Allah
swt berfirman dalam surat An-Nisaa ayat 9 : “Dan hendaklah takut
kepda Allah orang-orang yang seandainya meninggalkan di belakang
mereka anak-anak yang lemah, yang mereka khawatir terhadap
(kesejahteraan) mereka. Oleh sebab itu hendaklah mereka mengucapkan
perkataan yang benar.”
Secara khusus ayat di atas berkaitan dengan waris. Para orangtua dilarang meninggalkan anak keturunannya tak berharta lalu kemudian terhina dengan menjadi peminta-minta. Islam jelas melarang keras umatnya menghinakan diri seperti itu. Umat Islam diharuskan mandiri, produktif dan pemberi sebagaimana adanya kewajiban zakat, infaq dan sodaqoh.
Namun secara umum ayat ini berkaitan dengan hal yang lebih luas, tidak hanya berbicara tentang waris (harta) tetapi juga yang lainnya. Orangtua diharuskan khawatir meninggalkan (mewariskan) kepada anak cucunya dhu’afa (kelemahan) dalam beberapa hal di antaranya :
1. Lemah harta kekayaan. Seperti telah dijelaskan di atas, Islam mengharuskan umat untuk mewariskan harta kekayaan kepada keturunannya. Namun Islam adalah agama yang pertengahan (wasithiyah), seimbang sesuai fithrah insaniyah. Islam bukan agama yang mengharamkan umat memiliki harta, bukan juga agama yang memerintahkan umat untuk mendewakan harta dan menghambakan dirinya kepada harta. Tidak ada larangan dalam Islam untuk memiliki harta, Selama harta itu membuat pemiliknya semakin mendekatkan diri kepada Allah swt.
2. Lemah fisik. Islam mewanti-wanti agar para orangtua tidak meninggalkan keturunannya dalam keadaan lemah fisiknya. Islam mewajibkan umat untuk memiliki kekuatan fisik sebagaimana telah Allah perintahkan dalam surat Al-Anfaal ayat 60 :
“Dan persiapkanlah dengan segala kemampuan untuk menghadapi mereka dengan kekuatan yang kamu miliki dan dari pasukan berkuda yang dapat menggetarkan musuh Allah dan musuh kalian….”
Rasulullah saw bersabda: “Didiklah anak-anak kalian berenang, melempar dan berkuda.”
Bagaimana mungkin mampu menanggung kewajiban berjihad fi sabilillah jika fisiknya lemah tak berdaya? Bukankah Rasulullah telah mengingatkan bahwa mukmin yang kuat lebih baik dan dicintai oleh Allah daripada mukmin yang lemah.
3. Lemah ilmu. Jelas sangat berbahaya jika ada orangtua yang meninggalkan anak keturunannya tidak berilmu. Sebab ilmu adalah modal dasar kehidupan bisa berjalan dengan baik atau tidak. Ilmulah yang pertamakali harus dimiliki oleh setiap muslim sebelum berbicara dan beramal, Imam Bukhari mengatakan “Al-Ilmu qoblal qaul wal ‘amal. “ Hal itulah yang ditegaskan Allah dalam wahyu pertama-Nya kepada Rasulullah saw dalam surat al-‘Alaq ayat pertama “Bacalah (berilmulah) dengan menyebut nama Rabbmu yang menciptakan”. Ilmu pula hal yang pertama kali Allah berikan kepada manusia pertama Adam AS, sebagaimana yang Allah kisahkan dalam surat Al-Baqarah ayat 31. Betapa luar biasanya orang yang memilki ilmu sehingga derajatnya ditinggikan sebagaimana orang-orang yang beriman dalam surat al-Mujadilah ayat 11. (Lihat penjelasan selengkapnya pada artikel ‘Konsep Ilmu dalam Islam’).
4. Lemah Aqidah. Inilah kelemahan yang paling dahsyat bahayanya. Bahaya yang tiada terkira, karena Aqidahlah penentu keselamatan hidup dunia dan akhirat. Orangtua bertanggungjawab penuh atas keselamatan aqidah anak-anaknya seperti yang Allah ingatkan dalam surat At-Tahrim ayat 6: “Hai orang-orang yang beriman peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka….”
Dan apakah kita tidak pernah merenungkan peringatan Allah dalam surat Al-baqarah ayat 133 tentang kisah sakaratul mautnya Nabi Ya’qub AS ?
“Adakah kamu hadir ketika Ya’qub kedatangan (tanda-tanda) maut, ketika ia berkata kepada anak-anaknya: “Apa yang kamu sembah sepeninggalku?”….”
Wahai para orangtua akankah yang kita katakan kepada anak-anak kita saat ajal menjemput sama seperti yang ditanyakan Nabi Ya’qub? Yakni kita mengkhawatirkan anak-anak kita menyembah selain Allah swt. Ataukah justru yang akan kita tanyakan saat nyawa sampai tenggorokan adalah “Maa ta’kuluuna min ba’dii?” Apa yang akan kalian makan sepeninggalku.
Rasulullah saw bersabda; “Setiap anak lahir dalam keadaan beraqidah Islam. Maka tanggungjawab orangtuanyalah jika ternyata anaknya itu kemudian beraqidah kufur seperti Yahudi, Nashrani atau Majusi.” (Muslim)
Sesungguhnya anak adalah amanah. Anaklah yang di akhirat nanti akan menjadi penentu apakah kita akan masuk Jannah Allah atau Neraka Allah. wh
Secara khusus ayat di atas berkaitan dengan waris. Para orangtua dilarang meninggalkan anak keturunannya tak berharta lalu kemudian terhina dengan menjadi peminta-minta. Islam jelas melarang keras umatnya menghinakan diri seperti itu. Umat Islam diharuskan mandiri, produktif dan pemberi sebagaimana adanya kewajiban zakat, infaq dan sodaqoh.
Namun secara umum ayat ini berkaitan dengan hal yang lebih luas, tidak hanya berbicara tentang waris (harta) tetapi juga yang lainnya. Orangtua diharuskan khawatir meninggalkan (mewariskan) kepada anak cucunya dhu’afa (kelemahan) dalam beberapa hal di antaranya :
1. Lemah harta kekayaan. Seperti telah dijelaskan di atas, Islam mengharuskan umat untuk mewariskan harta kekayaan kepada keturunannya. Namun Islam adalah agama yang pertengahan (wasithiyah), seimbang sesuai fithrah insaniyah. Islam bukan agama yang mengharamkan umat memiliki harta, bukan juga agama yang memerintahkan umat untuk mendewakan harta dan menghambakan dirinya kepada harta. Tidak ada larangan dalam Islam untuk memiliki harta, Selama harta itu membuat pemiliknya semakin mendekatkan diri kepada Allah swt.
2. Lemah fisik. Islam mewanti-wanti agar para orangtua tidak meninggalkan keturunannya dalam keadaan lemah fisiknya. Islam mewajibkan umat untuk memiliki kekuatan fisik sebagaimana telah Allah perintahkan dalam surat Al-Anfaal ayat 60 :
“Dan persiapkanlah dengan segala kemampuan untuk menghadapi mereka dengan kekuatan yang kamu miliki dan dari pasukan berkuda yang dapat menggetarkan musuh Allah dan musuh kalian….”
Rasulullah saw bersabda: “Didiklah anak-anak kalian berenang, melempar dan berkuda.”
Bagaimana mungkin mampu menanggung kewajiban berjihad fi sabilillah jika fisiknya lemah tak berdaya? Bukankah Rasulullah telah mengingatkan bahwa mukmin yang kuat lebih baik dan dicintai oleh Allah daripada mukmin yang lemah.
3. Lemah ilmu. Jelas sangat berbahaya jika ada orangtua yang meninggalkan anak keturunannya tidak berilmu. Sebab ilmu adalah modal dasar kehidupan bisa berjalan dengan baik atau tidak. Ilmulah yang pertamakali harus dimiliki oleh setiap muslim sebelum berbicara dan beramal, Imam Bukhari mengatakan “Al-Ilmu qoblal qaul wal ‘amal. “ Hal itulah yang ditegaskan Allah dalam wahyu pertama-Nya kepada Rasulullah saw dalam surat al-‘Alaq ayat pertama “Bacalah (berilmulah) dengan menyebut nama Rabbmu yang menciptakan”. Ilmu pula hal yang pertama kali Allah berikan kepada manusia pertama Adam AS, sebagaimana yang Allah kisahkan dalam surat Al-Baqarah ayat 31. Betapa luar biasanya orang yang memilki ilmu sehingga derajatnya ditinggikan sebagaimana orang-orang yang beriman dalam surat al-Mujadilah ayat 11. (Lihat penjelasan selengkapnya pada artikel ‘Konsep Ilmu dalam Islam’).
4. Lemah Aqidah. Inilah kelemahan yang paling dahsyat bahayanya. Bahaya yang tiada terkira, karena Aqidahlah penentu keselamatan hidup dunia dan akhirat. Orangtua bertanggungjawab penuh atas keselamatan aqidah anak-anaknya seperti yang Allah ingatkan dalam surat At-Tahrim ayat 6: “Hai orang-orang yang beriman peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka….”
Dan apakah kita tidak pernah merenungkan peringatan Allah dalam surat Al-baqarah ayat 133 tentang kisah sakaratul mautnya Nabi Ya’qub AS ?
“Adakah kamu hadir ketika Ya’qub kedatangan (tanda-tanda) maut, ketika ia berkata kepada anak-anaknya: “Apa yang kamu sembah sepeninggalku?”….”
Wahai para orangtua akankah yang kita katakan kepada anak-anak kita saat ajal menjemput sama seperti yang ditanyakan Nabi Ya’qub? Yakni kita mengkhawatirkan anak-anak kita menyembah selain Allah swt. Ataukah justru yang akan kita tanyakan saat nyawa sampai tenggorokan adalah “Maa ta’kuluuna min ba’dii?” Apa yang akan kalian makan sepeninggalku.
Rasulullah saw bersabda; “Setiap anak lahir dalam keadaan beraqidah Islam. Maka tanggungjawab orangtuanyalah jika ternyata anaknya itu kemudian beraqidah kufur seperti Yahudi, Nashrani atau Majusi.” (Muslim)
Sesungguhnya anak adalah amanah. Anaklah yang di akhirat nanti akan menjadi penentu apakah kita akan masuk Jannah Allah atau Neraka Allah. wh
Bukan saja sang anak, orang tua pun
mempunyai kewajiban terhadap anak yang harus ditunaikan. Kewajiban
orang tua terhadap anaknya adalah sebuah wujud aktualitas hak-hak
anak yang harus dipenuhi oleh orang tua.
1. Anak mempunyai hak untuk
hidup.
Allah berfirman:
‘Janganlah kamu membunuh anak anakmu karena takut miskin. Kami akan memberikan rizqi kepadamu dan kepada mereka.’ ( QS. Al-An’am: 151)
Allah berfirman:
‘Janganlah kamu membunuh anak anakmu karena takut miskin. Kami akan memberikan rizqi kepadamu dan kepada mereka.’ ( QS. Al-An’am: 151)
Dari
ayat tersebut sangat jelas bahwa orang tua mempunyai kewajiban agar
anak tetap bisa hidup betapapun susahnya kondisi ekonomi orang tua.
Ayat itu juga memberi jaminan kepada kita bahwa Allah pasti akan
memberikan rizqi baik kepada orang tua maupun sang anak, asalkan
tentu saja berusaha.
2. Menyusui
Wajib atas seorang ibu menyusui anaknya yang masih kecil, sebagaimana firman Allah yang artinya: Para ibu hendaklah menyusui anak-anaknya selama dua tahun penuh, yaitu bagi yang ingin menyempurnakan penyusuan. (QS AI Baqarah: 233)
Allah berfirman, yang artinya:
Kami perintahkan kepada manusia supaya berbuat baik kepada kedua orang tuanya. lbunya telah mengandungnya dengan susah payah, dan melahirkanya dengan susah payah (pula). Mengandungnya sampai menyapihnya adalah tiga puluh bulan. (QS Al Ahqaf 15).
Al ‘Allamah Siddiq Hasan Khan berkata,
“Mengandungnya sampai menyapihnya adalah tiga puluh bulan. Maksudnya, adalah jumlah waktu selama itu dihitung dari mulai hamil sampai disapih.”
Wajib atas seorang ibu menyusui anaknya yang masih kecil, sebagaimana firman Allah yang artinya: Para ibu hendaklah menyusui anak-anaknya selama dua tahun penuh, yaitu bagi yang ingin menyempurnakan penyusuan. (QS AI Baqarah: 233)
Allah berfirman, yang artinya:
Kami perintahkan kepada manusia supaya berbuat baik kepada kedua orang tuanya. lbunya telah mengandungnya dengan susah payah, dan melahirkanya dengan susah payah (pula). Mengandungnya sampai menyapihnya adalah tiga puluh bulan. (QS Al Ahqaf 15).
Al ‘Allamah Siddiq Hasan Khan berkata,
“Mengandungnya sampai menyapihnya adalah tiga puluh bulan. Maksudnya, adalah jumlah waktu selama itu dihitung dari mulai hamil sampai disapih.”
Allah ta’ala berfirman; “Dan
Kami perintahkan kepada manusia (berbuat baik) kepada kedua orang ibu
bapaknya; ibunya telah mengandungnya dalam keadaan lemah yang
bertambah tambah, dan menyapihnya dalamdua tahun…dst” . ( QS: 31;
14 ).
Air
susu dalam beberapa hari kelahiran mempunyai beberapa
kelebihan, antara lain mengandung zat antibody yang sangat diperlukan
oleh bayi. Bayi yang memperoleh air susu jenis ini akan mempunyai
daya kekebalan tubuh yang lebih baik. Seorang ibu diwajibkan untuk
menyusui anaknya sampai 2 tahun penuh, kecuali ada alas an yang dapat
diterima oleh hokum Islam. Menyusui anak sampai dua tahun ini
akan menumbuhkan pengaruh positif terhadap sang anak baik secara
fisik maupun secara jiwani.
2. Memberi Nama yang Baik
Dari
Abu Hurairah ra, Nabi saw bersabda, “Sesungguhnya kewajiban orang
tua dalam memenuhi hak anak itu ada tiga, yakni: pertama, memberi
nama yang baik ketika lahir. Kedua, mendidiknya dengan al-Qur’an
dan ketiga, mengawinkan ketika menginjak dewasa.”
Rasulullah saw diketahui telah memberi perhatian yang sangat besar
terhadap masalah nama. Kapan saja beliau menjumpai nama yang tidak
menarik (patut) dan tak berarti, beliau mengubahnya dan memilih
beberapa nama yang pantas. Beliau mengubah macam-macam nama laki-laki
dan perempuan. Seperti dalam hadits yang disampaikan oleh Aisyah ra,
bahwa Rasulullah saw biasa merubah nama-nama yang tidak baik. (HR.
Tirmidzi).
Beliau
sangat menyukai nama yang bagus. Bila memasuki kota yang baru, beliau
menanyakan namanya. Bila nama
kota itu buruk, digantinya dengan yang lebih baik. Beliau tidak
membiarkan nama yang tak pantas dari sesuatu, seseorang, sebuah kota
atau suatu daerah. Seseorang yang semula bernama Ashiyah (yang suka
bermaksiat) diganti dengan Jamilah (cantik), Harb diganti dengan
Salman (damai), Syi’bul Dhalalah (kelompok sesat) diganti dengan
Syi’bul Huda (kelompok yang benar) dan Banu Mughawiyah (keturunan
yang menipu) diganti dengan Banu Rusydi (keturunan yang mendapat
petunjuk) dan sebagainya (HR. Abu Dawud dan ahli hadits
lainAn-Nawawi, Al Azkar: 258)
Berkenaan
dengan nama-nama yang bagus untuk anak, Rasulullah saw bersabda,
“Sesungguhnya kamu sekalian akan dipanggil pada hari kiamat dengan
nama-nama kamu sekalian, maka perbaguslah nama kalian.” (HR.Abu
Dawud)
Pemberian
‘nama yang baik’ bagi anak adalah awal dari sebuah upaya
pendidikan terhadap anak anak. Ada yang mengatakan; ‘apa arti
sebuah nama’. Ungkapan ini tidak selamanya benar. Islam mengajarkan
bahwa nama bagi seorang anak adalah sebuah do’a. Dengan memberi
nama yang baik, diharapkan anak kita berperilaku baik sesuai dengan
namanya. Adapun setelah kita berusaha memberi nama yang baik, dan
telah mendidiknya dengan baik pula, namun anak kita tetap tidak
sesuai dengan yang kita inginkan, maka kita kembalikan kepada Allah
s.w.t. Nama yang baik dengan akhlaq yang baik, itulah yang kita
harapkan. Nama yang baik dengan akhlaq
yang buruk, tidak kita harapkan. Apalagi nama yang buruk dengan
akhlaq yang buruk pula. Celaka berlipat ganda.
3. Mengaqiqahkan Anak
Menurut keterangan A. Hasaan ‘aqiqah adalah; ‘ menyembelih kambing untuk (bayi) yang baru lahir, dicukur dan diberi nama anak itu, pada hari ketujuhnya.
Rasulullah s.a.w. bersabda; ‘Tiap tiap seorang anak tergadai dengan ‘aqiqahnya. Disembelih (‘aqiqah) itu buat dia pada hari yang ketujuhnya dan di cukur serta diberi nama dia.’ (Diriwayatkan oleh Ahmad dan Imam yang empat dan dishahihkan oleh At Tirmidzy, hadits dari Samurah ).
Menurut keterangan A. Hasaan ‘aqiqah adalah; ‘ menyembelih kambing untuk (bayi) yang baru lahir, dicukur dan diberi nama anak itu, pada hari ketujuhnya.
Rasulullah s.a.w. bersabda; ‘Tiap tiap seorang anak tergadai dengan ‘aqiqahnya. Disembelih (‘aqiqah) itu buat dia pada hari yang ketujuhnya dan di cukur serta diberi nama dia.’ (Diriwayatkan oleh Ahmad dan Imam yang empat dan dishahihkan oleh At Tirmidzy, hadits dari Samurah ).
4. Mendidik
anak
Pada suatu
kesempatan, Amirul Mukminin Umar bin Khaththab kehadiran seorang tamu
lelaki yang mengadukan kenakalan anaknya, “Anakku ini sangat
bandel.” tuturnya kesal. Amirul Mukminin berkata, “Hai Fulan,
apakah kamu tidak takut kepada Allah karena berani melawan ayahmu dan
tidak memenuhi hak ayahmu?” Anak yang pintar ini menyela. “Hai
Amirul Mukminin, apakah orang tua tidak punya kewajiban memenuhi hak
anak?”
Umar ra menjawab,
“Ada tiga, yakni: pertama, memilihkan ibu yang baik, jangan sampai
kelak terhina akibat ibunya. Kedua,
memilihkan nama yang baik. Ketiga, mendidik mereka dengan al-Qur’an.”
Mendengar uraian dari Khalifah Umar
ra anak tersebut menjawab, “Demi Allah, ayahku tidak memilihkan ibu
yang baik bagiku, akupun diberi nama “Kelelawar Jantan”, sedang
dia juga mengabaikan pendidikan Islam padaku. Bahkan walau satu
ayatpun aku tidak pernah diajari olehnya. Lalu Umar menoleh kepada
ayahnya seraya berkata, “Kau telah berbuat durhaka kepada anakmu,
sebelum ia berani kepadamu….”
Mendidik
anak dengan baik merupakan salah satu sifat seorang ibu muslimah. Dia
senantiasa mendidik anak-anaknya dengan akhlak yang baik, yaitu
akhlak Muhammad dan para sahabatnya yang mulia. Mendidik anak
bukanlah (sekedar) kemurahan hati seorang ibu kepada anak-anaknya,
akan tetapi merupakan kewajiban dan fitrah yang diberikan Allah
kepada seorang ibu.
Mendidik anak pun tidak terbatas
dalam satu perkara saja tanpa perkara lainnya, sepertI (misalnya)
mencucikan pakaiannya atau membersihkan badannya saja. Bahkan
mendidik anak itu mencakup perkara yang luas, mengingat anak
merupakan generasi penerus yang akan menggantikan kita yang
diharapkan menjadi generasi tangguh yang akan memenuhi bumi ini
dengan kekuatan, hikmah, ilmu, kemuliaan dan kejayaan.
Berikut beberapa perkara yang wajib
diperhatikan oleh ibu dalam mendidik anak-anaknya: Menanamkan aqidah
yang bersih, yang bersumber dari Kitab dan Sunnah yang shahih.
Allah berfirman yang artinya:
Maka ketahuilah bahwa sesugguhnya tidak ada sesembahan yang haq melainkan Allah. (QS Muhammad: 19)
Maka ketahuilah bahwa sesugguhnya tidak ada sesembahan yang haq melainkan Allah. (QS Muhammad: 19)
Rasulullah bersabda, yang
artinya:
Dari Abul Abbas Abdullah bln Abbas, dia berkata: Pada suatu hari aku membonceng di belakang Nabi, kemudian beliau berkata, ‘Wahai anak, Sesungguhnya aku mengajarimu beberapa kalimat, yaitu: jagalah Allah, niscaya Allah akan menjagamu. Jagalah Allah, niscaya engkau mendapatiNya di hadpanmu. Apablla engkau meminta, maka mintalah kepada Allah. Dan apabila engkau mohon pertotongan, maka mohonlah pertotongan kepada Allah. Ketahuilah, seandainya seluruh umat berkumpul untuk memberimu satu manfaat, niscaya mereka tidak akan dapat memberimu manfaat, kecuali dengan sesuatu yang telah Allah tetapkan untukmu. Dan jika mereka berkumpul untuk memberimu satu bahaya, niscaya mereka tidak akan bisa membahayakanmu, kecuali dengan sesuatu yang telah Allah tetapkan atasmu. Pena-pena telah diangkat dan tinta telah kering.” 3
Dari Abul Abbas Abdullah bln Abbas, dia berkata: Pada suatu hari aku membonceng di belakang Nabi, kemudian beliau berkata, ‘Wahai anak, Sesungguhnya aku mengajarimu beberapa kalimat, yaitu: jagalah Allah, niscaya Allah akan menjagamu. Jagalah Allah, niscaya engkau mendapatiNya di hadpanmu. Apablla engkau meminta, maka mintalah kepada Allah. Dan apabila engkau mohon pertotongan, maka mohonlah pertotongan kepada Allah. Ketahuilah, seandainya seluruh umat berkumpul untuk memberimu satu manfaat, niscaya mereka tidak akan dapat memberimu manfaat, kecuali dengan sesuatu yang telah Allah tetapkan untukmu. Dan jika mereka berkumpul untuk memberimu satu bahaya, niscaya mereka tidak akan bisa membahayakanmu, kecuali dengan sesuatu yang telah Allah tetapkan atasmu. Pena-pena telah diangkat dan tinta telah kering.” 3
Dan dalam riwayat lain (Beliau
berkata),
“Jagalah Allah, niscaya engkau akan mendapatiNya di hadapanmu. Perkenalkanlah dirimu kepada Allah ketika kamu senang, niscaya Dia akan mengenalimu saat kesulitan. Ketahuilah, apa apa yang (ditakdirkan) luput darimu, (maka) tidak akan menimpamu. Dan apa-apa yang (ditakdirkan) menimpamu, ia tidak akan luput darimu. Ketahuilah, bahwa pertolongan ada bersama kesabaran, kelapangan ada bersama kesempitan, dan bersama kesusahan ada kemudahan.” 4
“Jagalah Allah, niscaya engkau akan mendapatiNya di hadapanmu. Perkenalkanlah dirimu kepada Allah ketika kamu senang, niscaya Dia akan mengenalimu saat kesulitan. Ketahuilah, apa apa yang (ditakdirkan) luput darimu, (maka) tidak akan menimpamu. Dan apa-apa yang (ditakdirkan) menimpamu, ia tidak akan luput darimu. Ketahuilah, bahwa pertolongan ada bersama kesabaran, kelapangan ada bersama kesempitan, dan bersama kesusahan ada kemudahan.” 4
Seorang anak terlahir di atas
fitrah, sebagaimana sabda Rasulullah maka sesuatu yang sedikit saja
akan berpengaruh padanya. Dan wanita muslimah adalah orang yang
bersegera menanamkan agama yang mudah ini, serta menanamkan kecintaan
tehadap agama ini kepada anak-anaknya.
5.
Memberi makan dan keperluan lainnya
Dan kewajiban ayah memberi makan dan
pakaian kepada para ibu dengan cara ma’ruf. Seseorang tidak
dibebani melainkan menurut kadar kesanggupannya. Janganlah seorang
ibu menderita kesengsaraan karena anaknya dan seorang ayah karena
anaknya, dan warisanpun berkewajiban demikian. Rasulullah
s.a.w. bersabda;
‘Cukup berdosa orang yang menyia
nyiakan ( tanggung jawab) memberi makan keluarganya.’ ( HR Abu Daud
)./1100;247/33.
6. Memberi rizqi yang
‘thayyib’.
Rasulullah s.a.w. bersabda;
Rasulullah s.a.w. bersabda;
Dari
Abu Rafi’ r.a., telah berkata; Telah bersabda Rasulullah s.a.w.
‘Kewajiban orang tua terhadap anaknya adalah mengajarinya tulis
baca, mengajarinya berenang dan memanah, tidak memberinya rizqi
kecuali rizqi yang baik.’ HR Al Hakim/Depag;51.
7.
Mendidik anak tentang agama.
Rasulullah s.a.w. bersabda;
Rasulullah s.a.w. bersabda;
‘Tiap bayi dilahirkan dalam kadaan
suci ( fithrah Islamy ) . Ayah dan Ibunyalah kelak yang menjadikannya
Yahudi, Nashrany, atau Majusyi. HR Bukhary.;1100;243/15.
Mendidik anak pada umunya baik laki laki maupun perempuan adalah kewajiban bagi kedua orang tuanya. Dan mendidik anak perempuan mempunyai nilai tersendiri dari pada mendidik anak laki laki. Boleh jadi karena mereka adalah calon Ibu rumah tangga yang bakal menjadi ‘Madrasah’ pertama bagi anak anaknya’. Boleh jadi juga karena kaum wanita mempunyai beberapa keitimewaan atau ke khassan tersendiri., sehingga di dalam Al Qur aan pun terdapat surat An Nisa, tetapi tidak ada surat ‘Ar Rijal’. Wallaahu a’lam.
Rasulullah s.a.w. bersabda;
Mendidik anak pada umunya baik laki laki maupun perempuan adalah kewajiban bagi kedua orang tuanya. Dan mendidik anak perempuan mempunyai nilai tersendiri dari pada mendidik anak laki laki. Boleh jadi karena mereka adalah calon Ibu rumah tangga yang bakal menjadi ‘Madrasah’ pertama bagi anak anaknya’. Boleh jadi juga karena kaum wanita mempunyai beberapa keitimewaan atau ke khassan tersendiri., sehingga di dalam Al Qur aan pun terdapat surat An Nisa, tetapi tidak ada surat ‘Ar Rijal’. Wallaahu a’lam.
Rasulullah s.a.w. bersabda;
‘Barang siapa mempunyai dua anak
perempuan dan dia asuh dengan baik maka mereka akan menyebabkannya
masuk sorga. ( HR Al Bukhary )/ 1100; 244/20.
Mengenai kekhassan kaum wanita, antara lain Rasulullah s.a.w. bersabda; ‘Wanita itu bagaikan tulang rusuk. Apabila anda biarkan begitu saja, dia akan tetap bengkok. Namun apabila anda luruskan sekaligus, dia akan patah’.
Mengenai kekhassan kaum wanita, antara lain Rasulullah s.a.w. bersabda; ‘Wanita itu bagaikan tulang rusuk. Apabila anda biarkan begitu saja, dia akan tetap bengkok. Namun apabila anda luruskan sekaligus, dia akan patah’.
8.
Mendidik anak untuk sholat.
9. menyediakan tempat tidur terpisah antara laki laki dan perempuan.
Islam mengejarkan ‘hijab’ sejak dini. Meskipun terhadap sesama Muhrim ,
Bila telah berusia tujuh tahun tempat tidur mereka harus dipisahkan.
Rasulullah s.a.w. bersabda;
9. menyediakan tempat tidur terpisah antara laki laki dan perempuan.
Islam mengejarkan ‘hijab’ sejak dini. Meskipun terhadap sesama Muhrim ,
Bila telah berusia tujuh tahun tempat tidur mereka harus dipisahkan.
Rasulullah s.a.w. bersabda;
‘Suruhlah anak anakmu sholat bila
berumur tujuh tahun dan gunakan pukulan jika mereka sudah berumur
sepuluh tahun dan pisahlah tempat tidur mereka ( putra putri
).
Maksudnya, kewajiban mendidik anak untuk mengerjakan sholat dimulai setelah anak berumur tujuh tahun. Bila telah berusia sepuluh tahun anak belum juga mau mengerjakan sholat, boleh dipukul dengan pukulan ringan, yang mendidik, bukan pukulan yang membekas atau menyakitkan.
10. Mendidi anak tentang adab yang baik.
Banyak anak terpelajar, namun sedikit anak yang ‘terdidik’. Banyak orang pandai, namun sedikit orang yang taqwa’.
Islam mengutamakan pendidikan mental. ‘Taqwa itu ada disini’, kata Rasulullah seraya menunjukkan kearah dadanya. Artinya hati manusia adalah sumber yang menentukan baik buruknya perilaku seseorang. Nabi tidak menunjukkan kearah ‘kepalanya , tapi kerah dadanya.
11. Memberi pengajaran dengan pelajaran yang baik;
Berkata shahabat ‘Aly r.a.;
Maksudnya, kewajiban mendidik anak untuk mengerjakan sholat dimulai setelah anak berumur tujuh tahun. Bila telah berusia sepuluh tahun anak belum juga mau mengerjakan sholat, boleh dipukul dengan pukulan ringan, yang mendidik, bukan pukulan yang membekas atau menyakitkan.
10. Mendidi anak tentang adab yang baik.
Banyak anak terpelajar, namun sedikit anak yang ‘terdidik’. Banyak orang pandai, namun sedikit orang yang taqwa’.
Islam mengutamakan pendidikan mental. ‘Taqwa itu ada disini’, kata Rasulullah seraya menunjukkan kearah dadanya. Artinya hati manusia adalah sumber yang menentukan baik buruknya perilaku seseorang. Nabi tidak menunjukkan kearah ‘kepalanya , tapi kerah dadanya.
11. Memberi pengajaran dengan pelajaran yang baik;
Berkata shahabat ‘Aly r.a.;
‘Ajarilah anak anakmu.
Sesungguhnya mereka diciptakan untuk zaman yang berbeda dengan
zamanmu.’ (Depag;19).
12. Memberi pengajaran Al Quraan.
Rasulullah s.a.w. bersabda;’Sebaik baik kalian adalah barang siapa yang belajar Al Qur aan dan mengajarkannya’.
Pengetahuan tentang Al Quraan harus lebih diutaman dari Ilmu ilmu yang lainnya. Nabi s.a.w. bersabda; ‘Ilmu itu ada tiga macam. Selainnya adalah sekedar tambahan. Adapun yang tiga macam itu ialah; Ilmu tentang ayat ayat ( Al Qur aan) yang muhkamat, ilmu tentang Sunnah Nabi, dan ilmu tentang pembagian warits. ( HR Ibnu Majah ).
13. Memberikan pendidikan dan pengajaran baca tulis .
Rasulullah s.a.w. bersabda;
12. Memberi pengajaran Al Quraan.
Rasulullah s.a.w. bersabda;’Sebaik baik kalian adalah barang siapa yang belajar Al Qur aan dan mengajarkannya’.
Pengetahuan tentang Al Quraan harus lebih diutaman dari Ilmu ilmu yang lainnya. Nabi s.a.w. bersabda; ‘Ilmu itu ada tiga macam. Selainnya adalah sekedar tambahan. Adapun yang tiga macam itu ialah; Ilmu tentang ayat ayat ( Al Qur aan) yang muhkamat, ilmu tentang Sunnah Nabi, dan ilmu tentang pembagian warits. ( HR Ibnu Majah ).
13. Memberikan pendidikan dan pengajaran baca tulis .
Rasulullah s.a.w. bersabda;
Dari Abu Rafi’ r.a., telah
berkata; Telah bersabda Rasulullah s.a.w. ‘Kewajiban orang tua
terhadap anaknya adalah mengajarinya tulis baca, mengajarinya
berenang dan memanah, tidak memberinya rizqi kecuali rizqi yang
baik.’ HR Al Hakim/Depag;51.
14. Memberikan perawatan dan pendidikan kesehatan.
Rasulullah s.a.w. bersabda; ‘Jagalah kebersihan* dengan segala usaha yang mampu kamu lakukan. Sesungguhnya Allah Ta’ala menegakkan Islam diatas prinsip kebersihan. Dan tak akan masuk sorga kecuali orang yang memelihara kebersihan.’ ( HR At Thabarany )/Depag; 57.
*Kebersihan adalah pangkal kesehatan. Mengajarkan kebersihan berarti secara tidak langsung mengajarkan kesehatan.
15. Memberikan pengajaran ketrampilan.
Islam memberantas pengangguran. Salah satu penyebab adanya panganguran adalah apabila seseorang tidak mempunyai ketrapilan tertentu. Bila dia punya ketrampilan tertentu, paling tidak bisa melakukan sesuatu yang berguna buat dirinya ataupun orang lain.
Rasulullah s.a.w. bersabda; ‘Sebaik baik makanan adalah hasil usaha tangannya sendiri’.
Dalam sabdanya yang lain beliau mengatakan;
14. Memberikan perawatan dan pendidikan kesehatan.
Rasulullah s.a.w. bersabda; ‘Jagalah kebersihan* dengan segala usaha yang mampu kamu lakukan. Sesungguhnya Allah Ta’ala menegakkan Islam diatas prinsip kebersihan. Dan tak akan masuk sorga kecuali orang yang memelihara kebersihan.’ ( HR At Thabarany )/Depag; 57.
*Kebersihan adalah pangkal kesehatan. Mengajarkan kebersihan berarti secara tidak langsung mengajarkan kesehatan.
15. Memberikan pengajaran ketrampilan.
Islam memberantas pengangguran. Salah satu penyebab adanya panganguran adalah apabila seseorang tidak mempunyai ketrapilan tertentu. Bila dia punya ketrampilan tertentu, paling tidak bisa melakukan sesuatu yang berguna buat dirinya ataupun orang lain.
Rasulullah s.a.w. bersabda; ‘Sebaik baik makanan adalah hasil usaha tangannya sendiri’.
Dalam sabdanya yang lain beliau mengatakan;
‘Mengapa tidak kau ajarkan padanya
( anak itu ) menenun sebagaimana dia telah diajarkan tulis baca?’ (
HR An- Nasai ) /Depag; 52.
Kalimat ‘menenun’ sebagai mewakili jenis jenis ketrampilan yang lain. Artinya tidak terbatas pada menenun saja. Kerajinan tangan apapun selama bermanfa’at dan tidak dilarang Agama adalah suatu hal yang ma’ruf.
( bersambung…Insya Allah).
16. Memberikan kepada anak tempat yang yang baik dalam hati orang tua.
Hilangkanlah rasa benci pada anak apa pun yang mereka lakukan, do’akan dia selalu, agar menjadi anak yang sholeh, santunilah dengan lemah lembut, shobarlah menghadapi perilakunya yang tidak baik, hadapi segalanya dengan penuh kearifan, jangan mudah membentak apalagi memukul tanpa alasan, tempatkan dia dengan ikhlash pada hati anda, belailah dengan penuh kasih sayang nasehati dengan santun. Satukan hati kita dengan anak anak. Semoga Allah
menjadikan mereka ‘ waladun shoolihun yad’uu lahu’. Itulah harapan orang tua yang baik.
Dalam sebuah hadits disebutkan bahwa ;
Kalimat ‘menenun’ sebagai mewakili jenis jenis ketrampilan yang lain. Artinya tidak terbatas pada menenun saja. Kerajinan tangan apapun selama bermanfa’at dan tidak dilarang Agama adalah suatu hal yang ma’ruf.
( bersambung…Insya Allah).
16. Memberikan kepada anak tempat yang yang baik dalam hati orang tua.
Hilangkanlah rasa benci pada anak apa pun yang mereka lakukan, do’akan dia selalu, agar menjadi anak yang sholeh, santunilah dengan lemah lembut, shobarlah menghadapi perilakunya yang tidak baik, hadapi segalanya dengan penuh kearifan, jangan mudah membentak apalagi memukul tanpa alasan, tempatkan dia dengan ikhlash pada hati anda, belailah dengan penuh kasih sayang nasehati dengan santun. Satukan hati kita dengan anak anak. Semoga Allah
menjadikan mereka ‘ waladun shoolihun yad’uu lahu’. Itulah harapan orang tua yang baik.
Dalam sebuah hadits disebutkan bahwa ;
Seorang datang kepada Nabi s.a.w.
dan bertanya; ‘Ya Rasulullah, apakah hak anakku ini? Nabi s.a.w.
menjawab;’ Kau memberinya nama yang baik, memberi adab yang baik
dan memberinya kedudukan yang baik ( dalam hatimu ) .
( HR At Tuusy )./1100;243/16.
17. Memberi kasih sayang.
Kecintaan orang tua kepada anak tidak cukup dengan hanya memberinya materi baik berupa pakaian, makanan atau mainan dan sebagainya. Tapi yang lebih dari pada itu adalah adanya perhatian dan rasa kasih sayang yang tulus dari kedua orang tua.
Rasulullah s.a.w. bersabda;
( HR At Tuusy )./1100;243/16.
17. Memberi kasih sayang.
Kecintaan orang tua kepada anak tidak cukup dengan hanya memberinya materi baik berupa pakaian, makanan atau mainan dan sebagainya. Tapi yang lebih dari pada itu adalah adanya perhatian dan rasa kasih sayang yang tulus dari kedua orang tua.
Rasulullah s.a.w. bersabda;
‘Bukanlah dari golongan kami yang
tidak menyayangi yang lebih muda dan ( bukan dari golongan kami )
orang yang tidak menghormati yang lebih tua.’
( HR At Tirmidzy ). Depag; 42
( HR At Tirmidzy ). Depag; 42
18. Menikahkannya
Bila sang buah hati telah memasuki
usia siap nikah, maka nikahkanlah. Jangan biarkan mereka terus
tersesat dalam belantara kemaksiatan. Do’akan dan dorong mereka
untuk hidup berkeluarga, tak perlu menunggu memasuki usia senja. Bila
muncul rasa khawatir tidak mendapat rezeki dan menanggung beban berat
kelurga, Allah berjanji akan menutupinya seiring dengan usaha dan
kerja keras yang dilakukannya, sebagaimana firman-Nya, “Kawinkanlah
anak-anak kamu (yang belum kawin) dan orang-orang yang sudah waktunya
kawin dari hamba-hambamu yang laki-laki ataupun yang perempuan. Jika
mereka itu orang-orang yang tidak mampu, maka Allah akan memberikan
kekayaan kepada mereka dari anugerah-Nya.” (QS. An-Nur:32)
Keselamatan iman jauh lebih layak
diutamakan daripada kekhawatiran-kekhawatiran yang sering menghantui
kita. Rasulullah dalam hal ini bersabda, “Ada tiga perkara yang
tidak boleh dilambatkan, yaitu: shalat, apabila tiba waktunya,
jenazah apabila sudah datang dan ketiga, seorang perempuan apabila
sudah memperoleh (jodohnya) yang cocok.” (HR. Tirmidzi)
19. Mengarahkan anak
Orang tua wajib mengarahkan
anak-anak, serta menekankan mereka untuk memilih kawan, teman duduk
maupun teman dekat yang baik. Hendaknya orang tua menjelaskan kepada
anak tentang manfaat di dunia dan di akhirat apabila duduk dan
bergaul dengan orang-orang shalih, dan bahaya duduk dengan
orang-orang yang suka melakukan kejelekan ataupun teman yang jelek.
(Fiqh Tarbiyatil Abna`, hal. 154)
Sudah menjadi kewajiban orang tua
untuk mencari tahu setiap keadaan anak, menanyakan tentang
teman-temannya. Betapa banyak terjadi seorang anak yang jelek
mengajak teman-temannya untuk berbuat kemungkaran dan kerusakan,
serta menghiasi perbuatan jelek dan dosa di hadapan teman-temannya.
Padahal anak kecil seringkali
meniru, suka menuruti keinginannya serta suka mencari pengalaman
baru. Oleh karena itu, orang tua hendaknya berupaya agar anak
berteman dengan teman-teman yang baik dan shalih, serta berasal dari
keluarga yang baik. Di samping itu juga berupaya untuk memuliakan
teman-teman si anak agar mudah memberi bimbingan dan arahan pada
mereka dan mereka pun akan bersikap lembut di hadapan orang tua.
(Fiqh Tarbiyatil Abna`, hal. 155)
Bila suatu ketika orang tua
mendapati anaknya berbuat kejelekan dan kerusakan, tidak mengapa
orang tua berusaha mencari tahu tentang keadaan anaknya. Walaupun
dengan hal itu mereka terpaksa melakukan salah satu bentuk perbuatan
tajassus (mata-mata). Ini tentu saja dengan tujuan mencegah kejelekan
dan kerusakan yang terjadi, karena sesungguhnya Allah k tidak
menyukai kerusakan. (Fiqh Tarbiyatil Abna`, hal. 156)
Inilah kiranya sebuah kewajiban yang
tak boleh dilupakan oleh setiap orang tua. Hendaknya orang tua
mengingat sebuah ucapan yang dituturkan oleh ‘Amr bin Qais
Al-Mala`I v:
“Sesungguhnya
pemuda itu sedang tumbuh. Maka apabila dia lebih mengutamakan untuk
duduk bersama orang-orang yang berilmu, hampir-hampir bisa dikata dia
akan selamat. Namun bila dia cenderung pada selain mereka,
hampir-hampir dia rusak binasa.” (Dinukil dari Lammud Durril
Mantsur minal Qaulil Ma`tsur, bab Hukmus Salaf ‘alal Mar`i bi
Qarinihi wa Mamsyahu no.517).
Tanggung jawab Orangtua terhadap Anak
Reviewed by Mo Ilmi
on
December 17, 2013
Rating:
No comments: