PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
Menimbang :
a. bahwa anak adalah potensi serta penerus cita-cita bangsa yang
dasar-dasarnya telah diletakkan oleh generasi sebelumnya;
b. bahwa agar setiap anak mampu memikul tanggungjawab tersebut, maka
ia perlu mendapat kesempatan yang seluas-luasnya untuk tumbuh dan
berkembang dengan wajar baik secara rohani, jasmani maupun sosial;
c. Bahwa di dalam masyarakat terdapat pula anak-anak yang mengalami
hambatan kesejahteraan rohani, jasmani, sosial dan ekonomi;
d. bahwa pemeliharaan kesejahteraan anak belum dapat dilaksanakan
oleh anak sendiri;
e. bahwa kesempatan, pemeliharaan dan usaha menghilangkan hambatan
tersebut hanya akan dapat dilaksanakan dan diperoleh bilamana usaha
kesejahteraan anak terjamin;
f. bahwa untuk mencapai maksud tersebut perlu menyusun Undang-undang
yang mengatur kesejahteraan anak;
Mengingat :
1. Pasal 5 ayat (1), Pasal 20 ayat (1), Pasal 27 ayat (2), Pasal 31
dan 34 Undang-Undang Dasar 1945;
2. Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Nomor IV/MPR/1978 tentang
Garis-garis Besar Haluan Negara;
3. Undang-undang
Nomor 6 Tahun 1974
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA
MEMUTUSKAN :
Menetapkan :
UNDANG-UNDANG TENTANG KESEJAHTERAAN ANAK.
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Yang dimaksudkan di dalam Undang-undang ini dengan :
1. a. Kesejahteraan Anak adalah suatu tata kehidupan dan penghidupan
anak yang dapat menjamin pertumbuhan dan perkembangannya dengan
wajar, baik secara rohani, jasmani maupun sosial;
b. Usaha Kesejahteraan anak adalah usaha kesejahteraan sosial yang
ditujukan untuk menjamin terwujudnya Kesejahteraan Anak terutama
terpenuhinya kebutuhan pokok anak.
2. Anak adalah seseorang yang belum mencapai umur 21 (dua puluh satu)
tahun dan belum pernah kawin.
3. a. Orang tua adalah ayah dan atau ibu kandung;
b. Wali adalah orang atau badan yang dalam kenyataannya menjalankan
kekuasaan asuh sebagai orang tua terhadap anak.
4. Keluarga adalah kesatuan masyarakat terkecil yang terdiri dari
ayah dan atau ibu dan anak.
5. Anak yang tidak mempunyai orang tua adalah anak yang tidak ada
lagi ayah dan ibu kandungnya.
6. Anak yang tidak mampu adalah anak yang karena suatu sebab tidak
dapat terpenuhi kebutuhan-kebutuhannya, baik secara rohani, jasmani
maupun sosial dengan wajar.
7. Anak terlantar adalah anak yang karena suatu sebab orang tuanya
melalaikan kewajibannya sehingga kebutuhan anak tidak dapat terpenuhi
dengan wajar baik secara rohani, jasmani maupun sosial.
8. Anak yang mengalami masalah kelakuan adalah anak yang menunjukkan
tingkah laku menyimpang dari norma-norma masyarakat.
9. Anak cacat adalah anak yang mengalami hambatan rohani dan atau
jasmani sehingga mengganggu pertumbuhan dan perkembangannya dengan
wajar.
BAB II
HAK ANAK
Pasal 2
(1) Anak berhak atas kesejahteraan, perawatan, asuhan dan bimbingan
berdasarkan kasih sayang baik dalam keluarganya maupun di dalam
asuhan khusus untuk tumbuh dan berkembang dengan wajar.
(2) Anak berhak atas pelayanan untuk mengembangkan kemampuan dan
kehidupan sosialnya, sesuai dengan kebudayaan dan kepribadian bangsa,
untuk menjadi warganegara yang baik dan berguna.
(3) Anak berhak atas pemeliharaan dan perlidungan, baik semasa dalam
kandungan maupun sesudah dilahirkan.
(4) Anak berhak atas perlindungan terhadap lingkungan hidup yang
dapat membahayakan atau menghambat pertumbuhan dan perkembangannya
dengan wajar.
Pasal 3
Dalam keadaan yang membahayakan, anaklah yang pertama-tama berhak
mendapat pertolongan, bantuan, dan perlindungan.
(1) Anak yang tidak mempunyai orang tua berhak memperoleh asuhan oleh
negara atau orang atau badan.
(2) Pelaksanaan ketentuan ayat (1) diatur lebih lanjut dengan
Peraturan Pemerintah.
(1) Anak yang tidak mampu berhak memperoleh bantuan agar dalam
lingkungan keluarganya dapat tumbuh dan berkembang dengan wajar.
(2) Pelaksanaan ketentuan ayat (1) diatur lebih lanjut dengan
Peraturan Pemerintah.
(1) Anak yang mengalami masalah kelakuan diberi pelayanan dan asuhan
yang bertujuan menolongnya guna mengatasi hambatan yang terjadi dalam
masa pertumbuhan dan perkembangannya.
(2) Pelayanan dan asuhan, sebagaimana dimaksudkan dalam ayat (1),
juga diberikan kepada anak yang telah dinyatakan bersalah melakukan
pelanggaran hukum berdasarkan keputusan hakim.
Anak cacat berhak memperoleh pelayanan khusus untuk mencapai tingkat
pertumbuhan dan perkembangan sejauh batas kemampuan dan kesanggupan
anak yang bersangkutan.
Pasal 8
Bantuan dan pelayanan, yang bertujuan mewujudkan kesejahteraan anak
menjadi hak setiap anak tanpa membeda-bedakan jenis kelamin, agama,
pendirian politik, dan kedudukan sosial.
BAB III
TANGGUNGJAWAB ORANG TUA TERHADAP
KESEJAHTERAAN ANAK
Pasal 9
Orang tua adalah yang pertama-tama bertanggungjawab atas terwujudnya
kesejahteraan anak baik secara rohani, jasmani maupun sosial.
Pasal 10
(1) Orang tua yang terbukti melalaikan tanggungjawabnya sebagaimana
termaksud dalam Pasal 9, sehingga mengakibatkan timbulnya hambatan
dalam pertumbuhan dan perkembangan anak, dapat dicabut kuasa asuhnya
sebagai orang tua terhadap anaknya. Dalam hal itu ditunjuk orang atau
badan sebagai wali.
(2) Pencabutan kuasa asuh dalam ayat (1) tidak menghapuskan kewajiban
orang tua yang bersangkutan untuk membiayai, sesuai dengan
kemampuannya, penghidupan, pemeliharaan, dan pendidikan anaknya.
(3) Pencabutan dan pengembalian kuasa asuh orang tua ditetapkan
dengan keputusan hakim.
(4) Pelaksanaan ketentuan ayat (1), (2) dan (3) diatur lebih lanjut
dengan Peraturan Pemerintah.
BAB IV
USAHA KESEJAHTERAAN ANAK
(1) Usaha kesejahteraan anak terdiri atas usaha pembinaan,
pengembangan, pencegahan, dan rehabilitasi.
(2) Usaha kesejahteraan anak dilakukan oleh Pemerintah dan atau
masyarakat.
(3) Usaha kesejahteraan anak yang dilakukan oleh Pemerintah dan atau
masyarakat dilaksanakan baik di dalam maupun di luar Panti.
(4) Pemerintah mengadakan pengarahan, bimbingan, bantuan, dan
pengawasan terhadap usaha kesejahteraan anak yang dilakukan oleh
masyarakat.
(5) Pelaksanaan usaha kesejahteraan anak sebagai termaktub dalam ayat
(1), (2), (3) dan (4) diatur lebih lanjut dengan Peraturan
Pemerintah.
Pasal 12
(1) Pengangkatan anak menurut adat dan kebiasaan dilaksanakan dengan
mengutamakan kepentingan kesejahteraan anak.
(2) Kepentingan kesejahteraan anak yang termaksud dalam ayat (1)
diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.
(3) Pengangkatan anak untuk kepentingan kesejahteraan anak yang
dilakukan di luar adat dan kebiasaan, dilaksanakan berdasarkan
Peraturan Perundang-undangan.
Pasal 13
Kerjasama international di bidang kesejahteraan anak dilaksanakan
oleh Pemerintah atau oleh Badan lain dengan persetujuan Pemerintah.
BAB V
KETENTUAN PERALIHAN DAN PENUTUP
Pasal 14
Tatacara koordinasi antar instansi dalam pelaksanaan usaha-usaha
kesejahteraan anak ditetapkan dengan Keputusan Presiden.
Pasal 15
Segala Peraturan Perundang-undangan di bidang kesejahteraan anak
tetap berlaku selama dan sepanjang tidak bertentangan dengan
Undang-undang ini.
Pasal 16
Undang-undang ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
Agar supaya setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan
Undang-undang ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik
Indonesia.
pada tanggal 23 Juli 1979
ttd.
SOEHARTO
Diundangkan di Jakarta
pada tanggal 23 Juli 1979
MENTERI/SEKRETARIS NEGARA
REPUBLIK INDONESIA,
ttd.
SUDHARMONO, SH.
ATAS
UNDANG‑UNDANG REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 4 TAHUN 1979
TENTANG
KESEJAHTERAAN ANAK
UMUM
Suatu bangsa dalam membangun dan mengurus rumah tangganya harus mampu
membentuk dan membina suatu tata penghidupan serta kepribadiannya.
Usaha ini merupakan suatu usaha yang terus menerus, dari generasi
kegenerasi.
Untuk menjamin usaha tersebut, perlu setiap generasi dibekali oleh
generasi yang terdahulu dengan kehendak, kesediaan, dan kemampuan
serta ketrampilan untuk melaksanakan tugas itu.
Hal ini hanya akan dapat tercapai bila generasi muda selaku generasi
penerus mampu memiliki dan menghayati falsafah hidup bangsa.
Untuk itu perlu diusahakan agar generasi muda memiliki pola perilaku
yang sesuai dengan norma‑norma yang berlaku dalam masyarakat.
Guna mencapai maksud tersebut diperlukan usaha‑usaha pembinaan,
pemeliharaan, dan peningkatan kesejahteraan anak.
Bagi bangsa Indonesia Pancasila merupakan pandangan hidup dan dasar
tata masyarakat. Karena itu, usaha-usaha untuk memelihara, membina,
dan meningkatkan kesejahteraan anak haruslah didasarkan falsafah
Pancasila dengan maksud untuk menjamin kelangsungan hidup dan
kepribadian bangsa. Oleh karena anak baik secara rohani, jasmani
maupun sosial belum memiliki kemampuan untuk berdiri sendiri, maka
menjadi kewajiban bagi generasi yang terdahulu untuk menjamin,
memelihara, dan mengamankan kepentingan anak itu. Pemeliharaan,
jaminan dan pengamanan kepentingan ini selayaknya dilakukan oleh
pihak‑pihak yang mengasuhnya di bawah pengawasan dan bimbingan
Negara, dan bilamana perlu, oleh Negara sendiri. Karena kewajiban
inilah, maka yang bertanggungjawab atas asuhan anak wajib pula
melindunginya dari gangguan‑gangguan yang datang dari luar
maupun dari anak itu sendiri.
Asuhan anak, pertama‑tama dan terutama menjadi kewajiban dan
tanggung‑jawab orang tua di lingkungan keluarga; akan tetapi,
demi untuk kepentingan kelangsungan tata sosial maupun untuk
kepentingan anak itu sendiri, perlu ada pihak yang melindunginya.
Apabila orang tua anak itu sudah tidak ada, tidak diketahui adanya,
atau nyata‑nyata tidak mampu untuk melaksanakan hak dan
kewajibannya,maka dapatlah pihak lain, baik karena kehendak sendiri
maupun karena ketentuan hukum, diserahi hak dan kewajiban itu.
Bilamana memang tidak ada pihak‑pihak yang dapat
melaksanakannya maka pelaksanaan hak dan kewajiban itu menjadi
tanggungjawab Negara.
Di samping anak‑anak yang kesejahteraannya dapat terpenuhi
secara wajar,di dalam masyarakat terdapat pula anak‑anak yang
mengalami hambatan rohani, jasmani, dan sosial ekonomi dan memerlukan
pelayanan secara‑khusus, yaitu :
1. Anak‑anak yang tidak mampu.
2. Anak‑anak terlantar.
3. Anak‑anak yang mengalami masalah kelakuan
4. Anak‑anak yang cacat rohani dan atau jasmani.
Sejalan dengan tujuan Undang‑undang, ini, maka Undang‑undang
ini mengurangi dan atau merubah ketentuan‑ketentuan dalam
Peraturan Perundang‑undangan lainnya.
PASAL DEMI PASAL
Pasal 1
Angka 1
a. Cukup jelas.
b. Yang dimaksudkan dengan kebutuhan pokok anak adalah pangan,
sandang, pemukiman, pendidikan, dan kesehatan.
Angka 2
Batas umur 21 (dua puluh satu) tahun ditetapkan oleh karena
berdasarkan pertimbangan kepentingan usaha kesejahteraan sosial,
tahap kematangan sosial, kematangan pribadi, dan kematangan mental
seorang anak dicapai pada umur tersebut. Batas umur 21 (dua puluh
satu) tahun tidak mengurangi ketentuan batas umur dalam Peraturan
Perundang‑undangan lainnya, dan tidak pula mengurangi
kemungkinan anak melakukan perbuatan sejauh ia mempunyai kemampuan
untuk itu berdasarkan hukum yang berlaku.
Angka 3
Cukupjelas.
Angka 4
Cukup jelas.
Angka 5
Cukup jelas.
Angka 6
Cukup jelas.
Angka 7
Cukup jelas.
Angka 8
Cukup jelas.
Angka 9
Cukup jelas.
Pasal 2
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Yang dimaksudkan dengan pelayanan antara lain kesempatan memperoleh
pendidikan dan kesehatan.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Yang dimaksudkan dengan lingkungan hidup adalah lingkungan hidup
fisik dan sosial.
Pasal 3
Yang dimaksud dengan keadaan yang membahayakan adalah keadaan yang
sudah mengancam jiwa manusia baik karena alam maupun perbuatan
manusia.
Pasal 4
Cukup jelas.
Pasal 5
Cukup jelas
Pasal 6
Cukup jelas
Pasal 7
Cukup jelas.
Pasal 8
Cukup jelas.
Pasal 9
Tanggungjawab orang tua atas kesejahteraan anak mengandung kewajiban
memelihara dan mendidik anak sedemikian rupa, sehingga anak dapat
tumbuh dan berkembang menjadi orang yang cerdas, sehat, berbakti
kepada orang tua, berbudi pekerti luhur, bertakwa kepada Tuhan Yang
Maha Esa dan berkemauan serta berkemampuan untuk meneruskan cita‑cita
bangsa berdasarkan Pancasila.
Pasal 10
Cukup jelas.
Pasal 11
Cukup jelas.
Pasal 12
Ayat (1)
Pengangkatan anak berdasarkan pasal ini tidak memutuskan hubungan
darah antara anak dengan orang tuanya dan keluarga orang tuanya
berdasarkan hukum yang berlaku bagi anak yang bersangkutan.
Ayat (2)
Peraturan Pemerintah yang dimaksudkan antara lain perlu mengatur
pencatatan sebagai bukti sah, adanya pengangkatan anak guna
pemeliharaan kepentingan kesejahteraan anak yang bersangkutan.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Pasal 13
Dalam pengertian kerjasama internasional tercakup pula kerjasama
regional.
Pasal 14
Cukup jelas.
Pasal 15
Cukup jelas.
Pasal 16
Cukup jelas.
‑‑‑‑‑‑‑‑‑‑‑‑‑‑‑‑‑‑‑‑‑‑‑‑‑‑‑‑‑‑‑‑
Kutipan: LEMBARAN NEGARA DAN TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA TAHUN 1979 YANG
TELAH DICETAK ULANG
Sumber:
LN
1979/32; TLN NO. 3143
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 1979 TENTANG KESEJAHTERAAN ANAK
Reviewed by Mo Ilmi
on
December 17, 2013
Rating:
No comments: