamatan ketiga yaitu dengan nilai 0,31.
Tabel 3. Rata-rata jumlah tunas dari perlakuan berbagai konsentrasi ZPT Rootone F dan berbagai lama perendaman terhadap tanaman Cantigi (V. varingiaefolium Bl. Miq.).
Perlakuan
Jumlah tunas Cantigi
5 mst
6 mst
7 mst
8 mst
9 mst
10 mst
Perlakuan vs kontrol
3,90a
0,65a
0,40a
0,41a
0,43a
0,44a
Kontrol
5,14a
1,16a
0,31a
0,38a
0,33a
0,32a







Kontrol
5,14a
1,16a
0,31a
0,38a
0,33a
0,32a
P1
9,85a
1,77a
1,18a
1,22a
1,38a
1,38a
P2
14,52a
1,76a
1,20a
1,26a
1,23a
1,25a







Kontrol
5,14a
1,16a
0,31a
0,38a
0,33a
0,32a
K1
13,63a
1,81a
0,92a
1,03a
1,08a
1,10a
K2
11,17a
1,50a
1,00a
1,00a
1,00a
1,15a
K3
8,00a
1,83a
1,43a
1,33a
1,58a
1,50a
K4
15,96a
1,91a
1,43a
1,60a
1,55a
1,50a
Keterangan: angka yang diikuti huruf yang sama menunjukkan bahwa hasil pengamatan berpengaruh tidak nyata, dan angka yang diikuti dengan huruf yang berbeda menunjukkan hasil pengamatan yang berpengaruh nyata.
  1. Panjang Tunas
Pengamatan penambahan panjang tunas tanaman Cantigi pada penelitian ini sama halnya dengan pengamatan penambahan jumlah tunas yang dilakukan pada minggu kelima sampai dengan minggu kesepuluh. Pada enam kali pengamatan, pengaruh yang dihasilkan dari penambahan panjang tunas tanaman Cantigi dengan perlakuan lama perendaman dan berbagai konsentrasi ZPT Rootone F adalah tidak berbanding nyata.
Pengaruh pada pemberian perlakuan beberapa lama perendaman pada tanaman Cantigi ini ditunjukkan pada tabel 4. Hasil yang ditunjukkan pada tabel ini nilai tertinggi pada pemberian perlakuan lama perendaman ada pada P1 yaitu pada pengamatan pertama dengan nilai 2,66. Nilai terendah adalah kontrol pada pengamatan ketiga dengan nilai 0,31. Perlakuan pemberian berbagai konsentrasi Zat Pengatur Tumbuh Rootone F pada tanaman Cantigi memiliki pengaruh pada pertambahan panjang tunas Cantigi. Tabel 4 menunjukkan penambahan jumlah tunas dengan nilai tertinggi yaitu K4 pada pengamatan pertama dengan nilai 3,44 dan nilai pertambahan jumlah tunas terendah adalah kontrol pada pengamatan ketiga yaitu dengan nilai 0,31.
Tabel 4. Rata-rata panjang tunas dari perlakuan berbagai konsentrasi ZPT Rootone F dan berbagai lama perendaman terhadap tanaman Cantigi (V. varingiaefolium Bl. Miq.).
Perlakuan
Panjang tunas Cantigi
5 mst
6 mst
7 mst
8 mst
9 mst
10 mst
Perlakuan vs kontrol
0,87a
0,59a
0,42a
0,41a
0,43a
0,43a
Kontrol
0,50a
1,16a
0,31a
0,38a
0,37a
0,32a







Kontrol
0,50a
1,16a
0,31a
0,38a
0,37a
0,32a
P1
2,66a
1,77a
1,18a
1,22a
1,38a
1,33a
P2
2,55a
1,76a
1,32a
1,26a
1,23a
1,27a







Kontrol
0,50a
1,16a
0,31a
0,38a
0,37a
0,32a
K1
2,38a
1,81a
1,00a
1,03a
1,08a
1,10a
K2
1,95a
1,50a
1,00a
1,00a
1,00a
1,15a
K3
2,65a
1,83a
1,43a
1,33a
1,58a
1,42a
K4
3,44a
1,91a
1,58a
1,60a
1,55a
1,53a
Keterangan: angka yang diikuti huruf yang sama menunjukkan bahwa hasil pengamatan berpengaruh tidak nyata, dan angka yang diikuti dengan huruf yang berbeda menunjukkan hasil pengamatan yang berpengaruh nyata.
  1. Panjang Akar
Hasil dari pertambahan tumbuh akar berbeda dengan pertambahan tumbuh tunas. Pengaruh yang dihasilkan dari penambahan panjang akar tanaman Cantigi dengan perlakuan lama perendaman dan berbagai konsentrasi Zat Pengatur Tumbuh Rootone F adalah berbanding nyata.
Pada tabel 5 dapat diketahui bahwa P1 mempunyai nilai tertinggi untuk perlakuan lama perendaman dengan nilai 10,46. Nilai terendah pada perlakuan lama perendaman ada pada kontrol dengan nilai 2,12. Pada tabel 5, pada perlakuan konsentrasi tingkat pertumbuhan panjang akar tertinggi adalah K3 dengan nilai 12,12. Nilai terendah pada perlakuan pemberian konsentrasi ada pada kontrol dengan nilai 2,12.
Tabel 5. Rata-rata panjang akar dari perlakuan berbagai konsentrasi ZPT Rootone F dan berbagai lama perendaman terhadap tanaman Cantigi (V. varingiaefolium Bl. Miq.).
Perlakuan
panjang akar Cantigi
10 mst
Perlakuan vs kontrol
3,04a
Kontrol
2,12a


Kontrol
2,12a
P1
10,46c
P2
7,78b


Kontrol
2,12a
K1
4,84b
K2
7,92c
K3
12,12d
K4
11,61d
Keterangan: angka yang diikuti huruf yang sama menunjukkan bahwa hasil pengamatan berpengaruh tidak nyata, dan angka yang diikuti dengan huruf yang berbeda menunjukkan hasil pengamatan yang berpengaruh nyata.
  1. Jumlah Akar
Pegamatan pada jumlah akar dilakukan pada pengamatan terakhir. Pertumbuhan jumlah akar dipengaruhi oleh kedua perlakuan yaitu beberapa lama perendaman dan berbagai konsentrasi Zat Pengatur Tumbuh Rootone F. Pengamatan pada pertumbuhan jumlah akar pada pengamatan keenam ini adalah tidak berbanding nyata.
Pertumbuhan jumlah akar terbanyak yg mempunyai nilai tertinggi ada pada P2 dengan nilai 44,75 ditunjukkan pada tabel 6. Nilai terendah pada perlakuan perendaman yaitu ada pada kontrol dengan nilai 5,11. Perlakuan pemberian berbagai konsentrasi untuk tanaman Cantigi pada penelitian ini nilai tertinggi terdapat pada K4 dengan nilai 55,83. Nilai terendah pada perlakuan konsentrasi yaitu ada pada kontrol dengan nilai 5,11.
Tabel 6. Rata-rata jumlah akar dari perlakuan berbagai konsentrasi ZPT Rootone F dan berbagai lama perendaman terhadap tanaman Cantigi (V. varingiaefolium Bl. Miq.).
Perlakuan
jumlah akar Cantigi
10 mst
Perlakuan vs kontrol
14,83a
Kontrol
5,11a


Kontrol
5,11a
P1
44,21a
P2
44,75a


Kontrol
5,11a
K1
23,25a
K2
43,33a
K3
55,50a
K4
55,83a
Keterangan: angka yang diikuti huruf yang sama menunjukkan bahwa hasil pengamatan berpengaruh tidak nyata, dan angka yang diikuti dengan huruf yang berbeda menunjukkan hasil pengamatan yang berpengaruh nyata.
  1. Berat Basah Akar
Pengamatan berat basah akar dilakukan dengan mencabut tanaman Cantigi. Pencabutan tanaman dilakukan dengan sangat hati-hati agar akar pada tanaman Cantigi tidak rusak. Setelah mencabutnya dilakukan pembersihan akar dari tanah. Dan menimbang akar dengan menggunakan timbangan analitik. Pengamatan berat basah akar yang dilakukan hasilnya adalah tidak berbanding nyata.
Pengukuran berat basah akar Cantigi dengan nilai tertinggi terdapat pada P1 dengan nilai 0,13. Nilai terendah pada perlakuan perendaman ada pada kontrol dengan nilai 0,02. Pada perlakuan pemberian berbagai konsentrasi Zat Pengatur Tumbuh Rootone F nilai tertinggi pada pengamatan berat basah akar ada pada K4 dengan nilai 0,17. Nilai terendah terdapat pada kontrol dengan nilai 0,02.
Tabel 7. Rata-rata berat basah akar dari perlakuan berbagai konsentrasi ZPT Rootone F dan berbagai lama perendaman terhadap tanaman Cantigi (V. varingiaefolium Bl. Miq.).
Perlakuan
berat basah akar Cantigi
10 mst
Perlakuan vs kontrol
0,04a
Kontrol
0,02a


Kontrol
0,02a
P1
0,13a
P2
0,12a


Kontrol
0,02a
K1
0,04a
K2
0,13a
K3
0,14a
K4
0,17a
Keterangan: angka yang diikuti huruf yang sama menunjukkan bahwa hasil pengamatan berpengaruh tidak nyata, dan angka yang diikuti dengan huruf yang berbeda menunjukkan hasil pengamatan yang berpengaruh nyata.
  1. Berat Kering Akar
Pengamatan berat kering akar dilakukan setelah dilakukannya pengukuruan pada berat basah akar. Sampel akar dimasukkan kedalam oven dengan suhu 80° selama 1 x 24 jam atau hingga berat konstan. Pengukuran berat kering akar tertinggi ditunjukkan pada tabel 8 untuk pemberian perlakuan lama perendaman pada P1 dengan nilai 0,09 dan nilai terendah ada pada kontrol dengan nilai 0,01. Nilai tertinggi untuk pemberian perlakuan dari berbagai konsentrasi terdapat pada K4 dengan nilai 0,13. Nilai terendah perlakuan konsentrasi terdapat pada kontrol dengan nilai 0,01.
Tabel 8. Rata-rata berat kering akar dari perlakuan berbagai konsentrasi ZPT Rootone F dan berbagai lama perendaman terhadap tanaman Cantigi (V. varingiaefolium Bl. Miq.).
Perlakuan
Rerata berat kering akar Cantigi
10 mst
Perlakuan vs kontrol
0,03a
Kontrol
0,01a


Kontrol
0,01a
P1
0,09a
P2
0,08a


Kontrol
0,01a
K1
0,03a
K2
0,09a
K3
0,11a
K4
0,13a
Keterangan: angka yang diikuti huruf yang sama menunjukkan bahwa hasil pengamatan berpengaruh tidak nyata, dan angka yang diikuti dengan huruf yang berbeda menunjukkan hasil pengamatan yang berpengaruh nyata.
4.2 Pembahasan
Cantigi (V. varingiaefolium Bl. Miq.) ini mempunyai perawakan semak sampai pohon, tinggi dapat mencapai 10 m dan batang dapat mencapai panjang 50 cm sebelum pada akhirnya bercabang banyak dan membentuk tajuk yang bagus. Kayunya sangat keras (lignosus), daunnya agak tebal (carnosus), bentuk jorong (ovalis atau elipticus) sampai lanset (lanceolatus). Jenis ini tersebar di seluruh Jawa di atas 1.350 m dpl, namun umum ditemukan pada 1.800 - 3.340 m dpl. Potensinya adalah sebagai tanaman hias dan juga tanaman obat (Hartini, 2007). Tanaman Cantigi diduga hanya bisa tumbuh didaerah dengan ketinggian di atas 1.500 mdpl. Hal ini dikarenakan tanaman Cantigi membutuhkan suhu udara yang rendah antara 12-25° C. Dapat dibuktikan pada kawasan TWA Kawah Ijen, tempat yang banyak tumbuh tanaman Cantigi adalah di sekitar kawah atau di ketinggian lebih dari 2.000 mdpl dan dengan suhu udara rendah.
Berdasarkan dari hasil penelitian dengan menggunakan kombinasi 2 lama perendaman dan dengan pemberian 4 konsentrasi berbeda dari ZPT Rootone F memberikan pengaruh pada tanaman Cantigi (V. varingiaefolium Bl. Miq). Pengaruh tersebut yaitu pertumbuhan jumlah tunas, panjang tunas, panjang akar, jumlah akar, berat basah akar serta berat kering akar.
Pengamatan dilakukan pertama kali pada minggu kelima. Hal ini dikarenakan pada minggu pertama hingga keempat stek tanaman Cantigi belum memberikan respon. Stek tanaman Cantigi pada minggu pertama hingga minggu keempat ini diduga masih dalam tahap penyesuaian diri.
        1. Jumlah Tunas
Pada tabel 3 menunjukkan bahwa dari hasil pengujian, kontrol, P1 dan P2 sama-sama diikuti huruf “a” artinya perlakuan kontrol, P1 dan P2 tidak berbeda nyata pengaruhnya dan ketiga perlakuan tersebut tidak berbeda nyata dengan perlakuan lainnya. Perlakuan lainnya yaitu kontrol, K1, K2, K3 dan K4 hasil pengujiannya menunjukkan bahwa perlakuan ini sama-sama diikuti dengan huruf “a” yang dimana apabila diikuti dengan huruf yang sama maka perlakuan tersebut tidak berbanding nyata.
  1. Panjang Tunas
Pada hasil pengamatan panjang tunas tidak berbeda jauh dengan hasil pengamatan dari jumlah tunas. Hasil dari setiap perlakuan menunjukkan hasil yang sama yaitu pada kontrol, P1, P2, K1, K2, K3 dan K4 diikuti oleh huruf yang sama yaitu “a”. Hal ini mempunyai arti bahwa apabila perlakuan yang diikuti oleh huruf yang sama berarti hasil tidak berbeda nyata pengaruhnya.
  1. Panjang Akar
Pengamatan panjang akar dengan pemberian perlakuan lama perendaman berpengaruh pada masing-masing perlakuan. Pada pemberian perlakuan lama perendaman pengaruh tertinggi ada pada perendaman selama 5 menit atau P1 pada pengamatan keenam. Pertumbuhan panjang akar stek Cantigi diduga tidak membutuhkan perendaman terlalu lama. Dilihat dari hasil pengamatan perendaman dengan lama 5 menit lebih tinggi dibandingkan dengan perendaman selama 10 menit. Sedangkan pada pemberian perlakuan berbagai konsentrasi ZPT Rootone F pengaruh tertinggi ada pada K3 dimana K3 merupakan ZPT Rootone F dengan konsentrasi 200 ppm. Dalam pemberian perlakuan ZPT Rootone F ini diduga tidak membutuhkan ZPT Rootone F dengan konsentrasi yg lebih tinggi dari 200 ppm dan lebih rendah dari 200 ppm. Hal ini dapat dibuktikan pada hasil dari pemberian dengan konsentrasi 200 ppm lebih tinggi daripada konsentrasi yang lebih tinggi yaitu 300 ppm dan lebih rendah dari 200 ppm yaitu 50 ppm dan 100 ppm. Dari kedua perlakuan perendaman dan konsentrasi, hasil pengujiannya antara perlakuan satu dengan lainnya diikuti dengan huruf yang berbeda, hal ini menandakan bahwa kedua perlakuan tersebut berbeda nyata pengaruhnya.
  1. Jumlah Akar
Pengamatan jumlah akar dengan perlakuan lama perendaman yang diberikan memberikan pengaruh pada pertumbuhan jumlah akar stek tanaman Cantigi. Perlakuan lama perendaman ini memberikan pengaruh tidak nyata pada tanaman Cantigi. Hal ini dikarenakan kontrol, P1 dan P2 diikuti oleh huruf “a” yang artinya apabila antar perlakuan diikuti oleh huruf yang sama maka artinya perlakuan P1 dan P2 tidak berbeda nyata pengaruhnya. Pengaruh tertinggi terdapat pada P2 atau perendaman dengan lama 10 menit. Dalam perlakuan lama perendaman ini diduga semakin lama perendaman yg dilakukan maka semakin tinggi tingkat pertambahan jumlah akar. Hal ini dibuktikan dengan hasil yang menunjukkan bahwa perendaman dengan perendaman 10 menit jumlah akar lebih banyak dari pada jumlah akar dengan lama hanya 5 menit atau P1.
Pada pemberian perlakuan berbagai konsentrasi ZPT Rootone F tidak berpengaruh nyata karena antar perlakuan diikuti oleh huruf yang sama maka artinya perlakuan kontrol, K1, K2, K3 dan K4 tidak berbeda nyata pengaruhnya. Pengaruh tertinggi terdapat pada K4 atau ZPT Rootone F dengan konsentrasi 300 ppm. Akan tetapi hasil antara konsentrasi satu dengan lainnya hasilnya hampir sama seperti kontrol dengan nilai 0,02, K1 dengan nilai 0,04, K2 dengan nilai 0,13, K3 dengan nilai 14 dan K4 0,017. Apabila perlakuan dengan dosis yang lebih rendah tetapi mempunyai pengaruh yang sama dengan perlakuan dosis yang lebih tinggi dalam meningkatkan hasil, maka perlakuan dosis yang lebih rendah tersebut lebih baik daripada perlakuan dosis yang lebih tinggi diatasnya. Dalam perlakuan ini K2 lebih baik dari perlakuan lainnya.
  1. Berat Basah Akar
Pengamatan pada berat basah akar dengan perlakuan lama perendaman yang diberikan tidak berpengaruh nyata pada berat basah akar. Hal ini diketahui dari hasil yang menunjukkan bahwa hasil pengujian, kontrol, P1 dan P2 sama-sama diikuti huruf “a” artinya perlakuan kontrol, P1 dan P2 tidak berbeda nyata. Pengaruh tertinggi ada pada P1. Pada pemberian perlakuan lama perendaman diduga dengan perendaman selama 5 menit meningkatkan berat basah akar. Hal ini dibuktikan pada hasil yang menunjukkan bahwa berat basah akar yang telah diberikan perlakuan lama perendaman selama 5 menit lebih tinggi dibandingkan dengan perendaman yg lebih lama yaitu selama 10 menit.
Pada pemberian perlakuan dengan berbagai konsentrasi ZPT Rootone F tidak memberikan pengaruh nyata karena hasil pengujian dari perlakuan kontrol, K1, K2, K3 dan K4 sama-sama diikuti huruf “a” yang mempunyai arti bahwa pada kelima perlakuan tersebut tidak berbeda nyata. Nilai tertinggi terdapat pada K4. Hasil pengujian dari perlakuan kontrol, K1, K2, K3 dan K4 sama-sama diikuti huruf “a” yang mempunyai arti bahwa pada kelima perlakuan tersebut tidak berbeda nyata. Hasil tersebut yaitu kontrol dengan nilai 0,02, K1 dengan nilai 0,04, K2 dengan nilai 0,13, K3 dengan nilai 0,14 dan K4 dengan nilai 0,17. Apabila perlakuan dengan dosis yang lebih rendah tetapi mempunyai pengaruh yang sama dengan perlakuan dosis yang lebih tinggi dalam meningkatkan hasil, maka perlakuan dosis yang lebih rendah tersebut lebih baik daripada perlakuan dosis yang lebih tinggi diatasnya. Dalam perlakuan ini K2 lebih baik dari perlakuan lainnya.
  1. Berat Kering Akar
Pengamatan pada berat kering akar sama halnya dengan berat basah akar. Pengukuran berat kering akar dilakukan setelah melakukan pengukuran berat basah akar dengan cara sampel akar dikeringkan atau dioven dengan suhu 80° selama 1 x 24 jam atau sampai berat konstan. Pemberian perlakuan lama perendaman dengan lama 5 menit lebih tinggi pengaruhnya dari pada lama perendaman selama 10 menit. Hasil pengujian kontrol, P1 dan P2 sama-sama diikuti huruf “a” artinya perlakuan kontrol, P1 dan P2 tidak berbeda nyata pengaruhnya dan ketiga perlakuan tersebut tidak berbeda nyata dengan perlakuan lainnya.
Sedangkan pada pemberian perlakuan ZPT Rootone F hasil pengujian dari perlakuan kontrol, K1, K2, K3 dan K4 sama-sama diikuti huruf “a” yang mempunyai arti bahwa pada kelima perlakuan tersebut tidak berbeda nyata pengaruhnya. Pada perlakuan dengan pemberian konsentrasi paling tinggi ini yaitu 300 ppm memberikan pengaruh yang lebih tinggi dari pada konsentrasi yg lebih rendah yaitu 50 ppm, 100 ppm dan 200 ppm. Hasil tersebut yaitu kontrol dengan nilai 0,01, K1 dengan nilai 0,03, K2 dengan nilai 0,09, K3 dengan nilai 0,11 dan K4 dengan nilai 0,13. Apabila perlakuan dengan dosis yang lebih rendah tetapi mempunyai pengaruh yang sama dengan perlakuan dosis yang lebih tinggi dalam meningkatkan hasil, maka perlakuan dosis yang lebih rendah tersebut lebih baik daripada perlakuan dosis yang lebih tinggi diatasnya. Dalam perlakuan ini K2 lebih baik dari perlakuan lainnya.
  1. Lingkungan Penanaman
Keberadaan Cantigi (V. varingiaefolium Bl. Miq) sangatlah khas yang mendominasi di sekitar kawah pegunungan di Jawa. Tingkat kehidupan tanaman Cantigi selain dari perlakuan yang diberikan pada penelitian ini, keadaan lingkungan tumbuh sangatlah berpengaruh. Pada tempat dilakukannya penelitian memiliki ketinggian 1.800 mdpl dengan suhu setiap harinya 15-25° C.
Kawasan TWA Kawah Ijen sering kali terjadi kebakaran. Salah satu fungsi keberadaan Cantigi adalah sebagai sekat bakar. Cantigi dapat memperlambat penyebaran api yang terjadi di kawasan kebakaran, dimana pada kawasan tersebut sebagian besar vegetasinya adalah pohon pinus. Pohon pinus merupakan pohon yang mudah terbakar. Tanpa adanya Cantigi maka penyebaran kawasan yang terbakar akan meluas. Karena tanaman Cantigi ini bersifat basah, sehingga salah satu tujuan budidaya Cantigi pada kawasan TWA Kawah Ijen adalah mencegah semakin meluasnya kebakaran dengan cara penanaman kembali di kawasan bekas terjadinya kebakaran.
Tempat penelitian merupakan kawasan Taman Wisata Alam Kawah Ijen. Karena penanaman stek pucuk Cantigi ini dilakukan di kawasan wisata, gangguan yang paling sering terjadi adalah usilnya tangan pengunjung yang penasaran dengan penelitian ini. Selain dari rasa penasaran pengunjung juga terdapat gangguan lainnya seperti anjing hutan. Bukan hanya pengunjung yang mempunyai rasa penasaran, anjing hutan pun bisa penasaran dengan isi di dalam sungkup stek pucuk ini. anjing hutan merusak sungkup dengan menggigit plastiknya dan menginjak sungkup bagian atas. Disamping itu gangguan lainnya yaitu serangga, serangga yang mengganggu yaitu ulat. Ulat mengganggu stek pucuk ini dimulai dengan memakanan bagian teratas dari stek pucuk yaitu daun termuda dan membuat lubang hingga terus ke dalam sampai bagian batang, dari pengamatan ini terlihat bahwa ulat hanya menginginkan bagian lunak dari stek pucuk Cantigi ini.








BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Dari hasil penelitian respon pertumbuhan stek pucuk cantigi (Vaccinium varingiaefolium Bl. Miq.) dengan berbagai konsentrasi dan lama perendaman Rootone f di TWA Kawah Ijen, Banyuwangi ini dapat disimpulkan sebagai berikut:
  1. Tingkat keberhasilan pada sampel tanpa perlakuan sangat rendah pada budidaya stek pucuk Cantigi. Sampel dengan pemberian berbagai konsentrasi ZPT Rootone F tingkat keberhasilan pertumbuhan stek pucuk Cantigi lebih tinggi.
  2. Berdasarkan analisis keragaman seperti pada lampiran menyatakan tidak terjadi pengaruh interaksi perlakuan lama perendaman dan berbagai konsentrasi ZPT Rootone F terhadap beberapa parameter yang diamati, yaitu jumlah tunas, panjang tunas, jumlah akar, berat basah akar dan berat kering akar, kecuali terhadap parameter panjang akar.
  3. Mengingat morfologi tanaman ini mengandung banyak air (bersifat basah). Budidaya Cantigi mampu membantu suksesi di alam sehingga tanaman tersebut tetap mampu berfungsi sebagai sekat bakar apabila terjadi kebakaran.




    1. Saran
Dari kesimpulan di atas hasil penelitian ini menyarankan untuk:
  1. Dikarenakan perlakuan lama perendaman dan berbagai konsentrasi ZPT Rootone F tidak berpengaruh nyata untuk sebagian besar parameter, maka perlu diadakannya penelitian dengan berbagai metode lainnya.
  2. Sebaiknya dalam pemilihan tempat ditentukan yang keberadaannya jauh dari berbagai aktivitas wisata guna menanggulangi atau mengurangi gangguan dari pengunjung di sekitar kawasan penelitian.


penelitian respon pertumbuhan stek pucuk cantigi (Vaccinium varingiaefolium Bl. Miq.) dengan berbagai konsentrasi dan lama perendaman Rootone f di TWA Kawah Ijen, Banyuwangi penelitian respon pertumbuhan stek pucuk cantigi (Vaccinium varingiaefolium Bl. Miq.) dengan berbagai konsentrasi dan lama perendaman Rootone f di TWA Kawah Ijen, Banyuwangi Reviewed by Mo Ilmi on November 13, 2015 Rating: 5

No comments:

Powered by Blogger.