UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 1979 TENTANG KESEJAHTERAAN ANAK


DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Menimbang :

a. bahwa anak adalah potensi serta penerus cita-cita bangsa yang dasar-dasarnya telah diletakkan oleh generasi sebelumnya;
b. bahwa agar setiap anak mampu memikul tanggungjawab tersebut, maka ia perlu mendapat kesempatan yang seluas-luasnya untuk tumbuh dan berkembang dengan wajar baik secara rohani, jasmani maupun sosial;
c. Bahwa di dalam masyarakat terdapat pula anak-anak yang mengalami hambatan kesejahteraan rohani, jasmani, sosial dan ekonomi;
d. bahwa pemeliharaan kesejahteraan anak belum dapat dilaksanakan oleh anak sendiri;
e. bahwa kesempatan, pemeliharaan dan usaha menghilangkan hambatan tersebut hanya akan dapat dilaksanakan dan diperoleh bilamana usaha kesejahteraan anak terjamin;
f. bahwa untuk mencapai maksud tersebut perlu menyusun Undang-undang yang mengatur kesejahteraan anak;

Mengingat :

1. Pasal 5 ayat (1), Pasal 20 ayat (1), Pasal 27 ayat (2), Pasal 31 dan 34 Undang-Undang Dasar 1945;
2. Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Nomor IV/MPR/1978 tentang Garis-garis Besar Haluan Negara;
3. Undang-undang Nomor 6 Tahun 1974
tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Kesejahteraan Sosial (Lembaran Negara Tahun 1974 Nomor 53, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3039);


Dengan persetujuan

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA

MEMUTUSKAN :

Menetapkan :

UNDANG-UNDANG TENTANG KESEJAHTERAAN ANAK.


BAB I

KETENTUAN UMUM

Pasal 1

Yang dimaksudkan di dalam Undang-undang ini dengan :
1. a. Kesejahteraan Anak adalah suatu tata kehidupan dan penghidupan anak yang dapat menjamin pertumbuhan dan perkembangannya dengan wajar, baik secara rohani, jasmani maupun sosial;
b. Usaha Kesejahteraan anak adalah usaha kesejahteraan sosial yang ditujukan untuk menjamin terwujudnya Kesejahteraan Anak terutama terpenuhinya kebutuhan pokok anak.
2. Anak adalah seseorang yang belum mencapai umur 21 (dua puluh satu) tahun dan belum pernah kawin.
3. a. Orang tua adalah ayah dan atau ibu kandung;
b. Wali adalah orang atau badan yang dalam kenyataannya menjalankan kekuasaan asuh sebagai orang tua terhadap anak.
4. Keluarga adalah kesatuan masyarakat terkecil yang terdiri dari ayah dan atau ibu dan anak.
5. Anak yang tidak mempunyai orang tua adalah anak yang tidak ada lagi ayah dan ibu kandungnya.
6. Anak yang tidak mampu adalah anak yang karena suatu sebab tidak dapat terpenuhi kebutuhan-kebutuhannya, baik secara rohani, jasmani maupun sosial dengan wajar.
7. Anak terlantar adalah anak yang karena suatu sebab orang tuanya melalaikan kewajibannya sehingga kebutuhan anak tidak dapat terpenuhi dengan wajar baik secara rohani, jasmani maupun sosial.
8. Anak yang mengalami masalah kelakuan adalah anak yang menunjukkan tingkah laku menyimpang dari norma-norma masyarakat.
9. Anak cacat adalah anak yang mengalami hambatan rohani dan atau jasmani sehingga mengganggu pertumbuhan dan perkembangannya dengan wajar.

BAB II

HAK ANAK

Pasal 2

(1) Anak berhak atas kesejahteraan, perawatan, asuhan dan bimbingan berdasarkan kasih sayang baik dalam keluarganya maupun di dalam asuhan khusus untuk tumbuh dan berkembang dengan wajar.
(2) Anak berhak atas pelayanan untuk mengembangkan kemampuan dan kehidupan sosialnya, sesuai dengan kebudayaan dan kepribadian bangsa, untuk menjadi warganegara yang baik dan berguna.
(3) Anak berhak atas pemeliharaan dan perlidungan, baik semasa dalam kandungan maupun sesudah dilahirkan.
(4) Anak berhak atas perlindungan terhadap lingkungan hidup yang dapat membahayakan atau menghambat pertumbuhan dan perkembangannya dengan wajar.

Pasal 3

Dalam keadaan yang membahayakan, anaklah yang pertama-tama berhak mendapat pertolongan, bantuan, dan perlindungan.

Pasal 4

(1) Anak yang tidak mempunyai orang tua berhak memperoleh asuhan oleh negara atau orang atau badan.
(2) Pelaksanaan ketentuan ayat (1) diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 5

(1) Anak yang tidak mampu berhak memperoleh bantuan agar dalam lingkungan keluarganya dapat tumbuh dan berkembang dengan wajar.
(2) Pelaksanaan ketentuan ayat (1) diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.

Pasal 6

(1) Anak yang mengalami masalah kelakuan diberi pelayanan dan asuhan yang bertujuan menolongnya guna mengatasi hambatan yang terjadi dalam masa pertumbuhan dan perkembangannya.
(2) Pelayanan dan asuhan, sebagaimana dimaksudkan dalam ayat (1), juga diberikan kepada anak yang telah dinyatakan bersalah melakukan pelanggaran hukum berdasarkan keputusan hakim.

Pasal 7

Anak cacat berhak memperoleh pelayanan khusus untuk mencapai tingkat pertumbuhan dan perkembangan sejauh batas kemampuan dan kesanggupan anak yang bersangkutan.

Pasal 8

Bantuan dan pelayanan, yang bertujuan mewujudkan kesejahteraan anak menjadi hak setiap anak tanpa membeda-bedakan jenis kelamin, agama, pendirian politik, dan kedudukan sosial.

BAB III

TANGGUNGJAWAB ORANG TUA TERHADAP
KESEJAHTERAAN ANAK

Pasal 9

Orang tua adalah yang pertama-tama bertanggungjawab atas terwujudnya kesejahteraan anak baik secara rohani, jasmani maupun sosial.

Pasal 10

(1) Orang tua yang terbukti melalaikan tanggungjawabnya sebagaimana termaksud dalam Pasal 9, sehingga mengakibatkan timbulnya hambatan dalam pertumbuhan dan perkembangan anak, dapat dicabut kuasa asuhnya sebagai orang tua terhadap anaknya. Dalam hal itu ditunjuk orang atau badan sebagai wali.
(2) Pencabutan kuasa asuh dalam ayat (1) tidak menghapuskan kewajiban orang tua yang bersangkutan untuk membiayai, sesuai dengan kemampuannya, penghidupan, pemeliharaan, dan pendidikan anaknya.
(3) Pencabutan dan pengembalian kuasa asuh orang tua ditetapkan dengan keputusan hakim.
(4) Pelaksanaan ketentuan ayat (1), (2) dan (3) diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.

BAB IV

USAHA KESEJAHTERAAN ANAK

Pasal 11

(1) Usaha kesejahteraan anak terdiri atas usaha pembinaan, pengembangan, pencegahan, dan rehabilitasi.
(2) Usaha kesejahteraan anak dilakukan oleh Pemerintah dan atau masyarakat.
(3) Usaha kesejahteraan anak yang dilakukan oleh Pemerintah dan atau masyarakat dilaksanakan baik di dalam maupun di luar Panti.
(4) Pemerintah mengadakan pengarahan, bimbingan, bantuan, dan pengawasan terhadap usaha kesejahteraan anak yang dilakukan oleh masyarakat.
(5) Pelaksanaan usaha kesejahteraan anak sebagai termaktub dalam ayat (1), (2), (3) dan (4) diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.

Pasal 12

(1) Pengangkatan anak menurut adat dan kebiasaan dilaksanakan dengan mengutamakan kepentingan kesejahteraan anak.
(2) Kepentingan kesejahteraan anak yang termaksud dalam ayat (1) diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.
(3) Pengangkatan anak untuk kepentingan kesejahteraan anak yang dilakukan di luar adat dan kebiasaan, dilaksanakan berdasarkan Peraturan Perundang-undangan.

Pasal 13

Kerjasama international di bidang kesejahteraan anak dilaksanakan oleh Pemerintah atau oleh Badan lain dengan persetujuan Pemerintah.


BAB V

KETENTUAN PERALIHAN DAN PENUTUP

Pasal 14

Tatacara koordinasi antar instansi dalam pelaksanaan usaha-usaha kesejahteraan anak ditetapkan dengan Keputusan Presiden.

Pasal 15

Segala Peraturan Perundang-undangan di bidang kesejahteraan anak tetap berlaku selama dan sepanjang tidak bertentangan dengan Undang-undang ini.

Pasal 16

Undang-undang ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.

Agar supaya setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Undang-undang ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.
Disahkan di Jakarta
pada tanggal 23 Juli 1979

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

ttd.

SOEHARTO

Diundangkan di Jakarta
pada tanggal 23 Juli 1979

MENTERI/SEKRETARIS NEGARA
REPUBLIK INDONESIA,

ttd.

SUDHARMONO, SH.










PENJELASAN
ATAS
UNDANG‑UNDANG REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 4 TAHUN 1979
TENTANG
KESEJAHTERAAN ANAK

UMUM

Suatu bangsa dalam membangun dan mengurus rumah tangganya harus mampu membentuk dan membina suatu tata penghidupan serta kepribadiannya. Usaha ini merupakan suatu usaha yang terus menerus, dari generasi kegenerasi.
Untuk menjamin usaha tersebut, perlu setiap generasi dibekali oleh generasi yang terdahulu dengan kehendak, kesediaan, dan kemampuan serta ketrampilan untuk melaksanakan tugas itu.
Hal ini hanya akan dapat tercapai bila generasi muda selaku generasi penerus mampu memiliki dan menghayati falsafah hidup bangsa.
Untuk itu perlu diusahakan agar generasi muda memiliki pola perilaku yang sesuai dengan norma‑norma yang berlaku dalam masyarakat.
Guna mencapai maksud tersebut diperlukan usaha‑usaha pembinaan, pemeliharaan, dan peningkatan kesejahteraan anak.
Bagi bangsa Indonesia Pancasila merupakan pandangan hidup dan dasar tata masyarakat. Karena itu, usaha-usaha untuk memelihara, membina, dan meningkatkan kesejahteraan anak haruslah didasarkan falsafah Pancasila dengan maksud untuk menjamin kelangsungan hidup dan kepribadian bangsa. Oleh karena anak baik secara rohani, jasmani maupun sosial belum memiliki kemampuan untuk berdiri sendiri, maka menjadi kewajiban bagi generasi yang terdahulu untuk menjamin, memelihara, dan mengamankan kepentingan anak itu. Pemeliharaan, jaminan dan pengamanan kepentingan ini selayaknya dilakukan oleh pihak‑pihak yang mengasuhnya di bawah pengawasan dan bimbingan Negara, dan bilamana perlu, oleh Negara sendiri. Karena kewajiban inilah, maka yang bertanggungjawab atas asuhan anak wajib pula melindunginya dari gangguan‑gangguan yang datang dari luar maupun dari anak itu sendiri.
Asuhan anak, pertama‑tama dan terutama menjadi kewajiban dan tanggung‑jawab orang tua di lingkungan keluarga; akan tetapi, demi untuk kepentingan kelangsungan tata sosial maupun untuk kepentingan anak itu sendiri, perlu ada pihak yang melindunginya.
Apabila orang tua anak itu sudah tidak ada, tidak diketahui adanya, atau nyata‑nyata tidak mampu untuk melaksanakan hak dan kewajibannya,maka dapatlah pihak lain, baik karena kehendak sendiri maupun karena ketentuan hukum, diserahi hak dan kewajiban itu.
Bilamana memang tidak ada pihak‑pihak yang dapat melaksanakannya maka pelaksanaan hak dan kewajiban itu menjadi tanggungjawab Negara.
Di samping anak‑anak yang kesejahteraannya dapat terpenuhi secara wajar,di dalam masyarakat terdapat pula anak‑anak yang mengalami hambatan rohani, jasmani, dan sosial ekonomi dan memerlukan pelayanan secara‑khusus, yaitu :
1. Anak‑anak yang tidak mampu.
2. Anak‑anak terlantar.
3. Anak‑anak yang mengalami masalah kelakuan
4. Anak‑anak yang cacat rohani dan atau jasmani.
Sejalan dengan tujuan Undang‑undang, ini, maka Undang‑undang ini mengurangi dan atau merubah ketentuan‑ketentuan dalam Peraturan Perundang‑undangan lainnya.

PASAL DEMI PASAL
Pasal 1
Angka 1
a. Cukup jelas.
b. Yang dimaksudkan dengan kebutuhan pokok anak adalah pangan, sandang, pemukiman, pendidikan, dan kesehatan.
Angka 2
Batas umur 21 (dua puluh satu) tahun ditetapkan oleh karena berdasarkan pertimbangan kepentingan usaha kesejahteraan sosial, tahap kematangan sosial, kematangan pribadi, dan kematangan mental seorang anak dicapai pada umur tersebut. Batas umur 21 (dua puluh satu) tahun tidak mengurangi ketentuan batas umur dalam Peraturan Perundang‑undangan lainnya, dan tidak pula mengurangi kemungkinan anak melakukan perbuatan sejauh ia mempunyai kemampuan untuk itu berdasarkan hukum yang berlaku.
Angka 3
Cukupjelas.
Angka 4
Cukup jelas.
Angka 5
Cukup jelas.
Angka 6
Cukup jelas.
Angka 7
Cukup jelas.
Angka 8
Cukup jelas.
Angka 9
Cukup jelas.
Pasal 2
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Yang dimaksudkan dengan pelayanan antara lain kesempatan memperoleh pendidikan dan kesehatan.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Yang dimaksudkan dengan lingkungan hidup adalah lingkungan hidup fisik dan sosial.
Pasal 3
Yang dimaksud dengan keadaan yang membahayakan adalah keadaan yang sudah mengancam jiwa manusia baik karena alam maupun perbuatan manusia.
Pasal 4
Cukup jelas.
Pasal 5
Cukup jelas
Pasal 6
Cukup jelas
Pasal 7
Cukup jelas.
Pasal 8
Cukup jelas.
Pasal 9
Tanggungjawab orang tua atas kesejahteraan anak mengandung kewajiban memelihara dan mendidik anak sedemikian rupa, sehingga anak dapat tumbuh dan berkembang menjadi orang yang cerdas, sehat, berbakti kepada orang tua, berbudi pekerti luhur, bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa dan berkemauan serta berkemampuan untuk meneruskan cita‑cita bangsa berdasarkan Pancasila.
Pasal 10
Cukup jelas.
Pasal 11
Cukup jelas.
Pasal 12
Ayat (1)
Pengangkatan anak berdasarkan pasal ini tidak memutuskan hubungan darah antara anak dengan orang tuanya dan keluarga orang tuanya berdasarkan hukum yang berlaku bagi anak yang bersangkutan.
Ayat (2)
Peraturan Pemerintah yang dimaksudkan antara lain perlu mengatur pencatatan sebagai bukti sah, adanya pengangkatan anak guna pemeliharaan kepentingan kesejahteraan anak yang bersangkutan.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Pasal 13
Dalam pengertian kerjasama internasional tercakup pula kerjasama regional.
Pasal 14
Cukup jelas.
Pasal 15
Cukup jelas.
Pasal 16
Cukup jelas.
‑‑‑‑‑‑‑‑‑‑‑‑‑‑‑‑‑‑‑‑‑‑‑‑‑‑‑‑‑‑‑‑
CATATAN
Kutipan: LEMBARAN NEGARA DAN TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA TAHUN 1979 YANG TELAH DICETAK ULANG

Sumber: LN 1979/32; TLN NO. 3143

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 1979 TENTANG KESEJAHTERAAN ANAK UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA  NOMOR 4 TAHUN 1979  TENTANG  KESEJAHTERAAN ANAK Reviewed by Mo Ilmi on December 17, 2013 Rating: 5

No comments:

Powered by Blogger.