Makalah Hutan Kemasyarakatan


Makalah
Hutan Kemasyarakatan










Oleh :
Jurusan kehutanan
Fakultas pertanian –peternakan
Universitas muhammadiyah malang
Tahun ajaran 2011/2012














KATAPENGANTAR


Puji dan syukur kami panjatkan kepada Allah SWT dan dengan rahmat-Nya kami bisa menyelesaikan makalah dalam mata kuliah Hutan Kemasyarakatan (Hkm) yang berjudul “ Masyarakat Lokal Menuju Hutan Kemasyarakatan”.
Kami menyadari masih banyak kekurangan dalam penyusunan makalah ini. Oleh karena itu kritik dan saran yang bersifat membangun akan kami terima dengan terbuka.
Kami berharap dengan adanya makalah ini semoga dapat membantu dan semoga bermanfaat bagi pembaca.










Malang, oktober 2011


Penyusun
BAB I

PENDAHULUAN


    1. Latar Belakang
Sejarah pengelolaan hutan oleh masyarakat lokal Indonesia di beberapa tempat telah berlangsung sebelum legalitas hukum formal ditetapkan oleh pemerintah. Karena itu berbagai klaim kepemilikanpun muncul yang menyebabkan konflik antara pemerintah dengan masyarakat, dan antara pemegang konsesi (HPH/HPHTI) dengan masyarakat. Untuk penyelesaian konflik tersebut, perlu pengaturan yang lebih adil dalam menetapkan siapa subyek dalam pengelolaan hutan agar pengelolaan berlangsung secara efektif. Faktor kesejahteraan merupakan salah satu faktor penting yang harus dipertimbangkan.
Kebijakan yang digunakan untuk melegitimasi masyarakat hukum adat memanfaatkan hutan ialah pasal 67 Undang-undang No 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan. Pasal itu antara lain menetapkan masyarakat hukum adat sepanjang menurut kenyataannya masih ada dan diakui keberadaannya berhak mengambil hasil hutan untuk kebutuhan hidup sehari-hari,berhak mengelola hutan berdasarkan hokum adat yang berlaku dan tidak bertentangan dengan undang-undang, dan berhak mendapatkan pemberdayaan untuk meningkatkan kesejahteraannya. UU No 41/1999 itu menetapkan pengukuhan keberadaan dan penghapusan masyarakat hokum adat ditetapkan oleh perda. Pemerintah pusat akan mengatur hak-hak masyarakat hukum adat itu melalui peraturan pemerintah.
Ketentuan diatas, disatu sisi membuka peluang bagi masyarakat hukum adat memungut hasil hutan. Disisi lain beberapa rumusan dalam ketentuan tersebut belum memberikan rasa keadilan dan ada ketidak jelasan. Tidak jelas hak antara pemungutan hasil hutan dengan pengelolaan dan pemanfaatan hasi hutan lengkap.
Merujuk pada Peraturan Pemerintah (PP) No 34 Tahun 2002 tentang Tata Hutan dan Penyusunan Rencana Pengelolaan Hutan, Pemanfaatan Hutan dan Penggunaan Kawasan Hutan, yang dimaksud dengan “pemungutan hasil hutan” adalah segala bentuk kegiatan mengambil hasil hutan berupa kayu dan atau bukan kayu dengan tidak merusak lingkungan dan tidak mengurangi fungsi pokok hutan. Ketentuan umum ini dijabarkan dalam pasal 32 PP No 34/2002 yang juga menyatakan pemungutan hasil hutan kayu hanyalah untuk memenuhi kebutuhan hidup individu dan atau fasilitas umum penduduk sekitar dengan volume satu izin tidak boleh melebihi 20 meter kubik. Sedang hasil hutan bukan kayu seperti rotan, manau, getah, buah-buahan dapat diperdagangkan dengan volume maksimal 20 ton setiap izin. Jadi hasil hutan kayu tidak untuk diperdagangkan.
Sektor kehutanan menjadi penyumbang devisa Negara terbesar kedua setelah migas. Rusaknya hutan, maka menghilangkan peluang Indonesia untuk menambah devisa Negara. Dalam rangka menekan laju kerusakan hutan Pemerintah Provinsi Lampung melakukan berbagai program rehabilitasi dan perlindungan hutan. Selain dengan melakukan program rehabilitasi hutan dan lahan dengan menanam pohon, salah satu langkah yang ditempuh dalam menimalisasi perubahan fungsi hutan adalah melibatkan masyarakat sekitar hutan dalam pola Community Base Forest Management (CBFM) atau Hutan Kemasyarakatan (HKm) yang mengupayakan keseimbangan antara kelestarian ekosistem dan peningkatan kesejahteraan masyarakat.
Dibeberapa lokasi di Lampung, contoh-contoh penyelenggaraan HKm menunjukkan bahwa pola HKm berkembang secara baik serta dapat diterima dan dilakukan baik oleh pemerintah maupun masyarakat.
Peluang bagi masyarakat hutan untuk meraih kesejahteraan sembari melestarikan hutan sudah ada di depan mata. Sangat disayangkan jika peluang tersebut dibiarkan hilang sehingga hutan di Lampung akan makin rusak dan masyarakat sekitar hutan akan terus terpuruk dalam kubangan kemiskinan. Sejumlah kelompok tani kini sudah mendapat ijin. Kelompok lain juga sedang berusaha untuk mendapatkan ijin, namun tantangan berat masih saja ada. Kesulitan mendapatkan ijin juga diakibatkan adanya keraguan publik terhadap terhadap kemampuan masyarakat mengelolah hutan secara lestari. Selain itu terhambatnya ijin di meja menteri dikarenakan adanya isu-isu yang didengar menteri terkait dengan jual beli lahan di areal HKm menambah deretan permasalahan terhambatnya ijin
Sektor kehutanan menjadi penyumbang devisa Negara terbesar kedua setelah migas. Rusaknya hutan, maka menghilangkan peluang Indonesia untuk menambah devisa Negara. Dalam rangka menekan laju kerusakan hutan Pemerintah Provinsi Lampung melakukan berbagai program rehabilitasi dan perlindungan hutan. Selain dengan melakukan program rehabilitasi hutan dan lahan dengan menanam pohon, salah satu langkah yang ditempuh dalam meminimalisasi perubahan fungsi hutan adalah melibatkan masyarakat sekitar hutan dalam pola Community Base Forest Management (CBFM) atau Hutan Kemasyarakatan (HKm) yang mengupayakan keseimbangan antara kelestarian ekosistem dan peningkatan kesejahteraan masyarakat.
Peluang bagi masyarakat hutan untuk meraih kesejahteraan sembari melestarikan hutan sudah ada di depan mata. Sangat disayangkan jika peluang tersebut dibiarkan hilang sehingga hutan akan semakin rusak dan masyarakat sekitar hutan akan terus terpuruk dalam kubangan kemiskinan. Sejumlah kelompok tani kini sudah mendapat ijin. Kelompok lain juga sedang berusaha untuk mendapatkan ijin, namun tantangan berat masih saja ada. Kesulitan mendapatkan ijin juga diakibatkan adanya keraguan publik terhadap terhadap kemampuan masyarakat mengelolah hutan secara lestari. Selain itu terhambatnya ijin di meja menteri dikarenakan adanya isu-isu yang didengar menteri terkait dengan jual beli lahan di areal HKm menambah deretan permasalahan terhambatnya ijin.


    1. Rumsan Masalah
  1. Apa yang dimaksud dengan masyarakat local?
  2. Apa yang dimaksud Hutan Kemasyarakatan?
  3. Apa dasar hukum Hutan Kemasyarakatan ?
  4. Apa saja kegiatan kegiatan dalam Hutan Kemasyarakatan ?

    1. Tujuan Makalah
  1. Untuk mengetahui pengertian Masyarakat Lokal.
  2. Untuk mengetahui arti dari hutan kemasyarakatan.
  3. Untuk mengetahui hukum yang digunakan dalam Hutan Kemasyarakatan.
  4. Untuk mengetahui macam kegiatan dalam Hutan Kemasyarakatan.





BAB II
PEMBAHASAN


    1. Masyarakat Lokal
Dalam bahasa Inggris masyarakat adalah society yang pengertiannya mencakup interaksi sosial, perubahan sosial, dan rasa kebersamaan. Istilah masyarakat disebut pula sistem sosial. Untuk pemahaman lebih luas tentang pengertian masyarakat sebaiknya kita kemukakan beberapa definisi masyarakat sebagai berikut:
  • Selo Soemardjan, Masyarakat adalah orang-orang yang hidup bersama dan menghasilkan kebudayaan.
  • Menurut J.L. Gilin dan J.P. Gilin, Masyarakat adalah kelompok yang tersebar dengan perasaan persatuan yang sama.
  • Max Weber menjelaskan pengertian masyarakat sebagai suatu struktur atau aksi yang pada pokoknya ditentukan oleh harapan dan nilai-nilai yang dominan pada warganya.
  • Menurut sosiolog Emile Durkheim, masyarakat adalah suatu kenyataan objektif
    individu-individu yang merupakan anggota-anggotanya.
  • Karl Marx berpendapat bahwa Masyarakat adalah suatu struktur yang menderita ketegangan organisasi ataupun perkembangan karena adanya pertentangan antara
    kelompok-kelompok yang terpecah-pecah secara ekonomis.
  • Masyarakat menurut M.J. Herskovits adalah kelompok individu yang diorganisasikan dan mengikuti suatu cara hidup tertentu
  • Koentjaraningrat (1994) menjabarkan definisi masyarakat adalah kesatuan hidup manusia yang berinteraksi menurut suatu sistem adat istiadat tertentu yang bersifat kontinyu dan terikat oleh suatu rasa identitas yang sama.
  • Ralph Linton (1968), masyarakat adalah setiap kelompok manusia yang hidup dan bekerja sama dalam waktu yang relatif lama dan mampu membuat keteraturan dalam kehidupan bersama dan mereka menganggap sebagai satu kesatuan sosial.
 
Syarat-syarat terbentuknya Masyarakat
  • Sejumlah manusia yang hidup bersama dalam waktu yang relatif lama
  • Merupakan satu kesatuan
  • Merupakan suatu sistem hidup bersama, yaitu hidup bersama yang menimbulkankebudayaan dimana setiap anggota masyarakat merasa dirinya masing-masing terikat dengan kelompoknya

Menurut Undang-undang No. 5 Tahun 1979 Tentang Pemerintah Daerah, desa adalah suatu wilayah yang ditempati oleh sejumlah penduduk sebagai kesatuan masyarakat hukum, yang mempunyai organisasi pemerintahan terendah, langsung di bawah camat dan berhak menyelenggarakan rumah tangganya sendiri dalam ikatan Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Masyarakat lokal (setempat) adalah kesatuan sosial yang terdiri dari warga Negara Republik Indonesia yang tinggal di dalam hutan atau di sekitar hutan, yang bermukim di dalam atau di sekitar kawasan hutan yang memiliki komunitas sosial dengan kesamaan mata pencaharian yang bergantung pada hutan dan aktivitasnya dapat berpengaruh terhadap ekosistem hutan. Hutan kemasyarakatan bertujuan meningkatkan kesejahteraan masyarakat setempat melalui pemanfaatan sumber daya hutan secara optimal, adil dan berkelanjutan dengan tetap menjaga kelestarian fungsi hutan dan lingkungan hidup.
Ciri masyarakat desa, antara lain :

  1. Afektifitas ada hubungannya dengan perasaan kasih sayang, cinta , kesetiaan dan kemesraan. Perwujudannya dalam sikap dan perbuatan tolong menolong, menyatakan simpati terhadap musibah yang diderita orang lain dan menolongnya tanpa pamrih.
  2. Orientasi kolektif sifat ini merupakan konsekuensi dari Afektifitas, yaitu mereka mementingkan kebersamaan , tidak suka menonjolkan diri, tidak suka akan orang yang berbeda pendapat, intinya semua harus memperlihatkan keseragaman persamaan.
  3. Partikularisme pada dasarnya adalah semua hal yang ada hubungannya dengan keberlakuan khusus untuk suatu tempat atau daerah tertentu. Perasaan subyektif, perasaan kebersamaan sesungguhnya yang hanya berlaku untuk kelompok tertentu saja.(lawannya Universalisme)
  4. Askripsi yaitu berhubungan dengan mutu atau sifat khusus yang tidak diperoleh berdasarkan suatu usaha yang tidak disengaja, tetapi merupakan suatu keadaan yang sudah merupakan kebiasaan atau keturunan.(lawanya prestasi).
  5. Kekabaran (diffuseness). Sesuatu yang tidak jelas terutama dalam hubungan antara pribadi tanpa ketegasan yang dinyatakan eksplisit. Masyarakat desa menggunakan bahasa tidak langsung, untuk menunjukkan sesuatu. Dari uraian tersebut (pendapat Talcott Parson) dapat terlihat pada desa-desa yang masih murni masyarakatnya tanpa pengaruh dari luar.

Masyarakat pedesaan mempunyai sifat yang kaku tapi sangatlah ramah. Biasanya
adat dan kepercayaan masyarakat sekitar yang membuat masyarakat pedesaan masih kaku, tetapi asalkan tidak melanggar hukum adat dan kepercayaan maka masyarakat pedesaan adalah masyarakat yang ramah.
Pada hakikatnya masyarakat pedesaan adalah masyarakat pendukung seperti sebagai petani yang menyiapkan bahan pangan, sebagai PRT atau pekerjaan yang biasanya hanya bersifat pendukung tapi terlepas dari itu masyarakat pedesaan banyak juga yang sudah berpikir maju dan keluar dari hakikat itu.

    1. Hutan Kemasyarakatan
Hutan Kemasyaraakatan (HKm) adalah hutan Negara yang pemanfaatan utamanya ditujukan untuk memberdayakan masyarakat setempat (masyarakat sekitar hutan). Pemberdayaan masyarakat adalah upaya meningkatkan kemampuan dan kemandirian masyarakat setempat sehingga mereka mendapatkan manfaat sumberdaya hutan secara optimal dan adil melalui pengembangan kapasitas dan pemberian akses dalam rangka peningkatan kesejahteraan masyarakat setempat. HKm hanya diberlakukan di kawasan hutan lindung dan hutan produksi. Ketentuannya, hutannya tidak dibebani hak atau ijin dalam pemanfaatan hasil hutan dan menjadi sumber mata pencaharian masyarakat setempat. Ijin Usaha Pemanfaatan Pengelolaan HKm (IUPHKm) diberikan untuk jangka waktu 35 tahun dan dapat diperpanjang sesuai dengan hasil evaluasi setiap 5 tahun.
Izin Usaha Pemanfaatan Hutan Kemasyarakatan (IUPHKm) adalah izin usaha yang diberikan untuk memanfaatkan sumber daya hutan pada kawasan hutan lindung dan/atau kawasan hutan produksi. IUPHKm dapat diberikan kepada kelompok masyarakat setempat yang telah mendapat fasilitasi pada kawasan hutan yang telah ditetapkan sebagai areal kerja hutan kemasyarakatan dengan surat Keputusan Menteri. IUPHKm bukan merupakan hak kepemilikan atas kawasan hutan.
IUPHKm pada HUTAN LINDUNG meliputi kegiatan: pemanfaatan kawasan; pemanfaatan jasa lingkungan; pemungutan hasil hutan bukan kayu. Sedangkan pada HUTAN PRODUKSI meliputi kegiatan: pemanfaatan kawasan; penanaman tanaman hutan berkayu; pemanfaatan jasa lingkungan; pemanfaatan hasil hutan bukan kayu; pemungutan hasil hutan kayu; pemungutan hasil hutan bukan kayu.
IUPHKm dilarang dipindahtangankan, diagunkan, atau digunakan untuk untuk kepentingan lain di luar rencana pengelolaan yang telah disahkan, serta dilarang merubah status dan fungsi kawasan hutan, Jika ketentuan ini dilanggar maka akan dikenai sanksi pencabutan izin.
Berdasarkan penetapan areal kerja hutan kemasyarakatan dan fasilitasi,maka :

a. Gubernur, pada areal kerja hutan kemasyarakatan lintas kabupaten/kota yang ada dalam wilayah kewenangannya memberikan IUPHKm dengan tembusan Menteri Cq. Direktur Jenderal Rehabilitasi Lahan dan Perhutanan Sosial, Bupati/Walikota, dan Kepala KPH.
b. Bupati/Walikota, pada areal kerja hutan kemasyarakatan yang ada dalam wilayah kewenangannya memberikan IUPHKm dengan tembusan kepada Menteri cq. Direktur Jenderal Rehabilitasi Lahan dan Perhutanan, Gubernur, dan Kepala KPH;
IUPHKm diberikan untuk jangka waktu 35 (tiga puluh lima) tahun dan dapat diperpanjang sesuai dengan hasil evaluasi setiap 5 (lima) tahun, Permohonan perpanjangan IUPHKm diajukan kepada Gubernur atau Bupati/Walikota paling lambat 3 (tiga) tahun sebelum izin berakhir.

Permohonan IUPHHK HKm diajukan oleh pemegang IUPHKm yang telah berbentuk koperasi kepada Menteri. IUPHHK HKm hanya dapat dilakukan pada hutan produksi dan IUPHHK HKm pada hutan produksi diberikan untuk kegiatan pemanfaatan hasil hutan tanaman berkayu yang merupakan hasil penanamannya.

Per PerUU terkait:
  1. Permenhut RI Nomor : P. 37/Menhut-II/2007 Tentang Hutan Kemasyarakatan 
  2. Permenhut RI NOMOR : P. 18/Menhut-II/2009 Tentang Perubahan Atas Permenhut Nomor P.37/Menhut-Ii/2007 Tahun 2007 Tentang Hutan Kemasyarakatan 
  3. Permenhut RI NOMOR : P. 13/Menhut-II/2010 Perubahan Kedua Atas Peraturan Menteri Kehutanan Nomor P.37/Menhut-Ii/2007 Tentang Hutan Kemasyarakatan 
  4.  Peraturan Menteri Kehutanan No.:P.52/Menhut-II/2011, Tentang Perubahan Ketiga Atas Peraturan Menteri Kehutanan Nomor P.37/Menhut-II/2007


Hapusnya IUPHKm
  1. jangka waktu izin telah berakhir;
  2.  izin dicabut oleh pemberi izin sebagai sanksi yang dikenakan kepada pemegang izin;
  3. izin diserahkan kembali oleh pemegang izin dengan pernyataan tertulis kepada pemberi izin sebelum jangka waktu izin berakhir;
  4. dalam jangka waktu izin yang diberikan, pemegang izin tidak memenuhi kewajiban sesuai ketentuan;
  5. secara ekologis, kondisi hutan semakin rusak;



    1. Hukum Hutan Kemasyarakatan
Dalam pelaksanaannya HKm menggunakan dasar hukum, antara lain :
    1. Undang-undang No. 41 tahun 1999 tentang Kehutanan
    2. Peraturan Pemerintah No. 6 Tahun 2007 tentang Tata Hutan dan Penyusunan Rencana Pengelolaan Hutan, Serta Pemanfaatan Hutan.
    3. Peraturan Pemerintah No. 3 Tahun 2008 tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah No. 6 Tahun 2007 tentang Tata Hutan dan Penyusunan Rencana Pengelolaan Hutan, serta Pemanfaatan Huan.
    4. Peraturan Pemerintah Kehutanan No. 37 Tahun 2007 tentang Hutan Kemasyarakatan.
    5. Peraturan Menteri Kehutanan No. : P. 18?Menhut-II?2009 tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Kehutanan No. P.37?Menhut-II?2007 Tahun 2007 Tentang Hutan Kemasyarakatan.
    1. Kegiatan Hutan Kemasyarakatan
  1. HKM  pada hutan lindung, meliputi kegiatan:
  1. Pemanfaatan kawasan (budidaya tanaman obat, budidaya tanaman hias, budidaya jamur, budidaya lebah, budidaya pohon serbaguna, budidaya burung walet, penangkaran satwa liar, rehabilitasi hijauan makanan ternak);
  2. Pemanfaatan jasa lingkungan (pemanfaatan jasa aliran air, wisata alam, perlindungan keanekaragaman hayati, penyelamatan dan perlindungan lingkungan, penyerapan dan/ atau penyimpanan karbon);
  3. Pemungutan hasil hutan bukan kayu (rotan, bambu, madu, getah, buah, jamur)


  1. HKM pada hutan produksi meliputi kegiatan:
  1. pemanfaatan kawasan;
  2. penanaman tanaman hutan berkayu
  3. pemanfaatan jasa lingkungan;
  4. pemanfaatan hasil hutan bukan kayu;
  5. pemungutan hasil hutan kayu; dan
  6. pemungutan hasil hutan bukan kayu. (syarat dan ketentuan berlaku)












BAB III
PENUTUP


    1. Kesimpulan
    2. Saran












DAFTAR PUSTAKA












Makalah Hutan Kemasyarakatan Makalah  Hutan Kemasyarakatan Reviewed by Mo Ilmi on December 17, 2013 Rating: 5

No comments:

Powered by Blogger.